Efek mangkuk spageti

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Efek mangkuk spageti adalah fenomena kebijakan ekonomi internasional berupa kerumitan yang muncul setelah penerapan ketentuan asal barang domestik dalam penandatanganan perjanjian perdagangan bebas antarnegara. Efek ini berbuah kebijakan perdagangan yang diskriminatif karena barang yang sama dibebankan tarif dan rencana pengurangan tarif yang berbeda demi kepentingan dalam negeri.[1] Seiring meningkatnya jumlah perjanjian perdagangan bebas di ekonomi internasional, fenomena ini membuahkan hasil yang paradoks dan kadang berlawanan di antara mitra dagang bilateral dan multilateral. Bila diterapkan di perdagangan antar negara-negara Asia, efek ini sering disebut "efek mangkuk mi".[2]

Efek ini dilihat sebagai tindakan risiko politik bagi perusahaan-perusahaan yang hendak berinvestasi di negara-negara yang memiliki peraturan hak propoerti intelektual dan hukum kontrak yang rumit. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Jagdish Bhagwati dalam makalahnya tahun 1995, U.S. Trade Policy: The Infatuation with Free Trade Agreements. Bhagwati menggunakan istilah tersebut dalam berbagai kesempatan terkait persoalan perjanjian perdagangan bebas. Ia menamainya Efek Mangkuk Spageti:

mengacu pada proses berputarnya produk setengah jadi melewati berbagai jaringan perjanjian perdagangan bebas yang menerapkan diferensiasi tarif agar produk jadinya dapat diekspor ke negara konsumen dengan harga terendah; ia menyebut fenomena ini seperti garis yang saling bersimpangan dan menyamakannya dengan utas spageti yang berbelit-belit di dalam mangkuk.[3]

Istilah ini juga dipakai oleh para ahli untuk menyebut kerumitan yang dihadapi perjanjian perdagangan bebas Asia Timur ketika menyortir berbagai perjanjian dagang preferensial di antara negara-negara anggota ASEAN.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ http://www.adbi.org/working-paper/2009/04/14/2940.asian.noodle.bowl.serious.business/asian.ftas.and.the.noodle.bowl/
  2. ^ "The noodle bowl: why trade agreements are all the rage in Asia". The Economist. 3 September 2009. Diakses tanggal 2012-09-10. 
  3. ^ http://www.rieti.go.jp/en/columns/a01_0193.html