Tang Kim Teng

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tang Kim Teng (1921-2003) adalah seorang pejuang Tionghoa kelahiran Singapura yang berkiprah di Indonesia. Ia adalah seorang Tionghoa totok yang bergabung dengan Resimen IV, Divisi IX Banteng wilayah Sumatera Tengah. Bertugas mencari senjata, bahan peledak, seragam tentara, sepatu, obat-obatan dan perbekalan lainnya di Singapura. Dia menjadi anggota Legiun Veteran RI Riau dan dianugerahi Satya Lencana Perang Kemerdekaan.[1]

Kontribusi sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia[sunting | sunting sumber]

Kiprahnya berawal dari ajakan dua sahabatnya, yaitu Tan Teng Hun dan Hasan Basri. Mereka meminta Kim Teng untuk membantu perjuangan Indonesia. Meski bukan orang asli Indonesia, Kim Teng bersedia ikut berjuang. Dia kemudian menjadi anak buah Letnan Satu (Lettu) RA Priodipuro, di Resimen IV Riau. Kim Teng bukan satu-satunya pemuda Tionghoa dalam resimen itu. Setidaknya ada delapan orang Tionghoa lain dan satu orang India dalam resimen tersebut. Salah satu tugas Kim Teng adalah menjadi mata-mata Indonesia dan mengurusi perbekalan. Adapun perbekalan yang harus disedikan Kim Teng meliputi amunisi, bahan peledak, senjata, pakaian tentara, sepatu, obat-obatan dan kebutuhan prajurit lainnya. Tentu ini bukan tugas mudah. Untuk memenuhi tugas itu, dia harus menyelundupkan senjata dan perbekalan tersebut dari Singapura ke Pekanbaru melalui jalan laut. Sedangkan Tan Ten Hung temannya, bertugas mengambil barang-barang tersebut di Pekanbaru.

Tantangan mengirimkan senjata dan perbekalaan makin berat dilakukan saat berlangsungnya Agresi Militer I dan II Belanda. Kim Teng bahkan harus menyamar menjadi pedagang untuk bisa menembus barikade penjagaan Belanda di perairan rute Riau-Singapura. Usaha penyelundupan Kim Teng nyaris saja gagal saat kapal yang dibawanya diberhentikan kapal patroli Belanda di perairan Tanjung Samak. Waktu itu, dia membawa senjata yang disembunyikan di bawah tumpukan garam curah.

Bukan hanya sekali itu saja Kim Teng harus berurusan dengan kapal patroli Belanda. Ia harus kucing-kucingan dengan Angkatan Laut Belanda, yaitu pengawal pantai RP Belanda dan P-8 Kapal Perusak di perairan Selat Malaka. Rekan seperjuangan Kim Teng, Burhanuddin, memberikan kesaksian kegigihan Kim Teng. Dengan kapal pengangkut sagu yang sederhana, Kim Teng berulang kali berlayar dalam cuaca buruk untuk menembus blokade laut yang dilakukan AL Belanda. Atas kegigihannya, Kim Teng yang semula diragukan oleh para pejuang Indonesia karena bukan orang asli Indonesia, akhirnya semakin mendapat kepercayaan. Seorang pejuang bernama Syafei Abdullah yang semula ragu terhadap Kim Teng lalu semakin mantap memberikan kepercayaan setelah melihat Kim Teng berulang kali dengan menggunakan sampan kayuh, mengantar dan membongkar perbekalan yang dibutuhkan pejuang.

Kedai kopi Tang Kim Teng dan akhir hayat[sunting | sunting sumber]

Usai masa perjuangan berlalu dan Indonesia meraih kemerdekaan, Kim Teng kemudian membuka kedai kopi.

Kim Teng wafat pada tanggal 6 Mei 2003 di Pekanbaru, setahun setelah pindah ke kedai yang baru.[2] Ia dimakamkan di Pekuburan Warga Tionghoa Rumbai dengan upacara militer layaknya Tentara Veteran Republik Indonesia.[2]

Saat ini, Kedai Kopi Kim Teng menjadi salah satu tujuan wisata kuliner yang terkenal dan dianggap harus dikunjungi jika berwisata di Pekanbaru, Riau.[3]

Referensi[sunting | sunting sumber]