Pidato Syekh Mujibur Rahman pada 7 Maret 1971

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pidato Syekh Mujibur Rahman pada 7 Maret 1971
Nama asli গণর ৭ই মার্চের ভাষণ
Waktu14:45 — 15:07 (waktu setempat)
TempatArena Balap Ramna (sekarang Suhrawardy Udyan)
LokasiRamna, Dhaka, Pakistan Timur
JenisPidato
TemaSeruan untuk pembangkangan sipil, deklarasi informal kemerdekaan Bangladesh

Pidato Syekh Mujibur Rahman, atau yang juga dikenal sebagai Pidato 7 Maret, adalah pidato umum yang dilontarkan oleh Bangabandhu Seikh Mujibur Rahman pada tanggal 7 Maret 1971 yang membawa masyarakat Bangladesh menuju kemerdekaan. Pidato ini disuarakan pada saat sentimen yang panas antara Pakistan Barat dan Pakistan Timur. Hal ini juga ditimbulkan dari kebijakan pemerintahan militer Pakistan yang saat itu menolak untuk memberi kekuasaan kepada Partai Liga Awami yang memenangkan suara mayoritas parlemen pada pemilihan umum 1970. Partai Liga Awami dipimpin oleh Seikh Mujibur Rahman mendapat popularitas yang sangat tinggi diantara masyarakat Bengal yang berada di wiliayah Pakistan Timur[1].

Di dalam pidato tersebut, Bangabandhu mendeklarasikan kemerdekaan bangsa Bangladesh dengan mengumumkan gerakan pembangkangan sipil dan persiapan untuk perang kemerdekaan untuk menghadapi mobilisasi militer dari Pakistan Barat. Pidato ini secara nyata mendokumentasikan bagaimana negara pascakolonial gagal membangun nilai kebangsaan yang inklusif dan demokratis tanpa meninggalkan kelompok memiliki perbedaan latar belakang suku, agama, ras, dan golongan[1]. Atas signifikansi nilai yang terdapat dalam pidato ini, UNESCO mencatat pidato ini sebagai Registrasi Memori Warisan Dunia dalam kategori Warisan Dokumenter pada tanggal 30 Oktober 2017[2]

Latar Belakang[sunting | sunting sumber]

Sebelum Bangladesh merdeka, Bangladesh adalah bagian dari Pakistan yang dibentuk pada tahun 1947 sebagai kampung halaman umat muslim atas kebijakan partisi dari Kemaharajaan Britania yang memisahkan Pakistan dan India[3]. Negara ini terutama terdiri dari provinsi-provinsi mayoritas Muslim yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Inggris di India. Wilayahnya terbagi menjadi dua bagian yang terpisah secara geografis dan budaya, satu berada di timur India dan yang lainnya di barat. Wilayah barat ini secara luas dikenal (dan, dalam periode tertentu, secara resmi) sebagai Pakistan Barat, sementara wilayah di timur (sekarang Bangladesh) disebut Benggala Timur, dan kemudian berganti nama menjadi Pakistan Timur dalam kerangka Skema Satu Unit[4] Secara politik, Pakistan Barat mendominasi negara ini, dan para pemimpinnya memanfaatkan wilayah Timur secara ekonomi, yang akhirnya menimbulkan keluhan di kalangan penduduknya[5].

Saat tokoh-tokoh dari Pakistan Timur, seperti Khawaja Nazimuddin, Muhammad Ali Bogra, dan Huseyn Shaheed Suhrawardy, terpilih sebagai Perdana Menteri Pakistan, mereka segera dijatuhkan dari jabatan oleh kelompok penguasa yang didominasi oleh wilayah Pakistan Barat[6]. Pemerintahan otoriter yang dipimpin oleh diktator militer Ayub Khan (27 Oktober 1958 – 25 Maret 1969) dan Yahya Khan (25 Maret 1969 – 20 Desember 1971), keduanya berasal dari Pakistan Barat, semakin memperburuk ketidakpuasan penduduk Pakistan Timur.

Pada tahun 1966, Liga Awami yang dipimpin oleh Sheikh Mujib memulai Gerakan Enam Poin dengan tujuan untuk memperjuangkan otonomi provinsi bagi Pakistan Timur. Meskipun proposal ini ditolak oleh pemerintahan Pakistan, pemerintah militer menangkap Sheikh Mujib dengan tuduhan pengkhianatan melalui Kasus Konspirasi Agartala. Setelah tiga tahun menghabiskan waktu di penjara, Sheikh Mujib dibebaskan pada tahun 1969 karena adanya protes massal dan kekerasan yang meluas di Pakistan Timur yang memaksa pembatalan kasus tersebut[7]. Pada tahun 1970, Topan Bhola menyebabkan kematian sekitar 300 ribu orang, dan tanggapan pemerintah yang berbasis di Pakistan Barat terhadap bencana ini sangat disorot[8]

Pada tahun 1970, Liga Awami, yang merupakan partai politik terbesar di Pakistan Timur, meraih kemenangan besar dalam pemilihan nasional. Mereka berhasil memenangkan 167 dari 169 kursi yang diperuntukkan bagi Pakistan Timur, serta mayoritas dari total 313 kursi di Majelis Nasional[9]. Kemenangan ini memberikan hak konstitusional bagi mereka untuk membentuk pemerintahan. Akan tetapi, Zulfikar Ali Bhutto, pemimpin Partai Rakyat Pakistan, menolak memberikan izin kepada Sheikh Mujib untuk menjadi perdana menteri. Dengan mengikuti saran Bhutto, Presiden Yahya Khan menunda pelantikan pemerintahan Liga Awami tersebut. Keputusan ini tentang penundaan pembentukan pemerintahan memicu protes di seluruh Pakistan Timur[10].

Sidang Majelis Nasional yang semula dijadwalkan pada tanggal 3 Maret dipindahkan hingga 25 Maret, yang memicu protes hebat di seluruh Pakistan Timur[11]. Kekerasan meletus di berbagai kota, seperti Dhaka, Chittagong, Rangpur, Comilla, Rajshahi, Sylhet, dan Khulna, dengan pasukan keamanan yang menewaskan banyak pengunjuk rasa yang tidak bersenjata. Dalam situasi ini, muncul seruan terbuka agar Sheikh Mujib menyatakan kemerdekaan Pakistan Timur dari Pakistan, dan Liga Awami mengadakan pertemuan publik besar di Arena Balap Ramna Dhaka pada 7 Maret untuk menghadapi perkembangan ini.

Isi Pidato[sunting | sunting sumber]

Pada 7 Maret 1971, Sheikh Mujibur Rahman memberikan pidato di Arena Balap Ramna[12]. Pidato ini dimulai dengan spekulasi tentang apakah Sheikh Mujibur Rahman akan mengumumkan kemerdekaan Bangladesh.

"Saudara-saudara sekalian,

Saat ini, saya berdiri di hadapan Anda dengan hati yang berat. Anda telah menyaksikan dan memahami segala hal. Kami telah berusaha untuk menjalani kehidupan kami. Namun, yang sangat menyakitkan adalah jalan-jalan di Dhaka, Chittagong, Khulna, Rajshahi, dan Rangpur kini dipenuhi dengan darah saudara-saudara kita.

Rakyat Bengal sekarang merindukan kebebasan. Masyarakat Bengal ingin hidup dengan martabat. Masyarakat Bengal menginginkan hak-hak yang seharusnya mereka peroleh. Apa kesalahan yang telah kami lakukan?

Rakyat Bangladesh, banyak di antara Anda yang telah memilih saya dan Liga Awami. Majelis Nasional kami akan segera mulai bekerja. Kami akan menyusun Konstitusi dan membangun negara ini. Kami ingin memberikan kepada masyarakat kebebasan dalam berbagai aspek, baik ekonomi, politik, maupun budaya. Tetapi, sungguh menyedihkan bahwa saya harus membawa kabar yang memilukan tentang sejarah pahit yang telah berlangsung selama dua puluh tiga tahun terakhir.

Sejarah Bengal telah dicemari oleh darah orang-orang Bengali yang telah menderita dalam negeri mereka sendiri. Dua puluh tiga tahun terakhir adalah zaman penuh penderitaan bagi pria dan wanita Bengal, dan jalanan kita dipenuhi dengan darah rakyat kita sendiri.

Kami menyumbangkan darah pada tahun 1952 untuk hak kami. Meskipun kami memenangkan pemilu pada tahun 1954, kami tidak dapat membentuk pemerintahan. Darurat militer dinyatakan pada tahun 1958 oleh Ayub Khan, dan kami dijadikan budak selama sepuluh tahun. Selama 'Gerakan Enam Poin', anak-anak kami tewas tertembak pada tanggal 7 Juni 1966. Setelah jatuhnya Ayub Khan, terjadi 'Gerakan Massa' pada tahun 1969 ketika Yahya Khan mengambil alih. Dia berjanji memberikan konstitusi dan demokrasi kepada rakyat. Kami menyetujuinya. Namun, sejarah berbicara sendiri setelah itu.

Kami memiliki pemilu. Anda tahu, kesalahan bukanlah pada kami. Hari ini saya bertemu dengan Presiden Yahya Khan untuk membahas berbagai masalah. Sebagai pemimpin yang mewakili Bengal dan juga sebagai pemimpin partai mayoritas di Pakistan, saya meminta agar Majelis Nasional diselenggarakan pada tanggal 15 Februari.

Namun, dia tidak setuju, malah mengikuti permintaan Bapak Bhutto untuk mengadakan pertemuan pada minggu pertama Maret. Kami menyetujuinya. Kami akan duduk di Majelis dan bahkan saya mengatakan bahwa jika ada satu pun proposal yang masuk akal, meskipun kami mayoritas, kami akan menerimanya. Tuan Bhutto datang. Dia berbicara dengan kami dan mengatakan bahwa pintu diskusi masih terbuka. Lebih banyak diskusi akan dilakukan. Kami mengajak para pemimpin lainnya untuk berdiskusi bersama, untuk merumuskan konstitusi melalui dialog.

Bhutto mengancam bahwa jika anggota dari Pakistan Barat hadir di Majelis, Majelis akan menjadi seperti rumah jagal, dan mereka akan dibunuh. Dia mengancam bahwa jika mereka hadir, toko-toko akan ditutup secara paksa dari Peshawar hingga Karachi. Saya mengatakan bahwa Majelis akan berlanjut, dan kemudian, secara tiba-tiba, pada tanggal 1 Maret, Majelis ditutup oleh Tuan Yahya Khan, yang bertindak sebagai Presiden. Saya mengatakan bahwa saya akan menghadiri Majelis, tetapi Tuan Bhutto menolak. Tiga puluh lima anggota dari Pakistan Barat datang ke sini. Namun, tiba-tiba, sidang ditutup.

Masyarakat Bengal disalahkan. saya juga disalahkan. Karena penutupan tersebut, rakyat negara ini memberikan respons dengan protes. Saya meminta mereka untuk melakukan 'hartal' (pemogokan) secara damai. Saya meminta mereka untuk menutup pabrik dan perusahaan. Rakyat merespons dengan tegas dan turun ke jalan secara spontan. Mereka dengan tekun berjanji untuk melanjutkan perjuangan mereka dengan damai.

Apa yang telah kami peroleh? Senjata yang kami beli dengan mengorbankan uang kita untuk melindungi negara dari invasi asing, sekarang digunakan untuk menindas rakyat miskin dan tak bersenjata di negara kita, dengan menembak mereka. Kami adalah mayoritas penduduk Pakistan. Tetapi, setiap kali kami, orang Bengali, mencoba memegang kendali, untuk mengatur negara ini sebagai milik kita, mereka menyerang. Mereka adalah saudara kita. Saya bertanya kepada mereka, 'Mengapa kamu harus menembak saudaramu? Anda dipekerjakan untuk melindungi negara ini dari serangan musuh asing.'

Presiden Yahya Khan menyatakan bahwa saya telah setuju untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 10 Maret. Saya tidak pernah mengatakan hal itu kepadanya. Saya berbicara dengannya melalui telepon dan menyampaikan bahwa, 'Jenderal Yahya Khan, Anda adalah Presiden Pakistan. Silakan datang ke Dhaka dan lihat sendiri bagaimana rakyat saya di Bengal, rakyat malang saya, ditembak mati. Bagaimana dada ibu kami dibiarkan kosong dari anak-anak kami. Bagaimana rakyat saya dibunuh. Datang, saksikan, berikan keadilan, dan selesaikan masalah ini.' Itulah yang saya katakan kepadanya.

Saya telah lama berbicara dengannya, 'KMB untuk apa? Dengan siapa kita akan duduk bersama? Dengan mereka yang telah mencurahkan darah bangsa kami?'

Tanpa berkonsultasi dengan kami atau berbicara tentang hal ini, setelah hanya 5 jam pertemuan rahasia, Yahya Khan memberikan pidatonya, di mana dia menyalahkan saya secara langsung di hadapan rakyat Bengal. (Banyak yang berkata bahwa itu memalukan, sangat memalukan.) Dalam pertemuan itu, saya sudah menyampaikan dengan jelas bahwa perjuangan ini adalah perjuangan kami untuk pembebasan, perjuangan kami untuk kemerdekaan.

Saudara-saudara sekalian, Majelis telah memanggil kami pada tanggal 25 Maret. Darah para pahlawan kita masih segar. Pada tanggal 10 Maret, saya telah dengan tegas menyatakan bahwa Sheikh Mujibur Rahman tidak akan bergabung dengan RTC dan tidak akan melangkah di atas darah para pahlawan. Mereka telah memanggil Majelis. Mereka harus memenuhi tuntutan kami:

Pertama, darurat militer harus dicabut. Semua personel militer harus kembali ke barak-barak mereka. Harus ada penyelidikan mendalam tentang bagaimana pembunuhan terjadi, dan kekuasaan harus diserahkan kepada perwakilan rakyat. Hanya setelah itu kami akan mempertimbangkan apakah kami akan hadir di Majelis atau tidak. Sebelumnya, kami tidak memiliki hak untuk duduk di sana, karena rakyat belum memberikan izin kepada kami.

Saudara-saudara sekalian,

Apakah kalian percaya kepada saya? (Penonton bersorak ya!) Saya tidak mencari jabatan sebagai Perdana Menteri. Tujuan kami adalah untuk menegakkan hak-hak masyarakat negara ini. Saya ingin menyatakan dengan jelas bahwa mulai saat ini, semua pengadilan, hakim, kantor, dan lembaga pendidikan di Bangladesh akan tetap ditutup untuk selamanya.

Untuk memastikan bahwa tidak ada penderitaan yang menimpa masyarakat miskin, untuk memastikan bahwa rakyat saya tidak menderita, mulai besok, beberapa hal akan dikecualikan dari 'hartal'. Becak dan kereta basi akan tetap beroperasi; kereta api dan peluncuran akan tetap berjalan. Namun, Sekretariat, Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Hakim, dan kantor semi-pemerintah seperti WAPDA (Otoritas Pembangunan Air Pakistan) tidak akan beroperasi. Semua karyawan akan tetap menerima gajinya pada tanggal 28 setiap bulan. Jika gaji mereka tidak dibayarkan, jika ada satu tembakan lagi, dan jika rakyat saya terbunuh lagi, maka permintaan saya kepada kalian adalah mempersiapkan diri dengan membangun benteng di setiap rumah. Hadapi musuh dengan segala yang kalian miliki. Jika saya tidak dapat memberikan perintah lebih lanjut, saya memberi tahu kalian: tutup semua jalan dan jalan raya tanpa batas waktu.

Kita akan membuat mereka kelaparan sampai mati. Kita akan membuat mereka kekurangan air dan mencekik mereka sampai mati. Kalian adalah saudara-saudara kita. Kalian tinggal di barak kalian; tidak ada yang akan mencampuri urusan kalian. Tapi jangan pernah mencoba menembak kita. Ini akan sia-sia bagi kalian. Kalian tidak bisa mengatasi tujuh crore orang. Karena kita telah belajar untuk mati, tidak ada yang dapat mendominasi kita. Kami, dari Liga Awami, akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu mereka yang menjadi martir dan yang terluka. Mereka yang mampu, mohon berikan dukungan keuangan Anda, sebanyak mungkin yang Anda bisa untuk dana bantuan kami. Dan setiap pemilik industri akan membayar gaji kepada seluruh pekerja yang mengikuti 'hartal' selama 7 hari. Instruksi saya kepada pejabat pemerintah adalah Anda harus mematuhi apa yang saya katakan. Mulai saat ini, pajak tidak akan dibayar sampai kemerdekaan negara kita tercapai; tidak ada yang akan membayar apa pun. Dengarkan dan ingatlah, musuh telah masuk untuk menciptakan perpecahan di antara kita dan telah mulai melakukan penjarahan.

Umat Hindu, Muslim, Bengali, dan non-Bengali, semua yang tinggal di Bangla adalah saudara kita. Tanggung jawab untuk melindungi mereka ada pada kita semua. Pastikan bahwa reputasi kita tidak ternoda dengan cara apa pun. Kepada pegawai Radio dan Televisi, saya ingatkan bahwa jika kata-kata kami tidak disiarkan melalui radio, maka tidak ada orang Bengali yang boleh pergi ke stasiun radio tersebut. Jika berita kami tidak disiarkan oleh Televisi, maka tidak ada orang Bengali yang akan masuk ke stasiun Televisi. Pengecualian ini hanya akan berlaku selama dua jam setiap hari agar masyarakat dapat menerima gajinya.

Namun, dari Bangla Timur, tidak satu paisa pun akan dikirim ke Pakistan Barat. Layanan Telepon dan Telegraf di Benggala Timur akan tetap beroperasi dan akan terus mengirimkan berita kami ke media asing. Namun, jika ada upaya jahat untuk merusak rakyat negeri ini, orang Bengali, Anda harus berhati-hati.

Saya meminta kepada Anda, saudara-saudara saya, jangan biarkan negara ini menjadi neraka dan hancur. Mari kita tidak memaksa diri kita sendiri untuk tidak pernah melihat wajah satu sama lain di masa depan. Jika kita dapat menyelesaikan masalah ini dengan cara damai, setidaknya kita dapat hidup sebagai saudara. Oleh karena itu, saya meminta Anda, jangan mencoba untuk memerintah dengan cara militer di negara saya.

Kedua, di setiap desa, setiap wilayah, setiap serikat pekerja, dan setiap sub-divisi, mari kita bentuk 'Dewan Perlawanan' di bawah kepemimpinan Liga Awami. Bersiaplah dengan segala yang Anda miliki.

Ingatlah, karena kita telah memberikan darah kita, kita akan memberikan lebih banyak. Dengan izin Allah, kita pasti akan membebaskan rakyat negara ini.

Perjuangan ini adalah perjuangan untuk pembebasan kita. Perjuangan ini adalah perjuangan untuk kemerdekaan kita.

Joy Bangla!"[13]

Pidato tersebut berjalan selama 19 menit dan menjadi deklarasi de facto kemerdekaan Bangladesh[14]

Respons Terhadap Pidato[sunting | sunting sumber]

Media internasional meliput pidato tersebut di Pakistan Timur, yang menjadi sorotan internasional. Spekulasi berkembang bahwa Sheikh Mujib akan membuat deklarasi kemerdekaan sepihak dari Pakistan, tetapi seperti kasus Deklarasi Kemerdekaan Sepihak Rhodesia dan perjuangan Biafra di Nigeria yang sebelumnya gagal, dia tidak secara langsung menyatakan kemerdekaan. Namun, pidatonya berhasil dengan baik dalam menyampaikan tujuan kemerdekaan yang jelas kepada rakyat Bengali. Pidato Sheikh Mujib memiliki nuansa ganda; ia tidak secara langsung mendorong kemerdekaan atau kekerasan, tetapi ia mengakhiri pidatonya dengan mempersiapkan diri untuk kedua kemungkinan tersebut.[19] Selain itu, pidato tersebut meningkatkan profilnya di kalangan rakyat Bengali di Pakistan Timur[15].

Kedutaan Besar Amerika Serikat di Pakistan mencatat bahwa Sheikh Mujibur Rahman dan rakyat Bengali menginginkan tingkat otonomi yang tidak dapat diterima oleh militer Pakistan dan Presiden Ayub Khan. Mereka meramalkan bahwa konfrontasi dengan kekerasan kemungkinan besar akan terjadi[16]. Untuk mencari solusi, Sheikh Mujibur Rahman dan Presiden Yahya Khan melakukan negosiasi[17]. Swadhin Bangla Kendriyo Chhatro Sangram Parishad mendesak dukungan internasional untuk perjuangan kemerdekaan Bangladesh[18].

Namun, pada tanggal 25 Maret 1971, militer Pakistan melancarkan Operasi Searchlight di Pakistan Timur. Pasukan militer mengincar pelajar dan pemimpin Liga Awami[19]. Sheikh Mujibur Rahman ditangkap pada awal operasi dan dibawa ke Pakistan Barat[20]. Peluncuran operasi tersebut menjadi awal dari apa yang kemudian dikenal sebagai Genosida Bangladesh.

Signifikansi[sunting | sunting sumber]

Pidato bersejarah pada tanggal 7 Maret bukanlah pidato yang telah direncanakan sebelumnya. Tidak ada pembicara lain yang tampil di atas panggung untuk menyampaikan pidato pada pertemuan umum itu. Namun, perlu diperhatikan bahwa latar belakang dari pidato solo ini, tanpa persiapan sebelumnya, bukanlah sesuatu yang terjadi tiba-tiba. Pidato tersebut mencerminkan hasil pengalaman politik selama lebih dari dua dekade dan semangat emansipasi yang berkobar dalam kalangan massa yang tertindas. Karenanya, UNESCO mengakui pidato ini sebagai salah satu pidato terbaik abad ini dan menganggapnya sebagai dokumen warisan dunia[21].

Pidato Bangabandhu Sheikh Mujibur Rahman pada tanggal 7 Maret memberikan inspirasi yang kuat bagi masyarakat Bengali dalam perjuangan mereka menuju kebebasan dan emansipasi. Pidato tersebut juga memberikan semangat kepada seluruh bangsa dan mempersiapkan rakyat untuk menghadapi perjuangan Pembebasan yang akan datang. Pidato ini juga menjadi sumber inspirasi utama bagi banyak pejuang kemerdekaan yang bergabung dengan Mukti Bahini. Pidato Bangabandhu terus disiarkan di seluruh negeri dalam berbagai acara nasional dan terus membekas di hati dan pikiran masyarakat Bengali. Pidato ini tetap memikat masyarakat kita dan akan terus menjadi sumber inspirasi bagi generasi-generasi mendatang[22].

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b https://plus.google.com/+UNESCO. "The Historic 7th March Speech of Bangabandhu Sheikh Mujibur Rahman". UNESCO (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-12. 
  2. ^ Report, Star Online (2017-10-31). "Unesco recognises Bangabandhu's 7th March speech". The Daily Star (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-12. 
  3. ^ "Partition: Why was British India divided 75 years ago?". BBC News (dalam bahasa Inggris). 2022-08-14. Diakses tanggal 2023-10-12. 
  4. ^ Hussain, Aijaz A. Qureshi | Nadeem (2022-07-03). "THE FALSE PROMISE OF ONE UNIT". DAWN.COM (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-20. 
  5. ^ Radhu, G. M. (1973-06-01). "Trade Between East and West Pakistan at World Prices, 1960/61-1969/70". The Pakistan Development Review. 12 (2): 148–155. doi:10.30541/v12i2pp.148-155. ISSN 0030-9729.  line feed character di |title= pada posisi 54 (bantuan)
  6. ^ "History Of Pakistan's Prime Ministers Explained In 10 Points". NDTV.com. Diakses tanggal 2023-10-20. 
  7. ^ "Mass Upsurge, 1969 - Banglapedia". en.banglapedia.org. Diakses tanggal 2023-10-20. 
  8. ^ Magazine, Smithsonian; Boissoneault, Lorraine. "The Genocide the U.S. Can't Remember, But Bangladesh Can't Forget". Smithsonian Magazine (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-20. 
  9. ^ "HT THIS DAY: December 8, 1970 — Absolute majority for Awami League in East Pak elections". Hindustan Times (dalam bahasa Inggris). 2021-12-08. Diakses tanggal 2023-10-20. 
  10. ^ Mannan, Abdul (2019-03-07). "The voice of revolution". The Daily Star (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-20. 
  11. ^ Zakaria, Anam. "Remembering the war of 1971 in East Pakistan". www.aljazeera.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-20. 
  12. ^ Ahmed, Mir Aftabuddin (2023-03-07). "The fiery call for freedom". The Daily Star (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-20. 
  13. ^ League, Bangladesh Awami. "Historical 7th March Speech of Bangabandhu". albd.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-20. 
  14. ^ Sajen, Shamsuddoza (2021-03-07). "Thus spoke Mujib". The Daily Star (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-20. 
  15. ^ Alam, Fakrul (2018-03-17). "Folk Hero Sheikh Mujibur Rahman". The Daily Star (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-20. 
  16. ^ "The showdown cannot be put off much longer". The Daily Star (dalam bahasa Inggris). 2017-03-11. Diakses tanggal 2023-10-20. 
  17. ^ Manzoor, Sohana (2018-03-17). "Bangladesh During those Turbulent Days of March, 1971". The Daily Star (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-20. 
  18. ^ Manzoor, Sohana (2018-03-17). "Bangladesh During those Turbulent Days of March, 1971". The Daily Star (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-20. 
  19. ^ "Operation Searchlight - Banglapedia". en.banglapedia.org. Diakses tanggal 2023-10-20. 
  20. ^ Times, Sydney H. Schanberg Special to The New York (1972-01-18). "He Tells Full Story of Arrest and Detention". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2023-10-20. 
  21. ^ League, Bangladesh Awami. "Why is the 7th March Speech very significant? Why did military-undemocratic rulers ban it for 21 years?". albd.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-20. 
  22. ^ "Bangladesh High Commission, London". bhclondon.org.uk. Diakses tanggal 2023-10-20.