Sistem pembayaran

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sistem pembayaran mencakup seperangkat aturan, lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi.[1] Sistem Pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain.

Media yang digunakan untuk pemindahan nilai uang tersebut sangat beragam, mulai dari penggunaan alat pembayaran yang sederhana sampai pada penggunaan sistem yang kompleks dan melibatkan berbagai lembaga berikut aturan mainnya. Kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia.

Dalam menjalankan mandat tersebut, Bank Indonesia mengacu pada empat prinsip kebijakan sistem pembayaran, yakni keamanan, efisiensi, kesetaraan akses dan perlindungan konsumen.

  • Aman berarti segala risiko dalam sistem pembayaran seperti risiko likuiditas, risiko kredit, risiko fraud harus dapat dikelola dan dimitigasi dengan baik oleh setiap penyelenggaraan sistem pembayaran.
  • Prinsip efisiensi menekankan bahwa penyelenggaraan sistem pembayaran harus dapat digunakan secara luas sehingga biaya yang ditanggung masyarakat akan lebih murah karena meningkatnya skala ekonomi.
  • Kemudian prinsip kesetaraan akses yang mengandung arti bahwa Bank Indonesia tidak menginginkan adanya praktik monopoli pada penyelenggaraan suatu sistem yang dapat menghambat pemain lain untuk masuk.
  • Terakhir adalah kewajiban seluruh penyelenggara sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek-aspek perlindungan konsumen.

Sementara itu dalam kaitannya sebagai lembaga yang melakukan pengedaran uang, kelancaran sistem pembayaran diejawantahkan dengan terjaganya jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat dan dalam kondisi yang layak edar atau biasa disebut clean money policy.

Secara garis besar Sistem pembayaran dibagi menjadi dua jenis, yaitu Sistem pembayaran tunai dan Sistem pembayaran non-tunai. Perbedaan mendasar dari kedua jenis sistem pembayaran tersebut terletak pada instrumen yang digunakan. Pada sistem pembayaran tunai instrumen yang digunakan berupa uang kartal, yaitu uang dalam bentuk fisik uang kertas dan uang logam, sedangkan pada sistem pembayaran non-tunai instrumen yang digunakan berupa Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), cek, bilyet giro, nota debit, maupun uang elektronik.

Uang kertas dan uang logam terdiri dari beberapa pecahan dengan masing-masing tahun emisinya sebagai berikut.[2]

Ruang Lingkup[sunting | sunting sumber]

Ruang lingkup sistem pembayaran:

  • Nilai besar, diselenggarakan oleh Bank Indonesia:
    • Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
    • Bank Indonesia Scripless Securities Settlement (BI-SSSS)
  • Nilai kecil:
    • Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), diselenggarakan oleh Bank Indonesia
    • Instrumen pembayaran elektronis, diselenggarakan oleh industri (Bank dan non-Bank):
      • Alat pembayaran menggunakan kartu (APMK):
        • Kartu kredit
        • Kartu ATM/Debit
        • Kartu prabayar (prepaid)
      • Uang elektronik (e-money)
    • Kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU), diselenggarakan oleh industri (Bank dan non-Bank)

Penyelenggara sistem pembayaran non-Bank saat ini terdiri dari Institusi jasa keuangan, Koperasi dan Institusi penyedia jasa telekomunikasi.

Selain hal-hal di atas, masih terdapat instrumen pembayaran lain yaitu e-wallet. Beberapa contoh yang termasuk dalam kategori e-wallet adalah PayPal, Doku, Rakuten, dan RekBer. Kategori e-wallet belum diatur oleh Bank Indonesia.

Komponen sistem pembayaran[sunting | sunting sumber]

Komponen-komponen yang membangun sebuah sistem pembayaran terdiri dari Regulator, Penyelenggara, Infrastruktur, Instrumen, dan Pengguna.

  • Regulator berwenang mengatur aturan main, ketentuan, dan kebijakan yang mengikat seluruh komponen sistem pembayaran.
  • Penyelenggara adalah lembaga yang memastikan penyelesaian akhir dari seluruh transaksi yang terjadi di penggunanya.
  • Infrastruktur adalah sarana fisik yang mendukung operasional sistem pembayaran.
  • Instrumen adalah alat pembayaran baik tunai maupun non-tunai yang disepakati oleh para pengguna dalam melakukan transaksi.
  • Pengguna adalah konsumen yang memanfaatkan Sistem pembayaran.

Volume transaksi[sunting | sunting sumber]

Perkembangan volume transaksi BI-RTGS:

Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011*)
Volume (juta transaksi) 8,61 10,32 11,22 14,00 11,71
Nominal (juta rupiah) 42.925,97 39.622,13 34.194,45 54.169,75 45.772,96

Perkembangan transaksi SKNBI:

Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011
Volume (juta transaksi) 79,22 85,59 82,33 90,96 72,23
Nominal (juta rupiah) 1.400,49 1.663,98 1.559,65 1.747,70 1.442,90

Perkembangan transaksi APMK:
Account based:

Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011
Volume (juta transaksi) 1.103,23 1.353,81 1.561,16 1.812,08 1.461,69
Nominal (juta rupiah) 1.679,40 2.056,18 1.811,50 2.001,85 1.608,24

Kartu kredit:

Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011
Volume (juta transaksi) 129,29 166,74 182,62 199,04 137,81
Nominal (juta rupiah) 72,60 107,27 136,69 163,21 119,63

Perkembangan transaksi uang elektronik:

Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011
Volume (juta transaksi) 0,59 2,56 17,44 26,54 24,86
Nominal (juta rupiah) 5,27 76,68 519,21 693,47 617,01

Perkembangan transaksi KUPU Non-Bank:

Keterangan 2009 2010 2011
Volume (juta transaksi) 130,88 987,05 1.117,92
Nominal (juta rupiah) 954,31 4.230,95 5.185,26

Isu strategis[sunting | sunting sumber]

  • Evaluasi ketentuan kartu kredit
    • Peningkatan aspek keamanan dalam penyelenggaraan kartu kredit
    • Peningkatan aspek prudential dalam kartu kredit
    • Aspek perlindungan bagi pemegang kartu kredit (penggunaan tenaga pihak ketiga dalam penagihan kartu kredit)
  • Migrasi chip pada kartu ATM/Debit
    • Penggunaan standard teknologi chip yang disepakati industri dan telah disetujui Bank Indonesia
    • Mengganti sarana otentikasi dari tanda tangan menjadi PIN minimal 6 digit
  • Peningkatan status penyelenggara KUPU sebagai dampak diberlakukannya Undang-Undang No.3 tahun 2011 tentang Transfer Dana yang menetapkan setiap penyelenggara transfer dana harus berbadan hukum.
  • Menghadapi Asean Economic Community. Berkaitan dengan perdagangan bebas antar anggota negara ASEAN dalam Wawasan 2020 ASEAN. Dengan adanya kemajuan teknologi, lintas batas antar negara menjadi tidak ada artinya.
  • Memfasilitasi pembentukan Self Regulating Organization, misal Komite Bye-Laws dan focus group SKNBI.

Arah pengembangan[sunting | sunting sumber]

  • Pengembangan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II
    • Peningkatan efisiensi likuiditas transaksi pembayaran nilai besar
    • Penyesuaian terhadap standard industri keuangan internasional
    • Peningkatan kapasitas transaksi pada sistem BI-RTGS dan BI-SSSS
  • Mendorong terbentuknya National Payment Gateway (NPG)
    • Peningkatan efisiensi investasi infrastruktur secara nasional dalam industri
    • Penurunan biaya penyelenggaraan transaksi baik dari sisi industri maupun pengguna
  • Interoperability e-money
    • Peningkatan efisiensi penyelenggaraan kegiatan e-money
    • Perluasan dan peningkatan akses layanan dalam penggunaan e-money

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]