KRI Surik (645)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

KRI Surik-645 adalah Kapal Cepat Rudal (KCR) produksi dalam negeri yang dimiliki Satkat Koarmada I. Kapal ini dikenal karena meraih penilaian terbaik dalam bidang kemanan laut mengalahkan sepuluh KRI lainnya yang berada di jajaran Satuan Kapal Cepat (Satkat) Komando Armada I (Koarmada I).[1]

Kapal kini, seperi juga KRI Siwar-646 dan KRI Parang-647 KCR 40, adalah buatan dalam negeri dan dipersenjatai meriam Kaliber 20 mm, meriam 12,7 mm dan rudal C-705. Ketiga kapal ini juga diresmikan bersamaan oleh Menteri Pertahanan Prof. Dr. Purnomo Yusgiantoro pada tanggal 27 September 2014 di Batam.[2] Pembuatan kapal ini ikut dibiayai oleh Bank Mandiri.[3]

Operasi penangkapan[sunting | sunting sumber]

Selama berlayar, KRI Surik-645 telah beberapa kali melakukan penangkapan atas kegiatan ilegal di laut. Di antaranya Kapal MT. Lumba Samudra I, Kebangsaan Indonesia, milik PT. Yosindo Jaya Raya di Tanjung Jabung pada tanggal 21 November 2018, karena tidak ada Surat Perintah Berlayar (SPB), tidak ada Dokumen Manifest, tidak memiliki Daftar Crewlist, tidak memiliki RPK (Trayek Kapal), SIUPAL tidak tercatat (Dokumen SIUPAL tercatat di RPK), Dokumen Minyak nihil, Dokumen PKL nihil, Klasifikasi Lambung dan Mesin dari BKI nihil sehingga diduga melanggar Undang-Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.[4]

Sebelumnya pada tanggal 27 Agustus 2015, KRI Surik juga ikut menangkap dan mengawal kapal MT Orkim Harmony, yang dilarikan anak buah kapalnya. Untuk menemukannya kembali, Koarmabar telah mengerahkan enam KRI dan satu pesawat udara (Pesud) yakni, KRI Imam Bonjol-383, KRI Teuku Umar-385, KRI Parang-647, KRI Surik-645, KRI Clurit-641, KRI Kujang-642 dan Pesud Cassa U-618.[5]

Pada tanggal 3 Desember 2018, kapal ini menangkap satu kapal berbendera Panama dan dua kapal bendera Indonesia di Perairan Sungai Guntung-Kateman, Riau. Kapal ini masing-masing Motor Tanker (MT) Asian Glory, Tug Boat (TB) Hadi II dan Tongkang (TK) Marini II. Diduga pelanggarah kapal TB Hadi II dan TK Marini II karena melakukan Ship To Ship (STS) ke MT Asian Glory tanpa dokumen perizinan STS. Kemudian, kapal ini tidak mempunyai daftar crew list, tidak memiliki dokumen muatan/manifest. Sehingga diduga melanggar Undang-Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.[6]

Kemudian pada tanggal 6 Januari 2019, KRI Surik kembali menangkap Kapal KM. Nusa Dua 8, Kebangsaan Indonesia, Jenis Kapal Cargo Kayu, Pemilik PT. Surya Bahari/Kian Ho di Perairan Pulau Rangsang. Kapal ditangkap karena tidak memiliki SIUPER melanggar Pasal 33 UU Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008 jo Pasal 290 UU Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008 dengan ancaman pidana penjara maksimal 1 tahun atau denda maksimal 200 juta rupiah, Surat Persetujuan Trayek Tidak Tetap (RPK) dari Dishubla Provinsi Riau tidak berlaku (nama perusahaan berbeda dengan SIUPER) melanggar Pasal 28 (6) UU Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008 jo Pasal 59 (1) UU Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008 dengan ancaman administratif maksimal pencabutan izin atau pencabutan sertifikat, Tiga (3) ABK tidak memiliki Surat Perjanjian Kerja Laut, dan terdapat kecurigaan dimana didalam folder dokumen kapal terdapat tiga (3) lembar dokumen SIUPER untuk yang semuanya berbeda nama perusahaan.[7]

Penyelamatan[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 01 Juni 2019, KRI Surik 645 diberitakan menyelamatkan kapal nelayan China yang tersangkut karang di perairan Karang Helen, Timur Pulau Tolop Utara Pulau Pemping. Kapal tersebut bernama Jing San Yai 72126, sebuah kapal ikan China yang membawa 23 orang Anak Buah Kapal (ABK) dengan nakhoda bernama Ling Xing Xuo. Kapal tersebut telah berlayar sejak bulan Februari dari pelabuhan Hainan China Selatan, menuju Laut China Selatan untuk mencari ikan. Pada saat akan kembali ke Hainan, kapal Jing San Yai 72126 mengambil rute melalui perairan Singapura, sebelum akhirnya kandas di perairan Karang Helen.[8]

Kontroversi[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 26 Januari 2016, diberitakan oleh inilah.com bahwa kapal KRI Surik-645 menabrak kapal tanker milik Pertamina, MT Mahogani Banda. Akibatnya kapal tidak beroperasi dan Pertamina tidak membayar sewa harian. Kapal MT Mahogani Banda diminta ikut KRI ke Dermaga Lanal Batam dan Capten MT Mahogani Banda, Andhi Satria ditahan.[9]

Referensi[sunting | sunting sumber]