Darah sebagai makanan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Darah
Tempat asalBerbagai negara
Bahan utamaDarah hewan
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Sosis darah
Czernina, sajian sup darah asal Polandia
Sajian mi asal Thailand dengan pelengkap daging bebek dan darah bebek yang telah dikentalkan

Sejumlah budaya mengkonsumsi darah sebagai makanan, yang sering dikombinasikan dengan daging.

Dalam beberapa budaya, darah adalah makanan tabu.

Metode penyajian[sunting | sunting sumber]

Darah yang dijadikan makanan berasal dari berbagai jenis hewan, umumnya mamalia besar yang diternakkan seperti sapi, babi, domba, dan sebagainya. Di Asia, darah unggas juga umum dikonsumsi (misal Tiết canh asal Vietnam). Darah dapat disajikan sebagai makanan dengan dijadikan sosis, puding, panekuk, sup, hingga dikonsumsi mentah.[1] Di Tibet, darah yak yang dikentalkan merupakan makanan tradisional warga setempat.[2] Masyarakat Inuit mengkonsumsi darah anjing laut secara langsung dengan meminumnya karena diyakini mengembalikan kekuatan para pemburu dan dipercaya mampu menyehatkan badan.[3][4] Masyarakat Maasai juga mengkonsumsi darah sapi secara langsung di perayaan tertentu.[5]

Darah yang akan dijadikan makanan dimasak terlebih dahulu hingga mengental lalu ditambahkan bahan pengisi hingga menjadi padat. Bahan pengisi dapat berupa tepung jagung, suet, daging, dan serealia.

Konsumsi darah pada keagamaan[sunting | sunting sumber]

Gereja Katolik, beserta dengan Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, Lutheran, dan beberapa gereja Anglikan, mempercayai bahwa dalam sakramen Ekaristi, para partisipan mengkonsumsi darah dan tubuh Yesus Kristus secara literal.

Penganggapan budaya[sunting | sunting sumber]

Beberapa budaya menganggap darah tabu untuk dijadikan makanan. Dalam agama Abrahamik, kebudayaan Yahudi dan Muslim melarang konsumsi darah.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Davidson, Alan. The Oxford Companion to Food. 2nd ed. UK: Oxford University Press, 2006., p. 81-82.
  2. ^ Ma Jian, Stick Out Your Tongue Chatto and Windus London, 2006.
  3. ^ Searles, Edmund. "Food and the Making of Modern Inuit Identities." Food & Foodways: History & Culture of Human Nourishment 10 (2002): 55–78.
  4. ^ Borré, Kristen. "Seal Blood, Inuit Blood, and Diet: A Biocultural Model of Physiology and Cultural Identity." Medical Anthropology Quarterly 5 (1991): 48–62.
  5. ^ Craats, Rennay (2005). Maasai. Weigl Publishers. hlm. 25. ISBN 978-1-59036-255-6. 

Bacaan tambahan[sunting | sunting sumber]