Status sosial ekonomi dan kesehatan mental

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Status Sosial Ekonomi[sunting | sunting sumber]

Sebelum membahas status sosial ekonomi, sebaiknya kita perlu tahu pengertian dari status itu sendiri. Menurut Soerjono Soekanto dalam Sastrawati (2020) menjelaskan tentang pengertian status yaitu: a) posisi dalam hierarki, b) platform untuk hak dan kewajiban. c) aspek status peran. d) prestise yang terkait dengan satu posisi, dan e) jumlah peran ideal seseorang.[1]

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa status adalah tempat atau kedudukan seseorang dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dalam suatu kelompok sosial. Definisi ini juga dapat dijadikan acuan dari pengertian status sosial yang menempatkan status dalam arti yang lebih luas, yaitu dalam masyarakat..

Major Polak dalam Taluke, dkk (2021) membagi status menjadi dua aspek yaitu aspek struktural dan aspek fungsional, aspek struktural memiliki sifat hierarkis yang menyiratkan tinggi rendahnya perbandingan atas status lainnya. Sedangkan aspek fungsional adalah peranan sosial yang ada kaitannya dengan status tertentu milik seseorang.[2]

Status atau kedudukan adalah tempat atau kedudukan seseorang dalam suatu kelompok sosial, terhadap orang lain dalam kelompok tersebut, atau kedudukan suatu kelompok yang lebih besar.

Status atau jabatan yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan dapat dikategorikan ke dalam status objektif dengan hak dan kewajiban yang lepas dari individu. Sedangkan pendidikan dan kekayaan termasuk dalam kategori status subjektif atau status yang berasal dari hasil penilaian orang lain..

Status sosial ekonomi dapat diartikan suatu kemampuan finansial keluarga dan perlengkapan materi yang dimiliki.[3] Selain itu Santrock juga menyebutkan dalam Indrawati (2015) bahwa status sosial ekonomi dapat dipandang sebagai pengelompokan orang-orang berdasarkan kesamaan karakteristik pekerjaan, pendidikan ekonomi.[4]

Status sosial ekonomi juga mempunyai peranan penting terhadap interaksi sosial. Menurut Abdulsyani dalam Widodo, A.S (2013) menyebutkan individu dengan status sosial ekonomi yang tergolong mampu, dia akan dapat berinteraksi sosial dengan baik.[5]

Status sosial ekonomi menunjukkan ketidaksetaraan tertentu, dimana anggota masyarakat memiliki pekerjaan yang bervariasi prestasinya, dan beberapa individu memiliki akses yang lebih besar terhadap pekerjaan berstatus lebih tinggi dibanding dengan orang lain, tingkat pendidikan yang berbeda, akses yang lebih besar terhadap pendidikan yang lebih baik dibanding orang lain, sumber daya ekonomi yang berbeda, dan tingkat kekuasaan untuk mempengaruhi institusi masyarakat.[4]

Sudarsono menyatakan bahwa standar umum sebagai indikator objektif dan subjektif status sosial ekonomi antara lain sebagai berikut:

  1. Pendidikan
  2. Tingkat posisi menggunakan skor
  3. Penghasilan bagi mereka yang bekerja dalam bentuk gaji atau upah
  4. Kepemilikan barang berharga yang dapat dilihat langsung oleh orang lain yang diduga sebagai lambang atau tanda status sosial yang telah mendapat pengakuan dari masyarakat atau lingkungan sekitar
  5. Terdapat pengakuan dari masyarakat atau lingkungan tempat tinggalnya sebagai indikator subjektif[1]

Tingkatan Status Sosial Ekonomi[sunting | sunting sumber]

Menurut M. Arifin Noor dalam Manilet (2017) ada tiga tingkatan status sosial ekonomi di masyarakat diantaranya adalah sebagai berikut:[6]

Kelas atas

Berasal dari golongan kaya raya seperti golongan konglomerat, kelompok eksekutif, dan lain sebagainya. Pada kelas ini semua kebutuhan hidup dapat dipenuhi dengan mudah.Golongan kelas atas merupakan golongan keluarga atau kehidupan rumah tangga yang serba kecukupan dalam berbagai hal baik itu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Dapat dikatakan golongan kelas atas in adalah golongan kemampuan ekonominya melebihi kebnutuhan hidupnya dari harta kekayaan yang lebih banyak.

Kelas menengah

Kelas ini biasanya identik dengan para kaum profesional dan para pemilik usaha dan bisnis yang lebih kecil. Kelas menengah merupakan golongan yang memiliki kemampuan di bawah golongan kelas atas dan di atas golongan kelas bawah. Dapat dikatakan golongan kelas menengah ini adalah golongan yang dalam kehidupannya tidak berlebihan, namun selalu cukup dalam memenuhi kebutuhannya.

Kelas bawah

Kelas bawah adalah golongan yang memperoleh pendapatan atas kerja yang telah dilakukannya, namun jumlah pendapatannya lebih kecil dari kebutuhannya. Golongan kelas bawah seperti pembantu rumah tangga, pengangkut sampah, dan lain-lain.

Ukuran Status Sosial Ekonomi[sunting | sunting sumber]

Menurut pendapat Basrowi dalam Wijanto, W dan Ulfa, I.F (2016) untuk menentukan kedudukan status sosial ekonomi seseorang di dalam masyarakat dapat menggunakan ukuran di bawah ini:[7]

Ukuran kekayaan

Ukuran kekayaan adalah dasar yang paling banyak digunakan dalam pelapisan sosial.

Ukuran kekuasaan

Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang yang besar maka akan masuk pada lapisan atas dan sebaliknya jika seseorang tidak memiliki kekuasaan maka masuk dalam lapisan bawah.

Ukuran kehormatan

Ukuran kehormatan mungkin terlepas dari ukuran kekayaan dan kekuasaan. Orang yang disegani dan dihormati mendapatkan tempat teratas dalam lapisan sosial. Hal seperti ini terdapat pada masyarakat tradisional yang masih terjaga adatnya.

Ukuran ilmu pengetahuan

Terkadang masyarakat salah persepsi, karena masyarakat hanya meninjau dari segi gelar yang didapatkan seseorang saja, sehingga hal ini dapat menimbulkan kecurangan yang mana seseorang yang ingin ada pada lapisan atas akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan gelar yang dikehendaki.

Faktor-Faktor yang Mempengarui Status Sosial Ekonomi[sunting | sunting sumber]

Faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya status ekonomi di Masyarakat diantaranya adalah tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan dan sosial.

Pendidikan

Berdasarkan IKIP Semarang dalam Haderani (2018) menyebutkan pendidikan adalah aktivitas dan usaha untuk meningkatkan kepribadian dengan jalan membina potensi pribadinya, yaitu rohani (pikiran, cipta, rasa dan hati nurani) dan jasmani (panca indera dan keterampilan).[8] Pendidikan dilaksanakan dengan jalur menempuh pendidikan di sekolah (pendidikan formal) dan pendidikan di luar sekolah (pendidikan non formal). Pendidikan formal biasanya terdiri dari pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.[8]

Pekerjaan

Pekerjaan dapat mempengaruhi kehidupan pribadi seseorang, pekerjaan seseorang berbeda-beda, perbedaan itulah yang menyebabkan perbedaan tingkat penghasilan, ada yang rendah dan ada yang tinggi tergantung pada pekerjaan yang ditekuninya.[4]

Pendapatan

Menurut Sumardi dalam Yerikho (2007) menyebutkan bahwa pendapatan seseorang yang diterimanya akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya.[9]

Sosial

Kedudukan sosial dalam masyarakat memiliki peran penting dalam membentuk tingkah laku, dan sikap seseorang. Kedudukan sosial juga dapat mempengaruhi cara pandang seseorang. Sosial yang dimaksud adalah pekerjaan yang dimiliki atau yang dilaksanakan. Jika seseorang tersebut adalah seorang pemilik atau kepala dalam pekerjaan, tentu orang tersebut memiliki kekuasaan dan wewenang lebih dari bawahannya. Orang itu akan lebih dihormati dan mempunyai wibawa yang terpandang.

Kesehatan Mental[sunting | sunting sumber]

Istilah kesehatan mental diambil dari konsep mental hygiene. Kata mental diambil dari bahasa Yunani, pengertianya sama dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Menurut Notosoedirjo & Latipun dalam Hidayah, dkk (2019) istilah mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan.[10]

Kesehatan mental merupakan komponen dasar dari definisi kesehatan. Kesehatan mental yang baik memungkinkan orang untuk menyadari potensi mereka, mengatasi tekanan kehidupan yang normal, bekerja secara produktif dan berkontribusi pada komunitas mereka.[11]

Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa kesehatan jiwa didefinisikan sebagai kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.[12]

Menurut seorang ahli kesehatan Merriam Webster kesehatan mental adalah keadaan emosional dan psikologis yang baik, dimana individu dapat memanfaatkan kemampuan kognisi dan emosi berfungsi dalam komunitasnya dan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.[13]

Menurut Federasi Kesehatan Mental Dunia (World Federation for Mental Health) menyebutkan bahwa kesehatan mental adalah kondisi yang memungkinkan adanya perkembangan yang optimal, baik secara fisik, intelektual dan emosional sepanjang sesuai dengan keadaan orang lain. Sebuah masyarakat yang baik adalah masyarakat yang membolehkan perkembangan ini pada anggota masyarakatnya selain pada saat yang sama menjamin dirinya berkembang dan toleran kepada masyarakat yang lain.[14]

Dalam konteks Federasi Kesehatan Mental Dunia disebutkan bahwa kesehatan mental itu tidak cukup dalam pandangan individua belaka tetapi sekaligus mendapatkan dukungan dari masyarakatnya untuk berkembang secara optimal.

Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik, keduanya memiliki hubungan satu sama lain, jika seseorang fisiknya terganggu maka dapat dikatakan mentalnya atau psikisnya juga akan terganggu, begitupun sebaliknya. Sehat dan sakit adalah kondisi biopsikososial yang menyatu dalam kehidupan manusia.

Kesehatan mental merupakan pendekatan multidisiplin yang mencakup promosi kesejahteraan, kesehatan mental dan pencegahan penyakit.[15]

Ciri Pokok Mental yang Sehat

Ada 3 (tiga) ciri pokok mental yang sehat yaitu:

  1. Seseorang melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan atau melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan atau melakukan usaha untuk menguasai, dan mengontrol lingkungannya, sehingga tidak pasif menerima begitu saja kondisi sosialnya.
  2. Seseorang menunjukkan keutuhan kepribadiannya mempertahankan integrasi kepribadian yang stabil didapat dari pengaturan yang aktif.
  3. Seseorang mempersepsikan dunia dan dirinya dengan benar, independen dalam hal kebutuhan pribadi.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mnnyebutkan bahwa kesehatan mental merupakan kemampuan adaptasi seseorang dengan dirinya sendiri dan dengan alam sekitar secara umum, sehingga dapat merasakan perasaan senang, bahagia, hidup dengan lapang, berprilaku secara normal, dan mampu menghadapi juga menerima berbagai kenyataan dalam hidup.

Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental[sunting | sunting sumber]

Terdapat dua hal besar yang dapat mempengarui kesehatan mental diantaranya adalah faktor internal dan eksternal.

Faktor Internal

Seperti kepribadian, kondisi fisik, perkembangan dan kematangan, kondisi psikologis, keberagaman, sikap dalam menghadapi masalah kehidupan, kebermaknaan hidup, dan keseimbangan dalam berfikir.

Faktor Eksternal

Misalnya, keadaan sosial, ekonomi, politik, adat, dan sebagainya.

Dari kedua faktor ini yang paling dominan mempengaruhi adalah faktor internal, disebutkan bahwa ketenangan hidup, ketenangan jiwa atau kebahagiaan batin itu tidak banyak berpengaruh dari faktor-faktor eksternal seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, ada sebagainya. Namun, lebih tergantung pada cara dan sikap menghadapi faktor-faktor tersebut.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Sastrawati, Nila (2020). "Konsumtivisme dan status sosial ekonomi masyarakat". El-Iqthisadi: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum. 2.1: 17–26. 
  2. ^ Taluke, Jeverson, Lisbeth Lesawengen, and Evie AA Suwu (2021). "Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua terhadap Tingkat Keberhasilan Mahasiswa di Desa Buo Kecamatan Loloda Kabupaten Halmahera Barat". HOLISTIK, Journal Of Social and Culture. 
  3. ^ Basrowi -; Juariyah, Siti (2010). "Analisis Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Srigading, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur". Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. 7 (1). doi:10.21831/jep.v7i1.577. ISSN 2655-5182. 
  4. ^ a b c Indrawati, Endang Sri (2015). "Status sosial ekonomi dan intensitas komunikasi keluarga pada ibu rumah tangga di Panggung Kidul Semarang Utara". Jurnal Psikologi. 14.1: 52–57. 
  5. ^ Widodo, A.S (2013). "Harga diri dan interaksi sosial ditinjau dari status sosial ekonomi orang tua" (PDF). Persona: Jurnal Psikologi Indonesia. 2.2. 
  6. ^ Manilet, Saida dan Moh. Safari Rabrusun, 2017. "Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam di Kelas VIII SMP Negeri IX Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur" (PDF). Diakses tanggal 2022-04-03. 
  7. ^ Wijianto, W., & Ulfa, I. F. (2016). "Pengaruh Status Sosial dan Kondisi Ekonomi Keluarga terhadap Motivasi Bekerja bagi Remaja Awal (Usia 12-16 Tahun) di Kabupaten Ponorogo". Al Tijarah. 2.2: 190–210. 
  8. ^ a b Haderani, H (2018). "Tinjauan Filosofis Tentang Fungsi Pendidikan Dalam Hidup Manusia". Tarbiyah: Jurnal Ilmiah Kependidikan. 7.1. 
  9. ^ Yerikho, J (2007). "Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Pendidikan Anak". Jurnal Penelitian Pendidikan UPI Bandung. 
  10. ^ Hidayah, F., Pusari, R. W., & Rakhmawati, E (2019). "Analisa Penggunaan Gadget terhadap Kesehatan Mental Anak Usia Dini". Seminar Nasional PAUD 2019: 119–126. 
  11. ^ "Mental health action plan 2013 - 2020". www.who.int (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-03-30. 
  12. ^ "UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa [JDIH BPK RI]". peraturan.bpk.go.id. Diakses tanggal 2022-03-30. 
  13. ^ Zulkarnain, Zulkarnain; Fatimah, Siti (2019-07-18). "Kesehatan Mental dan Kebahagiaan: Tinjauan Psikologi Islam". Mawaizh: Jurnal Dakwah dan Pengembangan Sosial Kemanusiaan (dalam bahasa Inggris). 10 (1): 18–38. doi:10.32923/maw.v10i1.715. ISSN 2614-5820. 
  14. ^ admin (2013-10-25). "Definisi Kesehatan Mental". Madani Foundation. Diakses tanggal 2022-03-01. 
  15. ^ Ulya, Fatya (2021). "Literature Review Of Factors Related To Mental Health In Adolescent: Kajian Literatur Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Mental Pada Remaja". Journal of Health and Therapy. 1: 27–46.