Filipi 2

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Filipi 2 (disingkat Flp 2) adalah bagian dari Surat Paulus kepada Jemaat di Filipi dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen.[1][2] Digubah oleh rasul Paulus dan Timotius.[3]

Teks

  • Surat aslinya diyakini ditulis dalam bahasa Yunani dan ditujukan kepada jemaat gereja di kota Filipi.
  • Pasal ini berisi 30 ayat.
  • Berisi nasihat supaya bersatu dan tetap mengerjakan karya keselamatan, serta merekomendasikan Timotius dan Epafroditus.

Struktur

Pembagian isi pasal:

Ayat 5-7

5Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 6yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 7melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.[4]

Paulus menitikberatkan bagaimana Yesus Kristus meninggalkan kemuliaan yang tiada taranya di sorga dan mengambil kedudukan yang hina sebagai hamba, serta taat sampai mati untuk kepentingan orang lain (Filipi 2:5-8). Kerendahan hati dan pikiran Kristus harus terdapat dalam para pengikut-Nya, yang terpanggil untuk hidup berkorban dan tanpa mementingkan diri, mempedulikan orang lain dan berbuat baik kepada mereka.[5]

Pada hakikatnya Yesus Kristus selalu adalah Allah, setara dengan Bapa sebelum, selama, dan sesudah masa hidup-Nya di bumi (lihat Yoh 1:1; Yoh 8:58; 17:24; Kol 1:15-17; Mr 1:11; Yoh 20:28). Bahwa Kristus "tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan" berarti bahwa Ia melepaskan segala hak istimewa dan kemuliaan-Nya di sorga agar kita di bumi ini dapat diselamatkan.[5]

Hal inilah yang benar-benar dikatakan dalam naskah Yunani, yaitu mengesampingkan kemuliaan (Yoh 17:4), kedudukan (Yoh 5:30; Ibr 5:8), kekayaan (2Kor 8:9), segala hak sorgawi (Luk 22:27; Mat 20:28), dan penggunaan sifat-sifat ilahi-Nya (Yoh 5:19; 8:28; Yoh 14:10). "Pengosongan diri-Nya" ini tidak sekadar berarti secara sukarela menahan diri untuk menggunakan kemampuan dan hak istimewa ilahi-Nya, tetapi juga menerima penderitaan, kesalahpahaman, perlakuan buruk, kebencian, dan kematian yang terkutuk di salib.[5]

Untuk ayat-ayat dalam Alkitab yang berbicara tentang Kristus yang mengambil rupa seorang hamba, lihat Markus 13:32; Lukas 2:40-52; Roma 8:3; 2Kor 8:9; Ibrani 2:7,14. Walaupun Ia tetap benar-benar ilahi, Kristus mengambil sifat manusia dengan segala pencobaan, kehinaan, dan kelemahannya, namun Ia tanpa dosa (Filipi 2:7-8; Ibr 4:15).[5]

Ayat 12

Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir,[6]

Orang percaya yang telah diselamatkan oleh kasih karunia harus mengerjakan keselamatan sampai akhir.

  • 1) Orang percaya tidak mengerjakan keselamatan dengan usaha manusia saja, tetapi dengan kasih karunia Allah dan kuasa Roh yang diberikan kepada kita.
  • 2) Agar dapat mengerjakan keselamatan, orang percaya harus menentang dosa dan mengikuti keinginan Roh Kudus di dalam hatinya. Hal ini meliputi usaha yang terus-menerus untuk menggunakan setiap cara yang ditetapkan Allah untuk mengalahkan kejahatan dan menyatakan kehidupan Kristus. Demikianlah, mengerjakan keselamatan berpusat pada pentingnya pengudusan

(lihat Galatia 5:17).

  • 3) Orang percaya mengerjakan keselamatannya dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Kristus (lihat Ibrani 7:25) dan menerima kuasa-Nya untuk berkehendak dan berbuat menurut kerelaan-Nya (lihat Filipi 2:13). Demikianlah orang itu menjadi "kawan sekerja Allah" (1Kor 3:9) dengan menyempurnakan keselamatannya di sorga.[5]

Dalam keselamatan yang dikerjakan melalui Kristus, Paulus menemukan peluang untuk rasa "takut dan gentar." Semua anak Tuhan harus mempunyai ketakutan kudus yang gentar di hadapan Firman Allah (Yesaya 66:2) dan menyebabkan mereka berpaling dari segala kejahatan (Amsal 3:7; 8:13). Ketakutan (bahasa Yunani: phobos=fobos) akan Tuhan bukanlah sekadar "kepercayaan yang disertai rasa hormat," seperti yang sering kali ditegaskan, tetapi meliputi rasa hormat terhadap kuasa, kekudusan, dan pembalasan yang adil dari Allah, dan rasa takut akan berbuat dosa terhadap Dia lalu menghadapi akibat-akibatnya (bandingkan Keluaran 3:6; Mazm 119:120; Lukas 12:4-5). Ini bukanlah ketakutan yang bersifat membinasakan, melainkan ketakutan yang mengendalikan dan memulihkan yang menuntun kepada berkat Allah dan hidup dekat dengan Dia, kepada kesucian moral, dan kepada hidup dan keselamatan (bandingkan Mazmur 5:8; 85:10; Amsal 14:27; 16:6).[5]

Referensi

  1. ^ Willi Marxsen. Introduction to the New Testament. Pengantar Perjanjian Baru: pendekatan kristis terhadap masalah-masalahnya. Jakarta:Gunung Mulia. 2008. ISBN:9789794159219.
  2. ^ John Drane. Introducing the New Testament. Memahami Perjanjian Baru: Pengantar historis-teologis. Jakarta:Gunung Mulia. 2005. ISBN:9794159050.
  3. ^ Filipi 1:1
  4. ^ Filipi 2:5–7
  5. ^ a b c d e f The Full Life Study Bible. Life Publishers International. 1992. Teks Penuntun edisi Bahasa Indonesia. Penerbit Gandum Mas. 1993, 1994.
  6. ^ Filipi 2:12

Lihat pula

Pranala luar