Restoratif keadilan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Restoratif keadilan adalah suatu penyelesaian perkara tindakan pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga, maupun pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari suatu penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali dalam keadaan semula dan bukan pembalasan. Menurut Tony Marshall restorative justice adalah suatu proses yang dimana semua pihak yang berhubungan dengan suatu tindak pidana secara bersama-sama untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan akibatnya yang akan datang. Restorative justice juga dijelaskan dalam pasal 1 angka 3 mengenai Peraturan Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan restoratif dan pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Selain itu, syarat-syarat untuk penerapan restorative juistice ketika dalam tahap penuntutan yang dijelaskan dalam pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejari 15/2020 yang berbunyi: perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan diberhentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif dalam hal ini harus terpenuhi syarat yaitu:

1.    tersangka yang baru pertama kali melakukan sebuah tindak pidana.

2.    tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan

3.    tindak pidana dilaksanakan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana 2.500.000,00


Namun untuk tindak pidana terkait harta benda, tindak pidana terhadap orang, tubuh, nyawa, dan kemerdekaan, serta jika tindak pidana dilakukan karena kesalahan dalam kelalaian, maka syarat-syarat yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) yang dimana suatu peraturan kejari15/2020 dapat disampangi sebagaian. Maka dari itu, penerapan syarat tidak diberlakukan secara kaku, melainkan dapat dialihkan sementara dalam perkara tertentu. Dari 3 syarat yang telah disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) pada peraturan kejari 15/2020, dalam pelaksaan restorative justice juga harus memenuhi beberapa syarat, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal peraturan kejari 15/2020 yang berbunyi yaitu “penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan dengan memenuhi syarat:

a.    Telah ada pemulihan kembali pada keadaan awal yang dilakukan oleh seseorang tersangka dengan cara:

1.    Mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana yang di lakukan kepada korban

2.    Harus mengganti kerugian para korban

3.    Harus mengganti biaya yang ditimbulkan akibat tindal pidana

4.    Harus memperbaiki kerusakan yang muncul akibat tindak pidana

Penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dikecualikan untuk perkara:

  1. tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat serta wakilnya, ketertiban umum, dan kesusilaan
  2. tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana minimal beberapa tahun sesuai yang telah ditetapkan
  3. tindak pidana narkotika
  4. tindak pidana lingkungan hidup
  5. tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang korporasi

Berdasarkan yang di atas, dapat disimpulkan mengenai tujuan dari restorative justice tidak hanya terfokus pada pembalasan bagi pelaku tindak pidana, melainkan mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan yang semula. Kemudian, syarat-syarat yang harus dilakukan untuk menerapkan restorative justice pada saat penyelenggaraan fungsi reserse kriminal, penyelidikan, atau penyidikan, yaitu terdapat kesepakatan diantara para pihak untuk melakukan perdamaian, bukan pengulangan tindak pidana, telah terpenuhinya hak-hak korban, dan penerapan restorative justice ini tidak mendapat penolakan dari masyarakat setempat. Selain itu, syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menerapkan restorative justice pada tahap penuntutan, yaitu telah tercipta perdamaian dan pemulihan kembali pada korban, ancaman pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun, kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), dan bukan pengulangan tindak pidana. Oleh karena itu, restorative justice tidak bisa diterapkan pada tindak pidana yang mengancam keamanan negara, korupsi, kejahatan terhadap nyawa orang, tindak pidana lingkungan hidup, dan tindak pidana yang dilakukan oleh koperasi.

Terdapat dua Dasar Hukum:

  • Peraturan Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 947).
  • Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 811).[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Zamrullah, Muhammad (2023-05-11). "Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice), Apa Syarat-Syaratnya?". LBH "Pengayoman" UNPAR (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-12-03. 

  1. ^ Zamrullah, Muhammad (2023-05-11). "Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice), Apa Syarat-Syaratnya?". LBH "Pengayoman" UNPAR (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-12-03.