Cak Tarno Institute

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Salah satu event diskusi oleh CTI

Cak Tarno Institute[sunting | sunting sumber]

Cak Tarno Institute adalah komunitas yang berfokus terhadap dunia pendidikan, CTI digunakan sebagai ruang diskursus untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Institut ini tentu bukanlah institut dalam arti sebenarnya. CTI didirikan pada 14 Februari 2005 sebagai wadah diskusi dan ruang bertukar pikiran. Nama Cak Tarno Institute diambil dari nama pendiri sekaligus Rektor dan Sokoguru CTI, yakni Cak Tarno, pedagang buku di sebuah kios kecil yang berada gang bernama Gg. Stasiun UI, yang menjadi penghubung antara Jalan Margonda Raya dengan Kampus Universitas Indonesia serta stasiun kereta Universitas Indonesia.[1]

Sebagai komunitas yang berfokus dalam dunia pendidikan, CTI seringkali dijadikan sarana diskusi oleh kalangan akademisi diluar maupun dalam UI seperti Rocky Gerung (Pemerhati Filsafat), Dr Robertus Robert (Aktivis HAM), Dr Dony Gahral Adian (Dosen Filsafat UI), Alm Prof Sarlito Wirawan (Guru besar Psikologi UI), Alm Prof Dedy Nur Hidayat (Guru besar Komunikasi UI), Dr Bagus Takwin (Dosen Psikologi UI), Tommy F.Awuy (Budayawan & Dosen), Saras Dewi (Dosen & Pemerhati lingkungan), dan bahkan banyak nama-nama besar seperti Romo Haryatmoko, Dr Thamrin Amal Tomalgola, Romo Setyo hingga budayawan Muchtar Pabotingi.

Pada Awalnya CTI adalah Toko Buku Biasa[sunting | sunting sumber]

Cak Tarno Institute didirikan oleh seorang penjual buku asal Mojokerto, Cak Tarno.[2] Letaknya di gang kecil yang setiap hari menjadi tempat para dosen dan mahasiswa UI membeli buku.[3] Institut ini tentu bukanlah institut dalam arti sebenarnya. CTI berawal dari meja di kios Cak Tarno yang selalu dipenuhi orang-orang yang ingin berdiskusi. Kios buku Cak Tarno menjadi tempat yang nyaman bagi mahasiswa untuk berdiskusi, bahkan menjadi arena uji coba presentasi mahasiswa sebelum mempresentasikan tugasnya. [4]

Komunikasi yang terbuka itu pula yang membuat kios Cak Tarno menjadi ruang terbuka untuk berdiskusi. Itulah awal lahirnya kelompok diskusi yang oleh beberapa orang disebut sebagai Cak Tarno Institute (CTI). pada 2005 kios Cak Tarno menjadi ruang terbuka untuk berdiskusi. Tema yang pertamakali diangkat untuk diskusi adalah wacana tentang karikatur Nabi Muhammad . Dari sinilah awal lahirnya komunitas kelompok diskusi yang oleh beberapa orang disebut Cak Tarno Institute (CTI).[5]

CTI seringkali menghadirkan pembicara beserta makalah, dengan durasi waktu sekurang-kurangnya selama dua jam. Hari yang dipilih adalah Sabtu pukul 14.00, karena di hari itu aktivitas keseharian para penongkrong lebih luang. Yang terlibat diskusi pada awalnya adalah para dosen, alumni, mahasiswa jenjang sarjana, pascasarjana dan doktoral di lingkungan Universitas Indonesia. Bahkan banyak mahasiswa program magister dan doktoral menggunakan CTI untuk mengkaji tesis mereka sebelum diujikan di depan para guru besar. .

Dalam perkembangannya kemudian, peserta semakin luas dan bertambah, baik dari kalangan umum seperti seniman, sastrawan dan mahasiswa dari berbagai kampus di sekitar Depok sampai Jakarta, seperti Universitas Gunadarma, IISIP Jakarta, Universitas Nasional, STF Driyarkara dan Universitas Negeri Jakarta.

Sampai saat ini telah ratusan makalah yang telah dipresentasikan di diskusi Sabtuan CTI. Mereka yang pernah menghantarkan gagasannya di antaranya melalui CTI antara lain: Dr. Tony Doludea, Dr. Tamrin Amal Tomagola, Dr. Bagus Takwin, Tommy Awuy, Dr. Lilie Suratminto, Dr. Saras Dewi, Rocky Gerung, Dr. Akhyar Lubis, Prof. Dr. Susanto Zuhdi, Prof. Dr. Deddy Nur Hidayat (Alm), Dr. Haryatmoko, Dr. Robertus Robet, Damhuri Muhammad, Daniel Hutagalung, Prof. Dr. Ibnu Hamad, Dr. Tony Rudiansyah, Indra Jaya Piliang, E.S. Ito, Sahat K. Panggabean, Adhie Massardi, Ronny Agustinus, Khatibul Umam Wiranu, Scott Cunliffe, Ahmad Baso, Rosida Erowati, Dina Amalia Susamto, Harfiah Widiawati, Geger Riyanto, Rhein Beresaby, Andi Achdian, Dr. Manneke Budiman, Suma Riella, Dr. Fachru Nofrian, Zacky Khairul Umam, Dr. Enos Rumansara, Dr. Andri G. Wibisana, Saiful Arif, Sigit Budhi Setiawan, Ben Sohib, Surya Fermana, Rahmat Yananda, Martin Suryajaya, Hizkia Yosie Polimpung, Filiana Purwanti, Guswandi, Dahris Siregar, Annuri Furqon, Zainul Maarif, Eka Hindra, Ngarto Februana, Dr. Ali Akbar, Maimunah, Oni Suryaman, Dr. Eko Wijayanto, Dr. Donny Gahral Adian, Imam Muhtaron, Zainal Abidin Eko Putro, Fauzi Fashri, Fahmi Sutan Alatas, Akbar Yummi, Irianto Wijaya, Sururudin, Muhammad Damm, Arie Putra, Allan Akbar, Karina Andjani, Faisal Kamandobat, dan lain-lain.

CTI juga pernah mengundang 5 Antropolog masa depan Jepang dari Universitas Kyoto, Tohoku dan Tokyo untuk mempersentasikan hasil penelitian mereka yang dilakukan selama bertahun-tahun di Indonesia.

Saat ini diskusi-diskusi lanjutan CTI dilaksanakan di Warung Makan Nissa, di Jalan Cengkeh persis di belakang lapangan futsal Liverpool. Kepindahan ini dilakukan karena ruang di kios buku Cak Tarno tidak lagi memadai untuk menyelenggarakan diskusi yang setidaknya dihadiri 20-30 orang setiap diskusinya.

Hampir Tutupnya CTI[sunting | sunting sumber]

Pada 2019 lalu CTI hampir tutup karena ketidak mampuan Cak Tarno membayar uang sewa. Sebelumnya CTI juga pernah hampir tutup karena terpinggirkan oleh pembangunan apartemen yang menjadi prioritas tata ruang kota Depok.[6]

Menanggapi hal tersebut, demi menghindari tutupnya CTI seorang alumi Sosiologi FISIP UI dArie Putra, melakukan penggalangan dana melalui Kitabisa.com. Campaign tersebut ditujukan untuk mendukung agar CTI bisa terus ada dan berkontribusi dalam perkembangan intelektual. Campaign yang menargetkan sumbangan sebesar 40 juta ini, medukung Cak Tarno sebagai pendiri dan pemilik CTI untuk harus berevolusi agar bisa memiliki unit usaha yang lain, seperti menjual makanan & minuman (dan UI sudah memberikan izin). Serta memberikan CTI alat dokumentasi diskusi yang layak seperti kamera DSLR, laptop, audio dan lighting agar diskusi bisa terupload ke berbagai platform online dan bisa dinikmati intelektual dari seluruh penjuru Dunia.[7]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Kompasiana.com (2020-05-06). "Cak Tarno, Buku dan Buku". KOMPASIANA. Diakses tanggal 2022-01-07. 
  2. ^ Indonesia, Tokoh (2011-02-24). "Ruang-ruang Cak Tarno". TOKOH INDONESIA | TokohIndonesia.com | Tokoh.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-07. 
  3. ^ "Jejak Cak Tarno dan Kios Bukunya di UI". kumparan. Diakses tanggal 2022-01-07. 
  4. ^ Humas, UMY (20 November 2020). "Belajar Menjadi Intelektual Ala Cak Tarno". UMM. Diakses tanggal 06 Januari 2022. 
  5. ^ Hamid, Hamzirwan (2019-03-21). "Mengais \'Modal Sosial\' di Cak Tarno Institute". Kompas.id. Diakses tanggal 2022-01-07. 
  6. ^ Yandwiputra, Ade Ridwan (19 Maret 2019). "Kisah Akhir Toko Buku Cak Tarno di FIB UI". Tempo.co. Diakses tanggal 06 Januari 2022.  [pranala nonaktif permanen]
  7. ^ Putra, Arie. "Klik untuk donasi - Mari Dukung Penjaga Literasi - Cak Tarno Institute". Kitabisa. Diakses tanggal 2022-01-07.