Lompat ke isi

Filipi 2

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Filipi 2
Vignette pada halaman sebelum permulaan (head-piece) Surat Filipi; dibuat oleh P J de Loutherbourg untuk Macklin Bible (lukisan 105 dari 134), pada Bowyer Bible New Testament, tahun 1800 M. Terbitan T. Macklin, London.
KitabSurat Filipi
KategoriSurat-surat Paulus
Bagian Alkitab KristenPerjanjian Baru
Urutan dalam
Kitab Kristen
11
pasal 1
pasal 3

Filipi 2 (disingkat Flp 2) adalah bagian dari Surat Paulus kepada Jemaat di Filipi dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen.[1][2] Digubah oleh rasul Paulus dan Timotius.[3]

Pembagian isi pasal:

5Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 6yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 7melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.[4]

Paulus menitikberatkan bagaimana Yesus Kristus meninggalkan kemuliaan yang tiada taranya di sorga (bukan berarti melepaskan keilahian-Nya) dan mengambil kedudukan yang hina sebagai hamba, serta taat sampai mati untuk kepentingan orang lain (Filipi 2:5-8). Kerendahan hati dan pikiran Kristus harus terdapat dalam para pengikut-Nya, yang terpanggil untuk hidup berkorban dan tanpa mementingkan diri, mempedulikan orang lain dan berbuat baik kepada mereka.[5]

Pada hakikatnya Yesus Kristus selalu adalah Allah, setara dengan Bapa sebelum, selama, dan sesudah masa hidup-Nya di bumi (lihat Yoh 1:1; Yoh 8:58; 17:24; Kol 1:15-17; Mr 1:11; Yoh 20:28). Bahwa Kristus "tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan" berarti bahwa Ia tidak menggunakan segala hak istimewa dan kemuliaan-Nya di sorga agar manusia dapat diselamatkan.[5]

Hal inilah yang dikatakan dalam naskah Yunani, yaitu tidak memanfaatkan kemuliaan (Yoh 17:4), kedudukan (Yoh 5:30; Ibr 5:8), kekayaan (2Kor 8:9), dan segala hak sorgawi-Nya (Luk 22:27; Mat 20:28). "Pengosongan diri-Nya" ini tidak sekadar berarti secara sukarela menahan diri untuk tidak menggunakan kemampuan dan hak istimewa ilahi-Nya, tetapi juga menerima penderitaan, kesalahpahaman, perlakuan buruk, kebencian, dan kematian yang terkutuk di salib.[5]

Untuk ayat-ayat dalam Alkitab yang berbicara tentang Kristus yang mengambil rupa seorang hamba, lihat Markus 13:32; Lukas 2:40-52; Roma 8:3; 2Kor 8:9; Ibrani 2:7,14. Walaupun Ia tetap benar-benar ilahi, Kristus mengambil sifat manusia dengan segala pencobaan, kehinaan, dan kelemahannya, namun Ia tanpa dosa (Filipi 2:7-8; Ibr 4:15).[5]

Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir,[6]

Orang percaya yang telah diselamatkan oleh kasih karunia harus mengerjakan keselamatan sampai akhir.

  • 1) Orang percaya tidak mengerjakan keselamatan dengan usaha manusia saja, tetapi dengan kasih karunia Allah dan kuasa Roh yang diberikan kepada kita.
  • 2) Agar dapat mengerjakan keselamatan, orang percaya harus menentang dosa dan mengikuti keinginan Roh Kudus di dalam hatinya. Hal ini meliputi usaha yang terus-menerus untuk menggunakan setiap cara yang ditetapkan Allah untuk mengalahkan kejahatan dan menyatakan kehidupan Kristus. Demikianlah, mengerjakan keselamatan berpusat pada pentingnya pengudusan

(lihat Galatia 5:17).

  • 3) Orang percaya mengerjakan keselamatannya dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Kristus (lihat Ibrani 7:25) dan menerima kuasa-Nya untuk berkehendak dan berbuat menurut kerelaan-Nya (lihat Filipi 2:13). Demikianlah orang itu menjadi "kawan sekerja Allah" (1Kor 3:9) dengan menyempurnakan keselamatannya di sorga.[5]

Dalam keselamatan yang dikerjakan melalui Kristus, Paulus menemukan peluang untuk rasa "takut dan gentar." Semua anak Tuhan harus mempunyai ketakutan kudus yang gentar di hadapan Firman Allah (Yesaya 66:2) dan menyebabkan mereka berpaling dari segala kejahatan (Amsal 3:7; 8:13). Ketakutan (bahasa Yunani: phobos=fobos) akan Tuhan bukanlah sekadar "kepercayaan yang disertai rasa hormat," seperti yang sering kali ditegaskan, tetapi meliputi rasa hormat terhadap kuasa, kekudusan, dan pembalasan yang adil dari Allah, dan rasa takut akan berbuat dosa terhadap Dia lalu menghadapi akibat-akibatnya (bandingkan Keluaran 3:6; Mazm 119:120; Lukas 12:4-5). Ini bukanlah ketakutan yang bersifat membinasakan, melainkan ketakutan yang mengendalikan dan memulihkan yang menuntun kepada berkat Allah dan hidup dekat dengan Dia, kepada kesucian moral, dan kepada hidup dan keselamatan (bandingkan Mazmur 5:8; 85:10; Amsal 14:27; 16:6).[5]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Willi Marxsen. Introduction to the New Testament. Pengantar Perjanjian Baru: pendekatan kristis terhadap masalah-masalahnya. Jakarta:Gunung Mulia. 2008. ISBN 9789794159219.
  2. ^ John Drane. Introducing the New Testament. Memahami Perjanjian Baru: Pengantar historis-teologis. Jakarta:Gunung Mulia. 2005. ISBN 9794159050.
  3. ^ Filipi 1:1
  4. ^ Filipi 2:5–7
  5. ^ a b c d e f The Full Life Study Bible. Life Publishers International. 1992. Teks Penuntun edisi Bahasa Indonesia. Penerbit Gandum Mas. 1993, 1994.
  6. ^ Filipi 2:12

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]