Lompat ke isi

Kerajaan Bentan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kerajaan Bentan adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah yang sekarang menjadi Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Diperkirakan berdiri sekitar abad ke-13 masehi oleh Raja Azhar Aya.

Sejarah dan Hikayat[sunting | sunting sumber]

Sejarah Kerajaan Bentan memiliki kaitan yang erat dengan sejarah Kerajaan Sriwijaya. Pasca serangan Rajendra Chola I atas Kerajaan Sriwijaya, Raja Azhar Aya memanfaatkan kesempatan itu untuk mendirikan kerajaan sendiri yang berpusat di wilayah Bukit Batu, Bintan.

Sebelumnya Bentan atau Bintan merupakan salah satu mandal Sriwijaya atau daerah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang pusat pengendalian kekuasaannya berpusat di Muara Takus di daerah Sungai Kampar, Riau daratan sekarang.

Setelah Raja Azhar Aya mangkat, putranya Iskandar Syah naik tahta. Pada masa pemerintahan Iskandar Syah, Kerajaan Bentan menguasai sepenuhnya kawasan yang sekarang dikenal sebagai Kepulauan Riau serta pulau-pulau sekitarnya.

Sejarah dan hikayat melayu menjelaskan, Kerajaan Bentan menjalin hubungan baik dengan lain pasca runtuhnya Sriwijaya. Penguasa Kerajaan Bentan pernah mengadakan kunjungan diplomatik ke Siam. Menjalin hubungan diplomatik dengan berbagai kerajaan kuat adalah pilihan terbaik daripada dikuasai melalui penaklukan, dan itu berhasil, sehingga Siam batal mengirim armada perangnya ke selatan (kawasan Kerajaan Bentan dan sekitarnya).

Petualang Venesia bernama Marco Polo (1254-1324) pernah singgah di sana dalam pelayarannya dari Tiongkok pada 1292, menyebutnya Pentan.

Dalam catatannya, Marcopolo menulis,

"Saat kau meninggalkan Lusak (Langkasuka) dan berlayar 500 mil ke arah selatan, kau akan sampai ke sebuah pulau yang bernama Pentan (Bentan), sebuah tempat yang sangat liar. Semua kayu yang tumbuh di sana terdiri dari kayu-kayu harum."  

Kedatangan Sang Sapurba[sunting | sunting sumber]

Dijelaskan Sejarah Melayu, ketika Raja Iskandar Syah mangkat, beliau hanya memiliki putri semata mayang yang dikenal dengan nama Wan Seri Beni yang masih remaja.

Maka naiklah istrinya menjadi pemegang tampuk kekuasaan Bentan, dengan gelar Permaisuri Iskandar Syah. Dalam menjalankan roda pemerintahan Permaisuri Iskandar Syah dibantu oleh dua Perdana Menteri, yaitu Indra Bupala dan Arya Bupala.  

Pada masa ini Raja Tribuana alias Sang Sapurba dari Bukit Siguntang mengunjungi Bentan. Mendengar berita kedatangan Sang Sapurba zuriyat raja-raja Sriwijaya itu, Permaisuri Iskandar Syah menyambut dengan penuh suka cita.

Adapun maksud dan tujuan Sang Sapurba singgah di Bentan, selain untuk berpetualang melihat negeri lain, juga mengingatkan kembali kejayaan Sriwijaya masa lalu dengan menyebarkan semangat mandala atau semangat persatuan dan kesatuan yang pernah mengikat erat kerajaan-kerajaan di bawah taklukan Kerajaan Sriwijaya.

Sang Sapurba merasa putri Ratu, Wan Seri Beni sangat cocok jika dinikahkan dengan putranya, Sang Nila Utama.

Sebaliknya, Permaisuri Iskandar Syah juga amat bersedia menikahkan putrinya Wan Sri Beni dengan putra Sang Sapurba itu, bahkan menyerahkan makhkota kerajaannya kepada Sang Nila Utama. Sejak itu naiklah Sang Nila Utama menjadi Raja Bentan.

Setelah menikahkan Sang Nila Utama dengan Wan Sri Beni, Sang Sapurba meneruskan misinya menyatukan kembali bekas wilayah Mandala Sriwijaya ke Kuantan.

Menemukan Singapura[sunting | sunting sumber]

Ketika memerintah Bentan, Sang Nila Utama melihat sebuah pulau dari atas sebuah batu besar dan tinggi kemudian naik diatasnya dan memandang ke seberang. Ia melihat pasir putih yang terhampar.

Sang Nila Utama mendirikan kerajaan di atas pulau yang bernama Temasik itu yang kemudian diberi nama Kerajaan Singapura.

Beberapa versi Sulalatus Salatin atau Sejarah Melayu serta beberapa referensi lainnya juga sepakat mencatat bahwa kemudian Sri Tri Buana pindah ke Temasik dan membangun kemaharajaan disana sehinggalah bertahan ke beberapa generasi hingga kurun Tahun 1391.

Referensi[sunting | sunting sumber]

Sumber[sunting | sunting sumber]

  • Ahmad Dahlan, Sejarah Melayu, Jakarta Kepustakaan Populer Gramedia 2014
  • Rida K Liamsi, Prasasti Bukit Siguntang dan Badai Politik di Kemaharajaan Melayu (1160-1946), 2016