Tanaman yang Kurang Dimanfaatkan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Tanaman yang kurang dimanfaatkan (underutilized crops) adalah tanaman yang tidak ditanam secara komersial dalam skala besar atau diperdagangkan secara luas. Tanaman yang kurang dimanfaatkan adalah spesies tanaman yang kurang dikenal dalam hal pemasaran dan penelitian, tetapi beradaptasi dengan baik dengan kondisi marjinal dan stres. Dari penelitian yang sedang berlangsung di seluruh dunia, terbukti bahwa tumbuhan liar yang kurang dimanfaatkan memiliki nilai gizi yang tinggi. Spesies tanaman ini adalah sumber vitamin dan mineral yang baik, tetapi sekarang menjadi kurang penting. Karena sebagian besar spesies ini hampir punah, ada kebutuhan untuk mengumpulkan dan menyebarkan pengetahuan itu untuk membantu mempertahankan tradisi budaya dan memfasilitasi penelitian tentang sejarah makanan dan sumber makanan baru.[1]

Tanaman yang kurang dimanfaatkan, kurang dihargai atau diabaikan atau tanaman minor yang sudah dibudidayakan, tetapi kurang dimanfaatkan secara regional atau global. Produksi global dan nilai pasar masih relatif rendah. Beberapa spesies tanaman ini mungkin tersebar luas secara global, tetapi terbatas pada sistem produksi dan konsumsi yang lebih lokal. Banyak dari tanaman tradisional ini ditanam untuk makanan, serat, pakan ternak, minyak, dan sebagai sumber obat tradisional. Tanaman tersebut memainkan peran utama dalam penghidupan masyarakat lokal dan sering kali memiliki nilai sosial, budaya, dan sebagai obat. Dengan adaptasi yang baik pada lahan yang sering kali marjinal, mereka merupakan bagian penting dari makanan lokal masyarakat yang menyediakan komponen nutrisi yang berharga, yang sering kali kurang pada tanaman pokok.[2]

Istilah kurang dimanfaatkan (underutilized) atau disebut juga yatim piatu (orphan), minor (minor), tanaman baru (new crops), dan diabaikan (neglected). Spesies tanaman ini berpotensi tetapi tidak digunakan karena berbagai alasan. Alasan tersebut termasuk jenis yang belum dikategorikan sebagai tanaman utama, kurang penelitian yang memadai dan saat ini mengalami konsumsi dan pemanfaatan yang rendah. Budidaya tanaman yang kurang dimanfaatkan menyediakan keanekaragaman hayati genetik yang lebih besar, dan berpotensi meningkatkan ketahanan pangan.[3] Spesies tanaman yang kurang dimanfaatkan atau terabaikan sering kali merupakan spesies tanaman asli yang masih digunakan pada tingkat tertentu di dalam komunitas lokal, nasional atau bahkan internasional.[4]

Sebagai akibat dari Revolusi Hijau, banyak di antara spesies dan varietas tanaman tradisional dan lokal telah digantikan oleh budidaya tanaman pokok dengan hasil tinggi yang dikembangkan oleh program pemuliaan modern. Tanaman tersebut biasanya tidak memenuhi standar modern untuk keseragaman dan karakteristik lainnya karena telah diabaikan oleh pemulia. Tanaman tersebut cenderung kurang kompetitif di pasar dibandingkan dengan budidaya komersial.[2]

Jejaring sosial (networking) untuk tanaman yang kurang dimanfaatkan membutuhkan banyak klarifikasi internasional. Hal tersebut diakui sebagai menggunakan tanaman yang kurang dimanfaatkan untuk memperluas basis pertanian dan memasukkannya ke dalam pemanfaatan berkelanjutan, memenuhi kebutuhan nutrisi dan pendapatan masyarakat lokal, dan memenuhi kebutuhan di tingkat nasional. Meskipun demikian, banyak negara melihat hal ini sebagai tujuan peningkatan komoditas tertentu yang kurang dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan ekspor dari produk tertentu.[5]

Tanaman yang telah dilupakan selama beberapa abad terakhir sedang ditemukan kembali. Ilmuwan dan pembuat kebijakan sekarang mulai menyadari nilai dari apa yang disebut tanaman orphan atau yang telah dikenal masyarakat lokal selama beberapa generasi. Tanaman ini juga dikenal sebagai tanaman terabaikan (neglected), kurang dimanfaatkan (underutilized), minor (minor), tanaman yang menjanjikan (promising crops), tanaman yatim piatu (orphan crops). Pemerintah jarang mengalokasikan sumber daya untuk promosi dan pengembangan tanaman tersebut. Hal ini menyebabkan petani lebih jarang menanamnya, mengurangi akses ke benih berkualitas tinggi, dan hilangnya pengetahuan tradisional.[6]

Sepanjang sejarah manusia, dari sekitar 30.000 spesies tanaman yang dapat dimakan, 6.000 - 7.000 spesies telah dibudidayakan untuk dimakan. Namun, saat ini kami hanya menanam sekitar 170 tanaman dalam skala yang signifikan secara komersial. Neglected crops atau tanaman yang terbengkalai ini umumnya merupakan tanaman asli atau tradisional yang tumbuh subur di wilayah tertentu di dunia. Tanaman ini disebut demikian karena beberapa alasan seperti ditanam di wilayah geografis yang kecil, memiliki hasil yang rendah, memerlukan pemrosesan yang ekstensif, rentan terhadap hama atau belum diteliti dengan baik. Tanaman ini tidak pernah masuk ke pasar global dan karenanya banyak orang tidak pernah tahu keberadaannya.[7]

Manfaat[sunting | sunting sumber]

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), beberapa manfaat dari tidak mengabaikan tanaman yang kurang dimanfaatkan sebagai berikut:[7]

1. Tanaman yang kurang dimanfaatkan memperkaya pola makan. Tanaman tradisional sering kali sangat bergizi dan dapat memberi pola makan yang lebih seimbang.

2. Tanaman yang kurang dimanfaatkan melindungi pertanian dunia. Dengan mengandalkan begitu sedikit tanaman sebagi pangan dunia, maka pangan dunia dapat menjadi rentan terhadap satu penyakit atau hama dimana dapat menghancurkan sebagian besar sistem pangan dunia.

3. Tanaman yang kurang dimanfaatkan mengalahkan perubahan iklim dengan caranya sendiri. Tanaman tradisional sangat berguna karena banyak yang memiliki sifat tahan iklim, seperti mampu bertahan dari banjir atau kekeringan.

4. Tanaman yang kurang dimanfaatkan menjaga pengetahuan tradisional tetap hidup. Bukan hanya tanaman tradisional yang diabaikan, tetapi juga cara tradisional untuk menanam dan memanen.

5. Tanaman yang kurang dimanfaatkan dapat meningkatkan mata pencaharian petani skala kecil dan produsen lokal. Beberapa tanaman tradisional memiliki potensi komersial yang baik untuk skala kecil atau keluarga petani.

Contoh[sunting | sunting sumber]

Menurut International Centre for Underutilised Crops (ICUC), beberapa contoh tanaman yang kurang dimafaatkan di Asia adalah Chenopodium quinoa (kinoa), Carica papaya (pepaya gunung atau karika), Passiflora edulis (markisa), Tamarindus indica (asam jawa), Momordica spp. (termasuk peria atau pare), Moringa oleifera (kelor), Dioscorea spp. (termasuk gembili dan gembolo).[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Kour, Simrandeep; Bakshi, Parshant; Sharma, Arti; Wali, V.K.; Jasrotia, Amit; Kumari, Shilpy (2018). "Strategies on Conservation, Improvement and Utilization of Underutilized Fruit Crops" (PDF). International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences. 7 (3): 638. doi:10.20546/ijcmas.2018.703.075. 
  2. ^ a b Ebert, Andreas W. (January 2014). "Potential of Underutilized Traditional Vegetables and Legume Crops to Contribute to Food and Nutritional Security, Income and More Sustainable Production Systems". Sustainability. 6: 323. doi:10.3390/su6010319. 
  3. ^ Poku, F. Baa (November 2017). "Review on the Role of Underutilized Crops in Achieving Food Security in Ghana: Implications for Policy". Ghana Journal of Agricultural Science. 52: 114. 
  4. ^ Mayes, S.; Massawe, F. J.; Alderson, P. G.; Roberts, J. A.; Azam-Ali, S. N.; Hermann, M. (November 2011). "The Potential for Underutilized Crops to Improve Security of Food Production". Journal of Experimental Botany: 1. doi:10.1093/jxb/err396. 
  5. ^ a b Williams, J. T.; Haq, N. (2002). Global Research on Underutilized Crops (PDF). Southampton, UK: International Centre for Underutilised Crops. hlm. 14–25. ISBN 92-9043-545-3. 
  6. ^ Food and Agriculture Organization (FAO) (2017-08-28). "Promoting Neglected and Underutilized Crop Species". Food and Agriculture Organization (FAO). Diakses tanggal 2020-11-26. 
  7. ^ a b Food and Agriculture Organization (FAO) (2018-10-02). "Once Neglected, These Traditional Crops are Our New Rising Stars". Food and Agriculture Organization (FAO). Diakses tanggal 2020-11-26.