Siat Geni

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Siat Geni adalah sebuah tradisi berupa seni pertunjukan di Desa Tuban, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Menurut Kamus Bahasa Bali, kata “sia” berarti perang. Sedangkan menurut Kamus Istilah Hindu menyatakan bahwa kata “geni” identik dengan Dewa Agni atau Dewa Api, sehingga berarti api. Maka Siat Geni bisa didefinisikan sebagai perang api, dimana masyarakat Tuban melakukan ritual membakar sabut kelapa dengan api sebagai bentuk persembahan. Siat Geni berhubungan dengan sejarah terbentuknya Desa Tuban. Kisah tersebut berawal dari pasukan Kerajaan Majapahit yang datang ke Bali dalam rangka menyatukan wilayah Nusantara. Disebutkan dalam beberapa sumber, nama Tuban tidak diambil secara langsung akan tetapi mengalami proses peluluhan, yang dalam Bahasa Bali disebut mateeb, lalu menjadi mateeban sebelum akhirnya berubah lagi menjadi Tuban. Sejak saat itu, jumlah penduduk di Bali bertambah banyak sehingga hutan – hutan yang dulunya angker harus dirambah. Dalam perambahan hutan itu terdapat beberapa orang yang mengalami kesurupan. Lalu menurut seseorang yang dianggap sakti, masyarakat sekitar harus mengadakan ritual persembahan Siat Geni secara turun – temurun sebelum membuka lahan agar kesurupan tidak terulang. Itu menjadi awal tradisi Siat Geni yang dilakukan hingga sekarang. Siat Geni memiliki beberapa fungsi penting, yaitu sebagai alat perekat kebersamaan warga Tuban dengan warga sekitar. Selain itu, Siat Geni juga diartikan sebagai simbol pelebur aura negatif menjadi positif sehingga keseimbangan dapat terjaga. Siat geni juga sebagai usaha untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan alam sekitar, dan manusia dengan Ida Hyang Widi.[1]

Menurut seorang senior desa, saat berlangsung upacara di pura adalah saat dimana dewa – dewi turun dengan diikuti oleh para pengiring atau patihnya. Salah satu patih bernama Kala Geni Ludra yang memiliki kekuatan api dan berperan sebagai pelebur kekuatan negatif di desa. Bagian perang dalam Siat Geni bertujuan untuk membuat Kala Geni Ludra senang sehingga diharapkan patih tersebut akan melenyapkan kekotoran di desa. Jadi Siat Geni tidak ditujukan untuk Tuhan atau dewa, melainkan ditujukan untuk pengawal dewa yang menjaga desa setempat.[2]

Prosesi[sunting | sunting sumber]

Sebelum melaksanakan Siat Geni, terdapat beberapa proses yang harus dilalui. Prosesi diawali dengan menyembelih babi untuk dipersembahkan kepada Sang Kala. Selanjutnya menyembelih hewan berkaki dua dan mempersembahkan darahnya. Lalu mengadakan persembahan kepada Kala Katung di dekat pura. Berikutnya dilakukan persembahan kepada Kala Ngadang di tengah jalan. Setelah semua prosesi tersebut dilakukan, baru Siat Geni bisa dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya, Siat Geni menggunakan sabut kering, sedangkan untuk tempat pelaksanaannya dilakukan di dekat pura yang telah diberi sesajen. Untuk peserta perang, diambil para pemuda yang menginjak usia remaja dan belum menikah karena pada masa itu semangat dan egonya masih tinggi sehingga mudah diarahkan dalam aktivitas perang. Para pemuda itu dibagi menjadi dua kubu yang beranggotakan antara 40 – 60 orang. Sebelum berperang, mereka diperciki oleh air suci agar kebal terhadap api. Para peserta perang juga diarahkan kapan harus bertahan dan kapan waktunya menyerang. Cara perang dalam Siat Geni adalah dengan menyerang kubu lawan dengan sabut berapi secara bergantian. Perang itu berlangsung dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00. Sedangkan untuk kalangan remaja putri, ditugaskan untuk menari saat perang berlangsung.[3]

Tradisi Siat Geni dilakukan sekali dalam setahun, tepatnya pada bulan keempat penanggalan Bali. Dalam pementasannya, para peserta perang menggunakan baju hitam, kamen, serta mengenakan udeng di kepalanya. Dalam perang, mereka diadu satu lawan satu, tapi kadang dua lawan dua.[4] Meski menggunakan media api, tapi perang tersebut tidak menimbulkan luka serius pada para pesertanya. Di sisi lain, para peserta juga tidak menyimpan dendam kepada peserta perang yang lain.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Dharmawan Paluseri, Dais (2018). Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia Tahun 2018. Indonesia: Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 231–232. 
  2. ^ Divianta, Dewi; Wib, 01:11. Ali, Muhammad, ed. "Melongok Serunya Tradisi 'Siat Geni' di Desa Tuban Bali". Liputan6.com. Diakses tanggal 2019-02-22. 
  3. ^ JawaPos.com (2018-09-24). "Ini Makna dan Rangkaian Siat Api di Pura Dalem Kahyangan Tuban". baliexpress.jawapos.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-02-22. Diakses tanggal 2019-02-22. 
  4. ^ "Puluhan Pemuda Terlibat Perang Api di Tuban". Sindonews.com. Diakses tanggal 2019-02-22. 
  5. ^ Sukiswanti, Puji. "Puluhan Pemuda "Perang Api" di Pura Dalam Kayangan". Okezone.com. Diakses tanggal 2019-02-22.