Suwarsih Djojopuspito: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Relly Komaruzaman (bicara | kontrib)
Membalikkan revisi 7492980 oleh Sunaryo Joyopuspito (bicara)
Baris 19: Baris 19:


Ketika keadaan Eropa genting, menjelang Perang Dunia II, maka pada tahun 1940 Soewarsih pindah ke Batavia mengisi lowongan guru yang ditinggal pergi orang Balanda. Ia menjadi guru di GOSVO (Gouvernement Opleiding School voor Vak Onderwijzeressen Paser Baroe Batavia - Sekolah Guru Kepandaian Putri Negeri Pasar Baru Batavia - sekarang SMKN 27 Pasar Baru). Seperti diketahui pada waktu itu hanya ada 2 SGKP, yang lain adalah OSVO Soerabaia. Ia juga dipercaya oleh kenalannya yang pulang ke Eropa untuk menjaga rumah di daerah elite Menteng (Tjioedjoengweg, sekarang Jl. Teluk Betung belakang HI).
Ketika keadaan Eropa genting, menjelang Perang Dunia II, maka pada tahun 1940 Soewarsih pindah ke Batavia mengisi lowongan guru yang ditinggal pergi orang Balanda. Ia menjadi guru di GOSVO (Gouvernement Opleiding School voor Vak Onderwijzeressen Paser Baroe Batavia - Sekolah Guru Kepandaian Putri Negeri Pasar Baru Batavia - sekarang SMKN 27 Pasar Baru). Seperti diketahui pada waktu itu hanya ada 2 SGKP, yang lain adalah OSVO Soerabaia. Ia juga dipercaya oleh kenalannya yang pulang ke Eropa untuk menjaga rumah di daerah elite Menteng (Tjioedjoengweg, sekarang Jl. Teluk Betung belakang HI).

=== Naskah Maryanah (1936) dan Buiten het Gareel (1940) ===

Ada suatu cerita yang menarik tentang buku ''Buiten het Gareel'' yang ditulis dalam bahasa Belanda dan terbit di Negeri Belanda. Hal ini terjadi di masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.

Ketika Suwarsih telah menikah, maka pada tahun 1936 naskah buku ''Maryanah'' telah selesai ditulis di Yogyakarta dengan anak satu, menunggu kelahiran anak kedua. Pada umumnya, seseorang terpelajar pada waktu itu hanya bisa berbahasa ibu (untuk Suwarsih adalah Sunda) dan bahasa pergaulan Belanda.

Suwarsih, yang ayahnya adalah seorang dalang, maka bakat bercerita sudah terlihat ketika ia masih anak-anak duduk di kelas 5 HIS, pada waktu itu ''Isteri Gubernur General'' sedang berkunjung di ''Kartini School Bogor'', maka oleh sekolah Suwarsih ditugasi menjadi juru penerang pameran sekolah. ''Nyonya Gubernur General'' terkesima kebolehan Suwarsih menerangkan pameran dalam bahasa Belanda dengan lancer sekali, sehingga diperintahkan untuk mendapatkan bea siswa pada jenjang yang lebih atas (MULO dan Kweek School).

Tahun 1933, setelah Suwarsih kawin denga Sugondo, maka mulai mengenal para aktivis pergerakan, antara lain ''Ir. Sukarno'', ''Drs. Mohammad Hatta'', ''Sutan Syahrir'', ''Ki Hadjar Dewantara'', dan lain-lain. Pengalaman sehari-hari ditulisnya dalam ''buku harian''. Pada tahun 1936, ketika keluarga Suwarsih membutuhkan uang (untuk persiapan kelahiran anak kedua), maka atas saran Sugondo sebaiknya buku harian tersebut ''ditulis dalam sebuah novel'', dan naskah ''Maryanah'' selesai ditulis dalam bahasa Sunda pada tahun 1936, kemudian naskah dikirim ke ''Balai Poestaka Batavia''. Alangkah kecewanya, naskah tersebut ditolak oleh Balai Poestaka, karena mencamtumkan tokoh politik pada waktu itu.

Tahun 1940, ketika Suwarsih pindah ke Batavia, ia bertemu dengan sastrawan ''E. du Peron'', dan atas anjurannya agar naskah ''Maryanah'' bisa ditulis kembali dalam Bahasa Belanda dan berjudul ''Buiten het Gareel'' (di luar pelana kuda). Oleh ''E. du Peron'', naskah ''Buiten het Gareel'' dibawa ke ''Negeri Belanda'', dan dicarikan penerbit, akhirnya bisa terbit tahun 1940 itu juga.

Naskah ''Maryanah'' baru terbit tahun 1959 oleh ''PT Balai Pustaka Jakarta'', sedangkan terjemahannya ''Manusia Bebas'' terbit tahun 1975 oleh ''PT Jambatan Jakarta'' atas bantuan ''Pemerintah Belanda'', agar bisa dibaca oleh ''masyarakat luas di Indonesia''.


=== Masa Pendudukan Jepang (1943-1945) ===
=== Masa Pendudukan Jepang (1943-1945) ===

Revisi per 28 November 2013 20.28

Berkas:Suwarsih.jpg
Suwarsih Djojopuspito

Suwarsih Djojopuspito (21 April 1912 – 24 Agustus 1977) adalah penulis wanita Indonesia (suku Sunda) yang menulis novel dalam 3 bahasa: Sunda, Belanda, dan Indonesia. [1]


Latar Belakang dan Pendidikan

Lahir pada tanggal 21 April 1912 di Cibatok, Bogor dengan nama kecil Tjitjih dari keluarga tani, bernama Raden Bagoes Noersaid Djajasapoetra asal Cirebon, yang buta huruf namun mampu menjadi dalang wayang kulit dalam 3 bahasa (Jawa, Sunda, dan Indonesia).

Pendidikan Kartini School (setingkat HIS didirikan oleh van Deventer - Sekolah Dasar 7 tahun khusus perempuan) di Bogor tahun 1919-1926, kemudian meneruskan dengan bea siswa ke MULO (SMP zaman Belanda) tahun 1926-1929 di Bogor juga, dan terakhir mendapat bea siswa penuh (uang sekolah dan asrama) pada Europeesche Kweekschool (Sekolah Guru Atas Belanda, hanya 2 orang pribumi dari 28 murid) di Surabaya tahun 1929-1932.

Biografi

Masa Kebangkitan Nasional (1928-1942)

Setelah lulus tahun 1932 pindah ke Purwakarta kesempatan pertama menjadi guru di sana, kemudian tahun 1933 menikah dengan Sugondo Djojopuspito di Cibadak dan pindah ke Bandung menjadi guru di Perguruan Tamansiswa Bandung di mana Kepala Sekolah adalah suaminya, padahal memiliki ijazah sebagai guru sekolah Belanda yang seharusnya mengajar di sekolah Belanda namun lebih memilih perguruan pribumi dan aktif dalam Perkoempoelan Perempoean Soenda sebagai anggota. Kakaknya, yang bernama Suwarni, menikah dengan Mr. A.K.Pringgodigdo.

Tahun 1934, suaminya (Sugondo Djojopuspito) kena larangan mengajar (Onderwijs Verbod) oleh Pemerintah Hindia Belanda ketika di bawah pimpinan Gubernur General Mr. Bonifacius Cornelis de Jonge, bersamaan dengan ditangkapnya para aktivis politik (tahun 1933 Soekarno dibuang ke Flores kemudian dipindahkan ke Bengkulu, tahun 1934 Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir dibuang ke Boven Digoel, kemudian dipindahkan ke Banda Neira). Namun kemudian tahun 1935 Onderwijs Verbod dicabut oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Tahun 1935 itu juga pindah ke Bogor, setelah Onderwijs Verbod (larangan mengajar) dari suaminya dicabut, dan mendirikan sekolah Loka Siswa, namun tak ada murid, sehingga ditutup. Kemudian tahun 1936 pindah ke Semarang mencari pekerjaan ikut suami yang diterima bekerja sebagai guru Tamansiswa Semarang, dan Suwarsih bekerja di sekolah Drs. Sigit. Kemudian tahun 1938 pindah ke Bandung dan mengajar di Pergoeroean Soenda.

Ketika keadaan Eropa genting, menjelang Perang Dunia II, maka pada tahun 1940 Soewarsih pindah ke Batavia mengisi lowongan guru yang ditinggal pergi orang Balanda. Ia menjadi guru di GOSVO (Gouvernement Opleiding School voor Vak Onderwijzeressen Paser Baroe Batavia - Sekolah Guru Kepandaian Putri Negeri Pasar Baru Batavia - sekarang SMKN 27 Pasar Baru). Seperti diketahui pada waktu itu hanya ada 2 SGKP, yang lain adalah OSVO Soerabaia. Ia juga dipercaya oleh kenalannya yang pulang ke Eropa untuk menjaga rumah di daerah elite Menteng (Tjioedjoengweg, sekarang Jl. Teluk Betung belakang HI).

Naskah Maryanah (1936) dan Buiten het Gareel (1940)

Ada suatu cerita yang menarik tentang buku Buiten het Gareel yang ditulis dalam bahasa Belanda dan terbit di Negeri Belanda. Hal ini terjadi di masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.

Ketika Suwarsih telah menikah, maka pada tahun 1936 naskah buku Maryanah telah selesai ditulis di Yogyakarta dengan anak satu, menunggu kelahiran anak kedua. Pada umumnya, seseorang terpelajar pada waktu itu hanya bisa berbahasa ibu (untuk Suwarsih adalah Sunda) dan bahasa pergaulan Belanda.

Suwarsih, yang ayahnya adalah seorang dalang, maka bakat bercerita sudah terlihat ketika ia masih anak-anak duduk di kelas 5 HIS, pada waktu itu Isteri Gubernur General sedang berkunjung di Kartini School Bogor, maka oleh sekolah Suwarsih ditugasi menjadi juru penerang pameran sekolah. Nyonya Gubernur General terkesima kebolehan Suwarsih menerangkan pameran dalam bahasa Belanda dengan lancer sekali, sehingga diperintahkan untuk mendapatkan bea siswa pada jenjang yang lebih atas (MULO dan Kweek School).

Tahun 1933, setelah Suwarsih kawin denga Sugondo, maka mulai mengenal para aktivis pergerakan, antara lain Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Ki Hadjar Dewantara, dan lain-lain. Pengalaman sehari-hari ditulisnya dalam buku harian. Pada tahun 1936, ketika keluarga Suwarsih membutuhkan uang (untuk persiapan kelahiran anak kedua), maka atas saran Sugondo sebaiknya buku harian tersebut ditulis dalam sebuah novel, dan naskah Maryanah selesai ditulis dalam bahasa Sunda pada tahun 1936, kemudian naskah dikirim ke Balai Poestaka Batavia. Alangkah kecewanya, naskah tersebut ditolak oleh Balai Poestaka, karena mencamtumkan tokoh politik pada waktu itu.

Tahun 1940, ketika Suwarsih pindah ke Batavia, ia bertemu dengan sastrawan E. du Peron, dan atas anjurannya agar naskah Maryanah bisa ditulis kembali dalam Bahasa Belanda dan berjudul Buiten het Gareel (di luar pelana kuda). Oleh E. du Peron, naskah Buiten het Gareel dibawa ke Negeri Belanda, dan dicarikan penerbit, akhirnya bisa terbit tahun 1940 itu juga.

Naskah Maryanah baru terbit tahun 1959 oleh PT Balai Pustaka Jakarta, sedangkan terjemahannya Manusia Bebas terbit tahun 1975 oleh PT Jambatan Jakarta atas bantuan Pemerintah Belanda, agar bisa dibaca oleh masyarakat luas di Indonesia.

Masa Pendudukan Jepang (1943-1945)

Pada zaman pendudukan Pemerintah Dai Nippon hampir semua bangsa Indonesia bekerja di Pemerintah Dai Nippon, dia bekerja sebagai guru pada Sekolah Dasar Dai-ichi Menteng, dan juga pindah rumah ke Jl. Serang (sekarang Jl. Samsurijal) titipan orang Belanda yang pulang ke Eropa akibat penjajahan Jepang.

Masa Revolusi Fisik (1945-1949)

Pada masa revolusi fisik berhubung berpindah-pindah tempat tinggal dari Jakarta, Cirebon, Purworejo, dan Yogyakarta, maka tidak sempat menulis novel, karena mengikuti suami yang Anggota BP-KNIP [2] di Jakarta dan Purworejo. Tahun 1948 menetap di Yogyakarta ikut suami Sugondo Djojopuspito ketika BP-KNIP pindah ke Yogyakarta, kemudian suaminya diangkat menjadi Menteri Pembangunan Masyarkat pada Kabinet dr. Abdul Halim pada tahun 1949

Masa Kemerdekaan setelah RIS (setelah 1950)

Awalnya pada tahun 1951 ia menjadi guru SGKP Lempuyangan Yogyakarta, kemudian berhenti menjadi guru tahun 1953 setelah ke Amsterdam, karena mendapat undangan dari Pemerintah Kerajaan Belanda untuk tinggal di Amsterdam selama 6 bulan atas biaya Pemerintah Kerajaan Belanda (tinggal di rumah kontrakan bilangan Kijzerkracht).

Ketika kembali ke Indonesia, ia mulai kegiatan menulis atau menterjemahkan buku-buku (dari bahasa Perancis, Belanda, Jerman, maupun Inggris karena mahir berbahasa tersebut), yaitu untuk menambah keuangan keluarga (pensiun suami sebagai bekas Menteri sangat kecil). Banyak novel ditulis pada masa ini.

Wafat pada 24 Agustus 1977 serta mendapat kehormatan dimakamkan di Pemakamam Tamansiswa Taman Wijayabrata di Celeban, Umbulharjo - Yogyakarta.

Senang Main Piano dan Menyanyi

Seperti halnya dengan Ibu Sud belajar biola dan Amir Pasaribu belajar piano, yang berkesempatan belajar musik di Hogere Kweek School (HKS - Sekolah Guru Atas) Bandung, maka Ny. Soewarsih juga belajar piano di Eropeesche Kweekschool Surabaya, dan juga senang menyanyi. Anak-anaknya semua kemudian diajarkan piano juga. Pada waktu menidurkan anak bungsunya, ia suka menyanyikan Wiegenlied Ciptaan W.A. Mozart dengan terjemahan Tidurlah Putra Bunda. Teks lagu itu adalah:

Tidurlah Putra Bunda
Tidurlah putra bunda,
Khewan mencari mangsa,
Di hutan rimba sunyi,
Di malam gelap kelam
Bulan bersinar terang,
Bintang-bintang bertaburan,
Tidur, tidurlah anakku,
Tidurlah putera bunda
Tidur, tidurlah anakku

Bintang Kehormatan Republik Indonesia

Dalam rangka hari ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ke-68, maka Pemerintah telah menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma pada tanggal 14 Agustus 2013 di Istana Negara oleh Presiden SBY kepada ahli warisnya.[3][4]

Karya Novel

Karya Novel yang telah diterbitkan

Hanya 1 roman dibuat sebelum kemerdekaan (1938), karena beliau hanya bisa berbahasa Sunda dan Belanda, sedangkan yang lain seteleh RIS (1949)setelah bisa berbahasa Indonesia [1]

  • 1. Buiten het gareel, De Haan Uitgevery, Utrecht, 1940. Dengan kata pengantar dari E. du Perron, Cetakan ke-dua Amsterdam, 1946 [2], terbit atas usaha sastrawan Eduard du Peron
  • 2. Tudjuh tjeritera pendek, Pustaka Rakjat - Jakarta, 1951. Karangan pertama dari beliau dalam bahasa Indonesia setelah Kemerdeakaan, diterbitkan atas bantuan Prof. Takdir Alisyahbana (pemilik Pustaka Rakyat)
  • 3. Empat serangkai. Kumpulan tjerita pendek. Pustaka Rakyat - Jakarta, 1954. Diterbitkan atas bantuan Prof. Takdir Alisyahbana (pemilik Pustaka Rakyat)
  • 4. Riwayat hidup Nabi Muhammad s.a.w. Bulan Bintang - Jakarta, 1956 (cetakan kedua 1976), dengan kata pengantar H. HAMKA
  • 5. Marjanah. Balai Pustaka (1959)- Jakarta, 1959. Novel berbahasa Sunda, karangan pertama dari beliau tahun 1938, namun ditolak oleh Balai Poestaka, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Belanda sebagai Buiten het Gareel' pada tahun 1939 dan terbit di Utrecht tahun 1940 atas bantuan sastrawan Eduard du Peron
  • 6. Siluman Karangkobar. Pembangunan - Jakarta, 1963. Terbit atas bantuan Hassan Sadhily
  • 7. Hati wanita. Pembangunan - Jakarta, 1964. Terbit atas bantuan Hassan Sadhily
  • 8. Manusia bebas. Djambatan - Jakarta, 1975. Penulisan ulang: Buiten het Gareel, terbit atas bantuan Pemerintah Kerajaan Belanda
  • 9. Maryati. Pustaka Jaya - Jakarta, 1982. Terbit atas bantuan Ayip Rosyadi

Artikel yang pernah ditulis:

Lihat Levensbericht Jaarboek van de Maatschappij der Nederlandse Letterkunde te Leiden 1978-1979.

  • 1. "De Indonesische vrouw en het passief kiesrecht". pada Algemeen, Onafhankelijk en Vooruitstrevend Indisch Tijdschrift I 1938, halaman 75-76 (Fragment)
  • 2. "De Indonesische vrouw van Morgen". pada Onafhankelijk en Vooruitstrevend Indisch Tijdschrift I, 1938, halaman 145-147
  • 3. "Onze moslim-zusters in en buiten Indonesië". pada Algemeen, Onafhankelijk en Vooruitstrevend Indisch Tijdschrif I 1938, halaman 279-280
  • 3. "De taal der Soendanese jongeren". pada Onafhankelijk en Vooruitstrevend Indisch Tijdschrift I l939, halaman 348-350.
  • 4. "In memoriam E. du Perron". pada Onafhankelijk en Vooruitstrevend Indisch Tijdschrift 3, l940, halaman l92-l93
  • 5. "In de schaduw van de Leider". pada Onafhankelijk en Vooruitstrevend Indisch Tijdschrift 4, l941, halaman 191-l92
  • 6. "In memoriam E. du Perron". pada Criterium 4, 1946, halaman 386-388
  • 7. "Ontmoeting met E. du Perron". pada Vrij Nederland, 14 december 1946
  • 8. "Eddy du Perron, de vriend die nooit gestorven is". pada Tirade 17, 1973, halaman 68-70
  • 9. "De thuiskomst van een oud-strijder". pada Tirade 21, 1977, halaman 38-47

Artikel yang tidak diterbitkan:

  • 1. Eddy Du Perron, de vriend die nooit gestorven is'. Typoscript uit 1971, 7 pag. Door Soewarsih Djojopoespito aan Rob Nieuwenhuys gegeven tijdens zijn verblijf in Indonesië in oktober 1971. Aanwezig in het HISDOC van het KITLV, signatuur D H 1019a. Welwillend afgestaan voor transscriptie aan het Damescompartiment.

Ulasan penulis Belanda

  1. "Buiten het gareel". Oleh Rob Nieuwenhuys pada majalah Oost-Indische Spiegel, edisi 1978, halaman 401-404
  2. "Soewarsih Djojopoespito, Cibatok 20 april 1912 -- Yogyakarta 24 augustus 1977" oleh Gerard Termorshuizen pada Maatschappij der Nederlandse Letterkunde Yaarboek di Leiden 1978-1979, halaman 39-48.
  3. "Een leven buiten het gareel" oleh Gerard Termorshuizen pada Engelbewaarder Winterboek 1979, halaman 109-122
  4. "Soewarsih Djojopoespito, E. du Perron dan novel Buiten het gareel" oleh Robert-Henk Zuidinga pada Indische Letteren, 1986, halaman 158 e.v.
  5. "Maryanah, Novel Sunda dari Soewarsih Djojopoespito{" oleh 5. J. Noorduyn pada Indisch-Nederlande Literatuur dengan redaksi Reggie Baay dan Peter van Zonneveld, Utrecht, 1988, halaman 232-242
  6. "A life free from trammels : Soewarsih Djojopoespito and her novel Buiten het gareel" pada Canadian Journal of Netherlandic Studies Vol. XII, no. ii (Spring 1991)
  7. "Bij de dood van een vriendin" oleh Beb Vuyck pada NRC, 2 september 1977

Keluarga

  • Sugondo Djojopuspito, (1905-1978), suami, tahun 1928 sebagai Ketua Kongres Pemuda 1928, anggauta BP-KNIP 1945-1948, Menteri Pembangunan Masyarakat RI (Kabinet Dr. Halim, 1949), mendapat anugrah Bintang Jasa Utama tahun 1978
  • Sunartini Djanan Chudori, SH (almarhum, Lahir Bandung 1935 - Wafat Yogyakarta 1996), anak pertama, Sarjana Hukum lulusan UGM, aktivis LBH Yogyakarta
  • Sunarindrati Tjahyono, SH, (Lahir Yogyakarta 22 Februari 1937, tanggal kelahiran sama dengan bapaknya), anak kedua, Sarjana Hukum lulusan UGM, pensiunan Bank Indonesia, sekarang bekerja sebagai Direktur Bank Mizuho Jakarta
  • Ir. Sunaryo Joyopuspito, M.Eng., (Lahir Bandung 1939), anak ketiga, Sarjana Teknik ITB, Sertifikat Urban Transport JICA Tokyo, dan Magister Engineering AIT Bangkok, pensiunan Departemen Perhubungan, sekarang guru musik di Jakarta (piano dan biola)

Referensi

  1. ^ Biografi Suwarsih Djojopuspito, Encyclopadia Indonesia, 3 Volume
  2. ^ http://www.dpr.go.id/tentang/sejarah.php
  3. ^ Penerima Tanda Kehormatan RI dalam Rangka HUT-68 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Setneg.go.id, diakses 16 September 2013
  4. ^ Ini tokoh penerima tanda kehormatan Antara, diakses 16 September 2013

Pranala luar

  • (Indonesia) Soewarsih Djojopoespito (1912-1977) [3]
  • (Indonesia) Postkolonialisme Indonesia, Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, SU - Pustaka Pelajar, Februari 2008. 497 halaman [4]
  • (Belanda) Buiten het gareel muhammad.html adalah novel yang aslinya berbahasa Sunda kemudian dibuat bahasa Belanda, karena pernah ditolak untuk diterbitkan oleh Balai Pustaka [5]
  • (Indonesia) Relevansi Sastra dalam Memahami Kolonialisasi di Indonesia [6]
  • (Indonesia) Daftar Penulis Wanita [7]