Di Bawah Lindungan Ka'bah (film 1981)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Untuk kegunaan lain, lihat: Di Bawah Lindungan Ka'bah.
Di Bawah Lindungan Ka'bah
SutradaraAsrul Sani
Ditulis olehHamka
Asrul Sani
PemeranCok Simbara
Usman Effendi
Soultan Saladin
Mansyursyah
Rendra Karno
Mutiara Sani
Camelia Malik
Marlia Hardi
Ade Irawan
Rita Zahara
Asrul Sani
Penata musikIdris Sardi
SinematograferLukman Hakim Nain
PenyuntingCassin Abbas
Tanggal rilis
1981
Durasi120 menit
NegaraIndonesia

Di Bawah Lindungan Ka'bah adalah sebuah film drama perjuangan Indonesia yang diproduksi pada tahun 1981. Film yang disutradarai oleh Asrul Sani ini dibintangi antara lain oleh Cok Simbara, Camelia Malik dan Mutiara Sani.

Sinopis

Film ini menceritakan tentang pemberontakan orang Minangkabau (Sumatera Barat) terhadap penjajahan Belanda pada sekitar tahun 1940-an. Ini disebabkan ketidakadilan Belanda terhadap rakyat Indonesia untuk memberikan hak berbicara dan menegakkan kebenaran dalam khotbah - khotbah yang sering dikumandangkan di masjid-masjid oleh para ahli ulama. Pada awalnyadi file ini menceritakan tentang seorang ahli ulama yang berceramah untuk menegakkan kebenaran agar semua orang bersatu dan salin menolong agar menjadi kaum yang lebih maju dan beriman kepada Allah tanpa ada tujuan berpolitik. Akan tetapi, pihak Belanda mengganggap lain anggap dan menangkap seorang ahli ulama tersebut, membawanya ke pengadilan dan kemudian memasukannya ke dalam penjara. Hal ini akhirnya membuat orang Minangkabau membenci pihak Belanda yang tidak berperikemanusiaan.

Film ini juga menceritakan tentang sepasang suami isteri Minangkabau Muslim di Padang. Dalam Islam, seorang suami yang soleh berhak untuk menjaga isterinya. Akan tetapi, si suami dalam film ini sangat ketat dalam mengawasi gerak-geri istrinya, dan kalau ditemukannya ada sebuah kesalahan meskipun sedikit, sang suami akan mendera istrinya habis-habisan untuk melepaskan marah dengan alasan bahwa ini adalah cara yang benar dalam Islam. Akan tetapi jelas istrinya merasa tidak berbuat dosa dengan suaminya dan juga menurut agama Islam tidak diperkenankan cara seperti itu. Pada intinya, sang istri juga ingin menjadi seorang wanita yang mempunyai hidup sendiri. Akhirnya sang istri meminta cerai kerana merasa ditindas dan berharap akan menyelesaikan masalah ini. Akan tetapi nampaknya ulama di kampungnya tidak setuju dengan keputusannya dan tidak peduli terhadap keadaannya dan membiarkan sang istri hidup sengsara dengan mendukung pendapat suaminya. Pada saat itu, sang istri merasa bahwa ajaran Islam seperti menindas kaum wanita, lalu sang istri berkeinginan untuk meninggalkan amal ibadah dan keluar dari ajaran agama Islam. Tetapi hal ini diurungkannya selepas permintaan cerainya diterima oleh pengadilan Syariah di Padang. Sang istri yang telah bercerai ini akhirnya menjadi bersemangat kuat kembali, berkarisma dan berkeinginan untuk menegakkan ajaran agama Islam dan mebela hak bangsa Indonesia - walaupun ditindas oleh pihak penjajah Belanda. Sementara itu, banyak di antara masyarakat Minangkabau yang juga turut berjuang dalam hal yang sama.

Pranala luar