Puri Agung Tabanan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Koordinat: 8°32′14″S 115°07′30″E / 8.537136°S 115.125044°E / -8.537136; 115.125044

Kori di Puri Agung Tabanan difoto tanggal 11 Mei 2010

Puri Agung Tabanan adalah sebutan untuk tempat kediaman (Bahasa Bali: puri) Raja Tabanan, yang merupakan salah satu puri di Bali, berlokasi di Jalan Srigunting No. 3 Tabanan, Bali, Indonesia.

Puri Agung Di Pucangan[sunting | sunting sumber]

Di Bali, pada zaman kerajaan, rumah jabatan tempat tinggal raja disebut "Puri Agung". Keberadaan Puri Agung Tabanan berkaitan dengan tokoh Arya Kenceng, yang dipercaya ikut datang bersama Gajah Mada ketika Majapahit menaklukkan Kerajaan Bedulu di Bali pada tahun 1343.[1]

Diceritakan setelah Bali berhasil ditaklukan, sebelum Patih Gajah Mada meninggalkan pulau Bali, semua Arya dikumpulkan, diberikan ceramah tentang pengaturan pemerintahan, ilmu kepemimpinan sampai pada ilmu politik. tujuan utamanya ialah tetap mempersatukan pulau Bali dan dapat dipertahankan sebagai daerah kekuasaan Majapahit. Setelah semua dirasa cukup, semua Arya diberikan daerah kekuasaan yang menyebar diseluruh Bali. Sirarya Kenceng diberikan kekuasaan didaerah Tabanan dengan rakyat sebanyak 40.000 orang, Sirarya Kuta Waringin bertahan di Gegel dengan rakyat sebanyak 5.000 orang, Sirarya Sentong berkedudukan di Pacung dengan rakyat sebanyak 10.000 orang dan Sirarya Belog ( Tan Wikan ) diberikan kerdudukan di Kabakaba dengan jumlah rakyat sebanyak 5.000 orang. Sirarya Damar diajak kembali ke Majapahit, kelak beliau diangkat menjadi Adipati Palembang.[2] Arya Kenceng memerintah Tabanan, dengan pusat kerajaan atau Puri Agung yang terletak di Pucangan (Buahan), Tabanan.

  • Arya Kenceng adalah Raja Tabanan I, yang Kerajaannya berada di Pucangan/Buahan mempunyai putra:
    • 1. Dewa Raka /Sri Megada Perabhu
    • 2. Dewa Made /Sri Megada Natha
    • 3. Kiayi Tegeh Kori
    • 4. Nyai Tegeh Kori. Yang selanjutnya
  • Sri Megada Natha, Raja Tabanan II, berputra:
    • 1. Sirarya Ngurah Langwang
    • 2. Ki Gusti Made Utara ( Madyatara )
    • 3. Ki Gusti Nyoman Pascima
    • 4. Ki Gusti Wetaning Pangkung
    • 5. Ki Gusti Nengah Samping Boni
    • 6. Ki Gusti Batan Ancak
    • 7. Ki Gusti Ketut Lebah
    • 8. Kiyai Ketut Pucangan/Sirarya Ketut Notor Wandira.

Puri Agung Pindah Ke Tabanan[sunting | sunting sumber]

Selanjutnya Sirarya Ngurah Langwang, Raja Tabanan III, menggantikan Ayahnya Sri Megada Natha menjadi raja, yang kemudian mendapat perintah dari Dalem Raja Bali agar memindahkan Kerajaannya / Purinya di Pucangan ke daerah selatan, hal ini kemungkinan disebabkan secara geografis dan demografis sulit dicapai oleh Dalem dari Gegel dalam kegiatan inspeksi. Akhirnya Arya Ngurah Langwang mendapat pewisik, "dimana ada asap (tabunan) mengepul agar disanalah membangun puri".

Setelah melakukan pengamatan dari Kebon Tingguh, terlihat di daerah selatan asap mengepul ke atas, kemudian beliau menuju ke tempat asap mengepul tersebut. Ternyata asap tersebut keluar dari sebuah sumur yang terletak di dalam area Pedukuhan yaitu Dukuh Sakti (di Pura Pusar Tasik Tabanan sekarang). Akhirnya ditetapkan disitulah beliau membangun Puri, setelah selesai, dipindahlah secara resmi ( dengan Upacara ) Puri Agung / Kerajaannya beserta Batur Kawitannya dari Pucangan ke Tabanan (sekitar abad 14). Oleh karena asap terus mengepul dari sumur seperti Tabunan sehingga puri beliau diberi nama Puri Agung Tabunan, yang kemudian pengucapannya berubah menjadi Puri Agung Tabanan, sedangkan Kerajaannya disebut Puri Singasana dan Raja bergelar Sang Nateng Singasana.

Semenjak itu pula Arya Ngurah Langwang beserta saudara-saudaranya ( Ki Gusti Made Utara, Ki Gusti Nyoman Pascima dan Ki Gusti Wetaning Pangkung) dan seketurunannya berpura kawitan di Pura Batur di Puri Singasana Tabanan ( Puri Agung Tabanan ). Sedangkan bekas lahan Pura Batur di Buahan/Pucangan, diserahkan penggunaannya kepada putra upon-upon Ki Tegehan di Buahan.

Letak dan Denah pada tahun 1900[sunting | sunting sumber]

  • Batas Utara: Rurung /Jalan, Pasar( di area pohon beringin sekarang )dan Dangin Peken
  • Batas Timur: Jalan sebelah barat Pura Sakenan dan Jero Oka( Pasar Tabanan sekarang )
  • Batas Selatan: Jalan Gajah Mada
  • Batas Barat: Jero Subamia, Pekandelan Puri Gede / Agung dan Jero Meregan

Selanjutnya Puri Agung Tabanan di tempati oleh Raja-Raja Tabanan berikutnya, yang juga menurunkan Pratisentana Arya Kenceng di berbagai Jero / Puri yang ada di Tabanan,[3] sebagai berikut:

Raja Tabanan ke:

IV. Sirarya Ngurah Tabanan / Prabu Winalwan / Betara Mekules.

Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan

V. Ki Gusti Wayahan Pemadekan

VI. Ki Gusti Made Pemadekan

VII. Sirarya Ngurah Tabanan / Prabu Winalwan / Betara Mekules. ( Pelinggih / Tempat memuja dan mengaturkan sembah bakti kepada Beliau, selain di Pura Luhur Batur Agung di Puri Agung Tabanan ada juga di Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan. Petoyan / Odalan pada dina Anggara/Selasa Kliwon Dukut )

VIII. Sirarya Ngurah Tabanan / Betara Nisweng Penida

IX. Ki Gusti Nengah Malkangin dan Ki Gusti Made Dalang

X. Ki Gusti Bola

XI. Ki Gusti Alit Dawuh / Sri Megada Sakti

XII. Putra Sulung Sri Megada Sakti / Ratu Lepas Pemade

XIII. Ki Gusti Ngurah Sekar / Cokorda Sekar

XIV. Ki Gusti Ngurah Gede / Cokorda Gede Ratu

XV. Ki Gusti Ngurah Made Rai / Cokorda Made Rai

XVI. Kiyayi Buruan

XVII. Ki Gusti Ngurah Rai / Cokorda Rai. Berpuri di Penebel Tabanan

XVIII. Ki Gusti Ngurah Ubung

XIX. Ki Gusti Ngurah Agung / Ratu Singasana

XX. Sirarya Ngurah Tabanan / Ida Betara Ngeluhur Raja XX dari tahun 1868 s/d 1903, berputra:

  • 1. Arya Ngurah Agung
  • 2. Ki Gusti Ngurah Gede Mas
  • 3. Arya Ngurah Alit
  • 4. Ki Gusti Ngurah Rai Perang ( Membangun Puri Dangin )
  • 5. Ki Gusti Ngurah Made Batan ( Puri Dangin )
  • 6. Ki Gusti Ngurah Nyoman Pangkung ( Puri Dangin )
  • 7. I Gusti Ngurah Gede Marga ( Membangun Puri Denpasar Tabanan )
  • 8. I Gusti Ngurah Putu ( Membangun Puri Pemecutan Tabanan ), berputra:
    • .1. I Gusti Ngurah Wayan
    • .2. I Gusti Ngurah Made, berputra:
      • 1. I Gusti Ngurah Gede
      • 2. I Gusti Ngurah Mayun
    • .3. I Gusti Ngurah Ketut
    • .4. Sagung Nyoman
    • .5. Sagung Rai
    • .6. Sagung Ketut
  • 9. Sagung Wah ( terkenal memimpin Bebalikan Wangaya melawan Belanda )

XXI. Ki Gusti Ngurah Rai Perang / Cokorda Rai Perang dari 1903 s/d 1906

Masa penjajahan Belanda[sunting | sunting sumber]

Pelantikan Raja Raja di Besakih, 8 Juli 1938( Cokorda Ngurah Ketut nomor 1 dari kiri)
Raja Raja Bali 1938 ( Cokorda Ngurah Ketut nomor 2 dari kiri)

Pada 27 September 1906, zaman penjajahan Belanda, Kerajaan Tabanan dikuasai oleh Belanda, Raja Tabanan saat itu, Cokorda Ngurah Rai Perang beserta Putra dan Saudara-Saudaranya ditawan oleh Belanda di Puri Denpasar.

Tanggal 28 September Puri Agung Singasana, Puri Mecutan Tabanan, Puri Dangin Tabanan, Puri Denpasar Tabanan dan beberapa yang lainnya dihancurkan oleh Belanda. Raja Tabanan Cokorda Ngurah Rai Perang dan seorang Putra Dia ( I Gusti Ngurah Gede Pegeg ) dengan keberaniannya melakukan puputan(bunuh diri ) di Puri Denpasar, karena tidak mau tunduk atau menjadi tawanan Belanda.

Tanggal 29 September 1906 putra dan saudara-saudaranya di Puri Dangin Tabanan, Puri Pemecutan Tabanan dan Puri Denpasar Tabanan diselong / diasingkan ke Sasak Lombok.

Setelah beberapa tahun diselong di Lombok, masih dalam masa penjajahan Belanda, putra dan saudaranya Alm. "Cokorda Ngurah Rai Perang" lagi dikembalikan ke Tabanan.

Dalam rangka memilih Kepala Pemerintahaan di Tabanan, Belanda juga mencari dan menerima saran-saran dari beberapa Puri / Jero yang sebelumnya ada dalam struktur kerajaan, tentang bagaimana tatacara memilih seorang raja di Tabanan sebelumnya. Setelah mempertimbangkannya, pada tanggal 8 Juli 1929, diputuskan sebagai Kepala / Bestuurder Pemerintahan Tabanan dipilih I Gusti Ngurah Ketut putra I Gusti Ngurah Putu ( putra Sirarya Ngurah Agung Tabanan, Raja Tabanan ke XX ) dari Puri Mecutan, dengan gelar Cokorda.

Selanjutnya Beliau membangun kembali Puri beserta Pura Batur Kawitan Betara Arya Kenceng di area bekas letak Puri Agung Tabanan yang telah dihancurkan Belanda. Karena adanya keterbatasan saat itu, luas area yang digunakan dan jumlah bangunan adat yang didirikan tidak seperti yang semula.

Pada tanggal 1 Juli 1938 Tabanan menjadi Daerah Swapraja, Kepala Daerah Swapraja tetap dijabat oleh I Gusti Ngurah Ketut ( dari Puri Mecutan Tabanan ), kemudian beliau dilantik / disumpah di Pura Besakih pada Hari Raya Galungan tanggal 29 Juli 1938 dan Mabiseka Ratu bergelar Cokorda Ngurah Ketut, dilihat dari urutan Raja Tabanan, beliau adalah Raja Tabanan ke XXII 1938 s/d 1947.

Masa Kemerdekaan Indonesia[sunting | sunting sumber]

Cokorda Ngurah Gede
Ida Cokorda Anglurah Tabanan

Cokorda Ngurah Ketut berada di Puri Agung Tabanan bersama putra dan saudaranya ( I Gusti Ngurah Wayan, I Gusti Ngurah Made, Sagung Nyoman, Sagung Rai dan Sagung Ketut ). Pada zaman kerajaan, hanya raja dan putera mahkota saja yang menempati Puri Agung Tabanan, sedangkan putra-putra lainnya, oleh raja dibuatkan Puri / Jero baru beserta kelengkapannya. Seiring dengan terjadinya perubahan zaman dan pemerintahan, hal tersebut tidak berkelanjutan, dimana tidak dibangun lagi Puri Pemecutan Tabanan dan Puri-Puri/Jero-Jero baru.

Sekarang yang berada di Puri Agung Tabanan adalah kelanjutan keturunan Cokorda Ngurah Ketut dan Saudaranya, yang merupakan putera I Gusti Ngurah Putu ( Putera Sirarya Ngurah Agung Tabanan, Raja Tabanan ke XX ) yang berasal dari Puri Pemecutan Tabanan.

  • Cokorda Ngurah Ketut berputera:
    • 1. I Gusti Ngurah Gede
    • 2. I Gusti Ngurah Alit Putra
    • 3. I Gusti Ngurah Raka
    • 4. Sagung Mas
    • 5. I Gusti Ngurah Agung

Selanjutnya I Gusti Ngurah Gede, putera sulung Cokorda Ngurah Ketut menjadi Cokorda Tabanan, bergelar Cokorda Ngurah Gede, Raja Tabanan XXIII Maret 1947 s/d 1986 dan beliau menjabat Bupati Tabanan Pertama tahun 1950, tempat tinggal beliau disebut Puri Gede / Puri Agung Tabanan.

  • Cokorda Ngurah Gede, Berputra:
    • .1. Sagung Putri Sartika
    • .2. I Gusti Ngurah Bagus Hartawan
    • .3. Sagung Putra Sardini
    • .4. I Gusti Ngurah Alit Darmawan
    • .5. Sagung Ayu Ratnamurni
    • .6. Sagung Jegeg Ratnaningsih
    • .7. I Gusti Ngurah Agung Dharmasetiawan
    • .8. Sagung Ratnaningrat
    • .9. I Gusti Ngurah Rupawan
    • 10. I Gusti Ngurah Putra Wartawan
    • 11. I Gusti Ngurah Alit Aryawan
    • 12. Sagung Putri Ratnawati
    • 13. I Gusti Ngurah Bagus Grastawan
    • 14. I Gusti Ngurah Mayun Mulyawan
    • 15. Sagung Rai Mayawati
    • 16. Sagung Anom Mayadwipa
    • 17. Sagung Oka Mayapada
    • 18. I Gusti Ngurah Raka Heryawan
    • 19. I Gusti Ngurah Bagus Rudi Hermawan
    • 20. I Gusti Ngurah Bagus Indrawan
    • 21. Sagung Jegeg Mayadianti
    • 22. I Gusti Ngurah Adi Suartawan.

Pada tanggal 21 Maret 2008, I Gusti Ngurah Rupawan putera Cokorda Ngurah Gede Mabiseka Ratu, bergelar Ida Cokorda Anglurah Tabanan merupakan urutan Raja Tabanan ke XXIV, berpuri di Puri Agung Tabanan.

  • Cokorda Anglurah Tabanan, berputra:
    • 1. Sagung Manik Vera Yuliawati
    • 2. I Gusti Ngurah Agung Joni Wirawan
    • 3. Sagung Inten Nismayani

Galery[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Buku Riwajat Pulau Bali Dari Dzaman Ke Jaman
  2. ^ RIWAYAT BERDIRI SAMPAI RUNTUHNYA KERAJAAN SINGASANA TABANAN, KERAMBITAN, DESEMBER 1999, Penyusun: I Gusti Made Aman, Hal. 10
  3. ^ Dari Lontar-Lontar Kuno, Prasasti dan Silsilah Keturunan yang dimiliki oleh Keluarga Besar Puri Agung Tabanan

Sumber[sunting | sunting sumber]

  • Dari Lontar-Lontar Kuno, Prasasti dan Silsilah Keturunan yang dimiliki oleh Keluarga Besar Puri Agung Tabanan.
  • Babad Arya Tabanan yang diterbitkan oleh Kantor Dokumentasi Budaya Bali Provinsi Daerah Tingkat I Bali, Denpasar, 1997.
  • Buku "Riwajat Pulau Bali Dari Djaman Ke Djaman" oleh I Made Subaga.
  • Riwayat Berdiri Sampai Runtuhnya Kerajaan Singasana Tabanan, Kerambitan, Desember 1999, Penyusun: I Gusti Made Aman.
  • Babad Arya Tabanan

Pranala luar[sunting | sunting sumber]