Pertempuran Khaibar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pertempuran Khaibar
Tanggal628 M
LokasiKhaibar
Hasil Kemenangan Muslim
Pihak terlibat
Arab Muslim Yahudi dari Khaibar
Bani Nadhir
Tokoh dan pemimpin
Muhammad
Ali bin Abi Thalib
Umar bin Khattab
Abu Bakar
al-Harits bin Abu Zainab [1]
Marhab bin Abu Zainab [1]
Kekuatan
1,600 10.000
Korban
15 100

Pertempuran Khaibar adalah pertempuran yang terjadi antara umat Islam yang dipimpin Nabi Muhammad ﷺ dengan umat Yahudi yang hidup di oasis Khaybar, sekitar 150 km dari Madinah, Arab Saudi. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan umat Islam, dan Nabi Muhammad ﷺ berhasil memperoleh harta, senjata, dan dukungan kabilah setempat. Pertempuran ini terjadi sekitar dua pekan kemudian, Rasul ﷺ bahkan memimpin sendiri ekspedisi militer menuju Khaibar, daerah sejauh tiga hari perjalanan dari Madinah. Khaibar adalah daerah subur yang menjadi benteng utama Yahudi di jazirah Arab. Terutama setelah Yahudi di Madinah ditaklukkan oleh Rasulullah ﷺ.

Latar Belakang[sunting | sunting sumber]

Pertempuran ini adalah salah satu dari sekian banyak ghazwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam misi beliau menyebarkan Islam.[2][3][4]

Peperangan[sunting | sunting sumber]

Yahudi tak mempunyai cukup kekuatan untuk menggempur kaum Muslimin. Namun mereka cerdik. Mereka mampu menyatukan musuh-musuh Nabi Muhammad ﷺ dari berbagai kabilah yang sangat kuat. Hal itu terbukti pada Perang Khandaq. Bagi warga Muslim di Madinah, Yahudi lebih berbahaya dibanding musuh-musuh lainnya.

Maka Nabi Muhammad ﷺ menyerbu ke jantung pertahanan musuh. Suatu pekerjaan yang tak mudah dilakukan. Pasukan Romawi yang lebih kuat pun tak mampu menaklukkan benteng Khaibar yang memiliki sistem pertahanan berlapis-lapis yang sangat baik. Sallam anak Misykam mengorganisasikan prajurit Yahudi. Perempuan, anak-anak dan harta benda mereka tempatkan di benteng Watih dan Sulaim. Persediaan makanan dikumpulkan di benteng Na’im. Pasukan perang dikonsentrasikan di benteng Natat. Sedangkan Sallam dan para prajurit pilihan maju ke garis depan.

Sallam tewas dalam pertempuran itu. Tapi pertahanan Khaibar belum dapat ditembus. Nabi Muhammad ﷺ menugaskan Abu Bakar untuk menjadi komandan pasukan. Namun gagal. Demikian pula Umar. Akhirnya kepemimpinan komando diserahkan pada Ali.

Di Khaibar inilah nama Ali menjulang. Keberhasilannya merenggut pintu benteng untuk menjadi perisai selalu dikisahkan dari abad ke abad. Ali dan pasukannya juga berhasil menjebol pertahanan lawan. Harith bin Abu Zainab -komandan Yahudi setelah Sallam-pun tewas. Benteng Na’im jatuh ke tangan pasukan Islam.

Setelah itu benteng demi benteng dikuasai. Seluruhnya melalui pertarungan sengit. Benteng Qamush kemudian jatuh. Demikian juga benteng Zubair setelah dikepung cukup lama. Semula Yahudi bertahan di benteng tersebut. Namun pasukan Islam memotong saluran air menuju benteng yang memaksa pasukan Yahudi keluar dari tempat perlindungannya dan bertempur langsung. Benteng Watih dan Sulaim pun jatuh ke tangan pasukan Islam.

Sesudah Pertempuran[sunting | sunting sumber]

Yahudi lalu menyerah. Seluruh benteng diserahkan pada umat Islam. Nabi Muhammad ﷺ memerintahkan pasukannya untuk tetap melindungi warga Yahudi dan seluruh kekayaannya, kecuali Kinana bin Rabi’ yang terbukti berbohong saat dimintai keterangan rasulullah.

Perlindungan itu tampaknya sengaja diberikan oleh rasulullah untuk menunjukkan beda perlakuan kalangan Islam dan Kristen terhadap pihak yang dikalahkan. Biasanya, pasukan Kristen dari kekaisaran Romawi akan menghancurludeskan kelompok Yahudi yang dikalahkannya. Sekarang kaum Yahudi Khaibar diberi kemerdekaan untuk mengatur dirinya sendiri sepanjang mengikuti garis kepemimpinan Nabi Muhammad ﷺ dalam politik.

Nabi Muhammad SAW sempat tinggal beberapa lama di Khaibar. Ia bahkan nyaris meninggal lantaran diracun. Diriwayatkan bahwa Zainab binti Harits menaruh dendam pada Nabi Muhammad ﷺ. Sallam, suaminya, tewas dalam pertempuran Khaibar. Zainab lalu mengirim sepotong daging domba untuk Nabi Muhammad SAW. Rasulullah sempat mengigit sedikit daging tersebut, tetapi segera memuntahkannya setelah merasa ada hal yang ganjil. Tidak demikian halnya dengan sahabat rasul, Bisyri bin Bara. Ia meninggal lantaran memakan daging tersebut.

Khaibar telah ditaklukkan. Rombongan pasukan Rasulullah ﷺ kembali ke Madinah melalui Wadil Qura, wilayah yang dikuasi kelompok Yahudi lainnya. Pasukan Yahudi setempat mencegat rombongan tersebut. Sebagaimana di Khaibar, mereka kemudian ditaklukkan pula. Sedangkan Yahudi Taima’ malah mengulurkan tawaran damai tanpa melalui peperangan.

Dengan penaklukan tersebut, Islam di Madinah telah menjadi kekuatan utama di jazirah Arab. Ketenangan masyarakat semakin terwujud. Dengan demikian, Nabi Muhammad ﷺ dapat lebih berkonsentrasi dalam dakwah membangun moralitas masyarakat.

Kaum Yahudi menyerah dengan syarat membayar pajak dan memberikan tanahnya kepada umat Islam. Akibatnya, mereka banyak yang menjadi hamba sahaya. Menurut Stillman, orang-orang Yahudi dari Bani Nadhir tidak termasuk dalam perjanjian ini, dan seluruh orang bani Nadhir akhirnya dibunuh, kecuali anak-anak dan wanita yang dijadikan budak.[5] Setelah pertempuran ini orang-orang Yahudi masih tinggal di Khaibar, hingga akhirnya diusir oleh khalifah Umar bin Khattab. Pembebanan pajak terhadap orang-orang Yahudi menandai dimulainya penerapan jizyah terhadap para dzimmi di bawah pemerintahan Islam, dan penahanan tanah mereka menjadi milik komunitas Islam.[6][7]

Karena kemenangan umat Islam dalam pertempuran ini, kata "Khaibar" sering disebutkan dalam slogan, lagu, atau senjata-senjata buatan orang-orang Islam.

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b http://www.islamstory.com/غزوة-خيبر-1-2 Diarsipkan 2016-10-25 di Wayback Machine.
  2. ^ "Tafseer Ibn Kathir of QS 9:123 (in Arabic)". quran.ksu.edu.sa. 
  3. ^ "Tafseer Ibnu Katsir QS 9:123 (Bhs. Indonesia)". archive.org. 
  4. ^ Basalamah, Khalid, Islam itu memang disebarkan dengan pedang, Ustadz DR Khalid Basalamah, MA, diakses tanggal 2020-05-02 
  5. ^ Stillman 14, 18
  6. ^ Stillman 18–19
  7. ^ Lewis, Bernard. The Jews of Islam. Princeton: Princeton University Press, 1984. ISBN 0-691-00807-8 hal. 10