Mapasilaga tedong

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ma'pasilaga tedong atau lebih dikenal dengan Tedong Silaga merupakan salah satu tradisi unik dari daerah Toraja. Tradisi ini rutin dilakukan pada saat upacara pemakaman orang yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, biasa disebut Rambu Solo'. Acara Mapasilaga Tedong ini dilakukan sebelum upacara adat di mulai.[1] Salah satu kegiatanalam rambu solo’ yaitu Ma’pasilaga Tedong (adu kerbau). Jenis kerbau yang di adu biasanya berasal dari jenis Tedong Pudu yang mana kulit dan tubuhnya berwarna hitam tanpa corak. Kerbau-kerbau yang menjadi kurban akan diarak keliling desa terlebih dahulu sebagai bentuk penghormatan dalam Upacara Rambu Solo ini. Selanjutnya menjelang sore akan diadakan pertarungan kerbau. Kerbau-kerbau yang telah diadu tersebut kemudian disembelih dan dagingnya kemudian dibagikan kepada orang-orang yang telah membantu proses pelaksanaan Rambu Solo. Ma’pasilaga tedong saat ini mengalami pergeseran nilai-nilai akibat modernisasi.[2] Ritual ma'pasilaga tedong merupakan ritual yang dikonstruksi oleh pelakunya melampaui waktu. Pengaruh tersebut memberikan kesan seakan-akan ritual ini hanya boleh dilakukan golongan kaum bangsawan. Pada dasarnya makna awal ma'pasilaga tedong yang menjadi sebuah permainan kaum gembala (golongan bawah) mampu dikonstruksi menjadi permainan kelas atas yang mendatangkan keuntungan.[3]

Proses upacara[sunting | sunting sumber]

Kegiatan ma'pasilaga tedong atau adu kerbau merupakan salah satu masalah terbesar yang menyebabkan terjadi konlik keluarga dengan gereja. Ma'pasilaga tedong (adu kerbau) ini merupakan proses lanjutan dari proses ma'pasa'/ma'tammu tedong. Kerbau-kerbau yang telah diperlihatkan kepada orang banyak selanjutnya digiring oleh para gembalanya ke sawah atau ke tempat yang rata, kemudian ditempat tersebut dilakukan adu kerbau. Kerbau-kerbau yang di adu tersebut hanya diikuti oleh kerbau milik anak atau kerabat dari orang yang hendak dimakamkan, yang kemudian kerbau tersebut akan dikorbankan dalam pelaksanaan upacara pemakaman.[4] Kegiatan ma'pasilaga tedong (adu kerbau) Ini merupakan salah satu ritual atau kegiatan yang alah satu ritual yang menjadi fenomena 10 tahun terakhir ini. Acara ma'pasilaga tedong dilakukan di awal sebelum acara paling inti yaitu acara menerima tamu dan pemakaman dilakukan.[5]

Adu kerbau ini dilakukan sebelum upacara adat Rambu Solo dilakukan. Kerbau yang diadu bukanlah kerbau sembarangan. Jenis kerbau yang istimewa adalah kerbau bule (Tedong Bonga) atau kerbau albino. Kerbau pilihan ini masuk dalam kelompok kerbau lumpur (Bubalus bubalis) dan hanya ditemukan di Tana Toraja. Di antara jenis terbaik adalah tedong salepo, yaitu kerbau yang memiliki bercak hitam di punggung. Ada juga jenis lontong boke, yaitu kerbau yang memiliki punggung berwarna hitam. Namun, jenis yang paling sering dijumpai dalam ritual Mapasilaga Tedong adalah tedong pudu. Jenis kerbau berkulit legam ini dipilih karena mudah dilatih dan harganya tidak semahal kerbau lain. Beberapa jenis kerbau yang digunakan untuk aduan ini sangat mahal harganya, terlebih kerbau yang sering menang yang harganya bisa mencapai ratusan juta hingga 1 miliar rupiah. Bagi masyarakat Toraja, kerbau menduduki posisi sangat penting dan menjadi salah satu simbol prestise dan kemakmuran.[6]

Puluhan kerbau yang akan diadu dibariskan di lapangan tempat upacara akan dilaksanakan. Kerbau-kerbau yang akan diadu tersebut kemudian diarak dengan didahului oleh tim pengusung gong, pembawa umbul-umbul, dan sejumlah wanita dari keluarga yang berduka ke lapangan yang berlokasi di rante (pemakaman). Pada saat barisan kerbau meninggalkan lokasi, musik pengiring akan dimainkan. Irama musik tradisional tersebut berasal dari sejumlah wanita yang menumbuk padi pada lesung secara bergantian. Sebelum adu kerbau dimulai, panitia menyerahkan daging babi yang sudah dibakar, rokok, dan air nira yang sudah difermentasi (tuak), kepada pemandu kerbau dan para tamu. Arena adu kerbau harus ditempatkan di sebuah sawah yang luas dan berlumpur atau direrumputan. Tradisi ini dimulai dengan dua kerbau yang diadu dan menghantamkan tanduk masing-masing ke tanduk lawannya dan saling menjatuhkan satu sama lain. Kerbau yang dinyatakan kalah adalah kerbau yang berlari dari arena Mapasilaga Tedong. Selain itu, ada juga prosesi pemotongan kerbau ala Toraja. Prosesi ini adalah menebasan kepala Kerbau dengan sebuah Parang yang dilakukan dalam sekali tebasan saja.[6] Walaupun upacara adat ini terbilang sangat mahal, tradisi ini tetap dilakukan setiap tahunnya karena berkaitan dengan upacara Rambu Solo.[7]

Tujuan[sunting | sunting sumber]

Ma’pasilaga tedong adalah salah satu dari rangkaian upacara Rambu solo’ atau upacara pemakaman. Nilai-nilai serta tujuan awal dari Ma’pasilaga Tedong yaitu untuk memberikan hiburan kepada keluarga yang sedang berduka. Kegiatan ini juga meberikan hiburan kepada masyarakat yang telah bergotong royong dalam membuat pondok-pondok yang nantinya akan ditemapti untuk mengadakan upacara Rambu Solo’. Namun Ma’pasilaga Tedong kini banyak dilakukan sebagai ajang perjudian, bahkan karena Ma’pasilaga Tedong banyak anak-anak muda yang psikologisnya ikut dipengaruhi. Nilai-nilai dan tujuan tersebut mengalami pergeseran akibat modernisasi.[8] Kegiatan ma'pasilaga tedong ini sebenarnya dalam tatanan adat diadakan sebagai kegiatan selingan atau hiburan bagi keluarga dan kerabat yang hadir dalam proses pemakaman.[9]

Referensi[sunting | sunting sumber]