Dilema Heinz

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Dilema Heinz adalah contoh yang sering dipakai dalam berbagai pelajaran etika dan moralitas. Salah satu versi yang paling terkenal, pernah dipakai oleh teori tahap perkembangan moral Lawrence Kohlberg, berbunyi sebagai berikut:

Istri Heinz sedang sekarat dan satu-satunya harapan adalah obat yang ditemukan seorang apoteker yang dijual dengan harga tinggi. Biaya produksi obatnya $20.000 dan si apoteker menjualnya seharga $200.000. Heinz hanya mampu mengumpulkan $50.000 dan asuransi tidak mau menanggung sisanya. Ia menawarkan apa yang ia punya kepada apoteker. Setelah tawarannya ditolak, Heinz mengatakan akan membayar sisanya nanti. Si apoteker tetap menolak. Karena putus asa, Heinz berpikir untuk mencuri obat tersebut. Salahkah jika ia melakukannya?

Haruskah Heinz mendobrak toko untuk mencuri obat tersebut demi istrinya? Mengapa atau mengapa tidak?[1]

Dari sudut pandang teoretis, hal yang dipikirkan penjawab tentang tindakan yang harus dilakukan Heinz itu tidak penting. Teori Kohlberg berpendapat bahwa justifikasi (pembenaran) tawaran penjawablah yang penting, yaitu bentuk dari respon mereka. Berikut adalah contoh argumen yang mungkin terjadi dalam enam tahap:

  1. Tahap satu (kepatuhan): Heinz tidak boleh mencuri obat karena ia akan dipenjara yang menandakan ia orang jahat.
    Atau, Heinz harus mencuri obat karena nilainya hanya $20.000 dan bukan yang diinginkan apoteker; Heinz bahkan pernah menawarkan untuk membayar sisanya dan tidak mencuri barang lain.
  2. Tahap dua (kepentingan diri): Heinz harus mencuri obat karena ia akan semakin senang jika ia menyelamatkan istrinya, bahkan jika ia harus dipenjara.
    Atau, Heinz tidak boleh mencuri obat karena penjara adalah tempat yang buruk, dan ia lebih mungkin sengsara di dalam penjara daripada sengsara akibat kematian istrinya.
  3. Tahap tiga (konformitas): Heinz harus mencuri obat karena istrinya mengharapkannya; ia ingin menjadi suami yang baik.
    Atau, Heinz tidak boleh mencuri obat karena mencuri itu buruk dan ia bukan orang jahat; ia telah mencoba segalanya tanpa melanggar hukum, Anda tidak boleh menyalahkannya.
  4. Tahap empat (hukum dan tata tertib): Heinz tidak boleh mencuri obat karena hukum melarang pencurian, jadi obat tersebut ilegal.
    Atau, setiap tindakan punya konsekuensinya.
  5. Tahap lima (hak asasi manusia): Heinz harus mencuri obat karena setiap orang punya hak memilih hidup tanpa memedulikan hukumnya.
    Atau, Heinz tidak boleh mencuri obat karena ilmuwan punya hak untuk mendapatkan kompensasi yang setara. Bahkan jika istrinya sakit, tetap saja tindakannya tidak dibenarkan.
  6. Tahap enam (etika manusia universal): Heinz harus mencuri obat, karena menyelamatkan nyawa seseorang bernilai lebih tinggi daripada hak kepemilikan orang lain.
    Atau, Heinz tidak boleh mencuri obat, karena mungkin ada orang lain yang sangat membutuhkan obat tersebut, dan nyawa mereka sama pentingnya.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Kohlberg, Lawrence (1981). Essays on Moral Development, Vol. I: The Philosophy of Moral Development. San Francisco, CA: Harper & Row. ISBN 0-06-064760-4.