Penyakit mulut dan kuku: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
RianHS (bicara | kontrib)
RianHS (bicara | kontrib)
Baris 48: Baris 48:
Virus PMK dapat masuk ke tubuh hewan peka melalui kontak langsung dengan hewan terinfeksi (terutama melalui [[aerosol]]) dan dengan benda-benda terkontaminasi (seperti pakaian, sepatu, dan kendaraan). Rute penularan berupa konsumsi sampah dapur (''swill feeding'') terutama terjadi pada babi. Anak sapi yang menyusu pada induknya serta inseminasi buatan menggunakan semen terkontaminasi juga menjadi rute transimisi penyakit.{{sfn|OIE|2021|p=1}}
Virus PMK dapat masuk ke tubuh hewan peka melalui kontak langsung dengan hewan terinfeksi (terutama melalui [[aerosol]]) dan dengan benda-benda terkontaminasi (seperti pakaian, sepatu, dan kendaraan). Rute penularan berupa konsumsi sampah dapur (''swill feeding'') terutama terjadi pada babi. Anak sapi yang menyusu pada induknya serta inseminasi buatan menggunakan semen terkontaminasi juga menjadi rute transimisi penyakit.{{sfn|OIE|2021|p=1}}


Penyakit mulut dan kuku tidak menular ke manusia. Meskipun demikian, manusia dapat membawa partikel virus dalam saluran pernapasannya selama 24–48 jam. Hal ini mengakibatkan penerapan swakarantina selama 3– 5 hari oleh personel yang bekerja pada lembaga penelirian. Selama masa wabah penyakit, masa karantina ini dapat dipersingkat menjadi semalaman setelah personel tersebut menjalani mandi secara menyeluruh, berganti pakaian, dan menggunakan [[ekspektoran]].{{sfn|OIE|2021|p=2}}
Penyakit mulut dan kuku tidak menular ke manusia. Meskipun demikian, manusia dapat membawa partikel virus dalam saluran pernapasannya selama 24–48 jam. Hal ini mengakibatkan penerapan swakarantina selama 3– 5 hari oleh personel yang bekerja pada lembaga penelirian. Selama masa wabah penyakit, masa karantina ini dapat dipersingkat menjadi semalaman setelah personel tersebut menjalani mandi secara menyeluruh, berganti pakaian, dan menggunakan [[ekspektoran]].{{sfn|OIE|2021|p=2}} Sebuah artikel ilmiah yang dipublikasikan pada 1997 menyatakan bahwa virus PMK telah diisolasi dari lebih dari 40 orang; serotipe O menjadi serotipe yang paling banyak diisolasi, yang diikuti oleh serotipe C, dan paling jarang serotipe A.<ref>{{Cite book|last=Bauer|first=K.|date=1997|url=http://link.springer.com/10.1007/978-3-7091-6534-8_9|title=Foot-and-mouth disease as zoonosis|location=Vienna|publisher=Springer Vienna|isbn=978-3-211-83014-7|editor-last=Kaaden|editor-first=Oskar-Rüger|pages=95–97|language=en|doi=10.1007/978-3-7091-6534-8_9|editor-last2=Czerny|editor-first2=Claus-Peter|editor-last3=Eichhorn|editor-first3=Werner}}</ref>


== Diagnosis ==
== Diagnosis ==
{{sect-stub}}
{{sect-stub}}

Revisi per 6 Mei 2022 14.52

Penyakit mulut dan kuku
Erosi pada lidah akibat infeksi virus PMK
Informasi umum
SpesialisasiPenyakit menular, kedokteran hewan Sunting ini di Wikidata
PenderitaTerutama hewan berkuku belah
PenyebabVirus PMK
Aspek klinis
Gejala dan tandaLepuh (vesikel) di bagian mulut, hidung, dan di sela kuku
Awal muncul2-14 hari

Penyakit mulut dan kuku (biasa disingkat PMK; bahasa Inggris: foot and mouth disease, disingkat FMD) adalah penyakit hewan yang sangat menular akibat infeksi virus penyakit mulut dan kuku (FMDV). Penyakit ini dicirikan oleh luka (berupa lepuh dan erosi) di bagian mulut dan kuku pada hewan berkuku genap, terutama sapi dan babi.

Penyebab

Penyakit mulut dan kuku disebabkan oleh virus penyakit mulut dan kuku (FMDV) yang termasuk dalam famili Picornaviridae dan genus Aphthovirus. Virus ini memiliki asam nukleat berupa RNA rantai tunggal dan terdiri atas enam serotipe, yaitu A, O, C, SAT1, SAT2, SAT3, dan Asia1; masing-masing serotipe tidak memberikan reaksi silang.[1]

Hewan rentan

Secara umum, hewan berkuku belah (Artiodactyla) merupakan inang alami virus ini. Sapi, kerbau, babi, kambing, dan domba merupakan hewan domestik yang rentan terinfeksi. Di Afrika, kerbau afrika merupakan hewan yang berperan sebagai reservoir serotipe SAT. Satwa liar seperi rusa (seperti Odocoileus hemionus,[2] kijang, dan rusa sika)[3] antelop, babi liar, jerapah, dan unta baktria (Camelus bactrianus) juga rentan terhadap infeksi virus. Selain hewan berkuku belah, virus PMK juga dapat menginfeksi anjing, landak, beruang, gajah, armadillo, kanguru, nutria, dan kapibara.[4]

Tanda klinis

Luka pada kaki babi yang menderita PMK

Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 14 hari. Hewan yang terinfeksi FMDV menunjukkan tanda klinis yang bervariasi mulai dari ringan hingga berat, tergantung pada spesies dan umur hewan, serotipe virus, serta jumlah paparan virus. Sapi dan babi yang dipelihara secara intensif menunjukkan manifestasi klinis yang lebih berat dibandingkan domba dan kambing. Ciri khas penyakit ini adalah munculnya lepuh (atau vesikel) di bagian hidung, lidah, bibir, di dalam rongga mulut, di sela kuku, dan di puting. Jika pecah, lepuh tersebut akan mengakibatkan hewan menjadi lemas dan enggan bergerak atau makan. Umumnya, bagian tubuh yang melepuh akan pulih dalam tujuh hari, tetapi komplikasi (misalnya akibat infeksi bakteri) juga dapat terjadi.[1]

Tanda klinis lain yang sering ditemukan yakni demam, depresi, hipersalivasi, penurunan nafsu makan, berat badan, dan produksi susu, dan hambatan pertumbuhan. Umumnya, hewan dewasa akan pulih dalam 2-3 pekan.[5] Hewan yang terinfeksi secara kronis mengalami penurunan produksi susu sebanyak 80%. Miositis dapat terjadi pada bagian tubuh lainnya. Selain itu, kematian dapat terjadi, bahkan sebelum munculnya lepuh, akibat miokarditis multifokal. Tingkat kematian pada hewan dewasa relatif rendah (1-5%), tetapi pada sapi, domba, dan babi berusia muda cukup tinggi (hingga 20%).[1]

Penularan

Sekresi dan ekskresi dari hewan yang terinfeksi akut, termasuk udara yang dihembuskan, air liur, air susu, urine, tinja, semen, cairan dari vesikel, hingga cairan amnion janin domba teraborsi merupakan sumber virus. Virus diproduksi dalam jumlah tertinggi pada saat vesikel robek dan saat kemunculan sebagian besar tanda klinis. Selain dari hewan hidup, daging dan produk sampingan lainnya dapat membawa virus. Sebagai manajemen risiko untuk meminimalkan risiko penularan dari daging, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) merekomendasikan perlakuan karkas berupa tanpa tulang, tanpa kelenjar getah bening, telah dilayukan selama 24 jam pada temperatur di atas 2 oC, dan memiliki pH di bawah 6 jika diukur pada pertengahan kedua otot longissimus dorsi.[6]

Hewan yang telah pulih dari penyakit dapat bertindak sebagai pembawa virus. Biasanya, sapi menjadi pembawa virus dalam jangka waktu tidak lebih dari enam bulan. Meskipun demikian, sebagian kecil sapi dapat membawa virus selama tiga tahun.[4]

Virus PMK dapat masuk ke tubuh hewan peka melalui kontak langsung dengan hewan terinfeksi (terutama melalui aerosol) dan dengan benda-benda terkontaminasi (seperti pakaian, sepatu, dan kendaraan). Rute penularan berupa konsumsi sampah dapur (swill feeding) terutama terjadi pada babi. Anak sapi yang menyusu pada induknya serta inseminasi buatan menggunakan semen terkontaminasi juga menjadi rute transimisi penyakit.[4]

Penyakit mulut dan kuku tidak menular ke manusia. Meskipun demikian, manusia dapat membawa partikel virus dalam saluran pernapasannya selama 24–48 jam. Hal ini mengakibatkan penerapan swakarantina selama 3– 5 hari oleh personel yang bekerja pada lembaga penelirian. Selama masa wabah penyakit, masa karantina ini dapat dipersingkat menjadi semalaman setelah personel tersebut menjalani mandi secara menyeluruh, berganti pakaian, dan menggunakan ekspektoran.[7] Sebuah artikel ilmiah yang dipublikasikan pada 1997 menyatakan bahwa virus PMK telah diisolasi dari lebih dari 40 orang; serotipe O menjadi serotipe yang paling banyak diisolasi, yang diikuti oleh serotipe C, dan paling jarang serotipe A.[8]

Diagnosis


Penanganan


Pengobatan


Vaksinasi


Pelaporan


Epidemiologi

Catatan kasus di Indonesia

Ledakan wabah PMK pertama kali diketahui di Indonesia tahun 1887 di daerah Malang, Jawa Timur, kemudian penyakit menyebar ke berbagai daerah seperti Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan. Kampanye vaksinasi massal memberantas PMK dimulai tahun 1974 sehingga pada periode 1980-1982 tidak tercatat lagi kasus PMK. Pada tahun 1983 tiba-tiba muncul lagi kasus di Jawa Tengah dan menular ke mana-mana. Melalui program vaksinasi secara teratur setiap tahun, wabah dapat dikendalikan dan kasus PMK tidak muncul lagi. Pada tahun 1986 Indonesia menyatakan bebas PMK. Hal ini diakui di lingkungan ASEAN sejak 1987 dan diakui secara internasional oleh Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE) sejak 1990.

Catatan kaki

  1. ^ a b c "Foot and mouth disease". OIE. Diakses tanggal 6 Mei 2022. 
  2. ^ Rhyan, Jack; McCollum, Matthew; Gidlewski, Thomas; Shalev, Moshe; Ward, Gordon; Donahue, Brenda; Arzt, Jonathan; Stenfeldt, Carolina; Mohamed, Fawzi (2020). "FOOT-AND-MOUTH DISEASE IN EXPERIMENTALLY INFECTED MULE DEER (ODOCOILEUS HEMIONUS)". Journal of Wildlife Diseases. 56 (1): 93–104. ISSN 1943-3700. PMID 31329525. 
  3. ^ Gibbs, E.P.J.; Herniman, K.A.J.; Lawman, M.J.P. (1975). "Studies with foot-and-mouth disease virus in British deer (muntjac and sika)". Journal of Comparative Pathology. 85 (3): 361–366. doi:10.1016/0021-9975(75)90022-5. 
  4. ^ a b c OIE 2021, hlm. 1.
  5. ^ OIE 2021, hlm. 3.
  6. ^ OIE (2021), "Chapter 8.8 Infection with Foot and Mouth Disease Virus", Terrestrial Animal Health Code 
  7. ^ OIE 2021, hlm. 2.
  8. ^ Bauer, K. (1997). Kaaden, Oskar-Rüger; Czerny, Claus-Peter; Eichhorn, Werner, ed. Foot-and-mouth disease as zoonosis (dalam bahasa Inggris). Vienna: Springer Vienna. hlm. 95–97. doi:10.1007/978-3-7091-6534-8_9. ISBN 978-3-211-83014-7. 

Daftar pustaka

Pranala luar