Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia dan Uni Eropa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia dan Uni Eropa (Ing. European Union-Indonesia Free Trade Agreement, EUIFTA) adalah perjanjian perdagangan yang dicita-citakan terbentuk antara Uni Eropa dan Indonesia. Hingga saat ini, perjanjian ini masih dalam tahap negosiasi,[1] namun diharapkan dapat rampung tahun 2018.[2]

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Uni Eropa aktif menjalin perjanjian perdagangan dalam berbagai tingkat dengan berbagai negara dan organisasi regional, termasuk negara-negara ASEAN.[3] Negosiasi dengan ASEAN berhenti pada 2009, dan dilanjutkan dengan mengarahkan negosiasi perjanjian perdagangan bebas secara bilateral langsung dengan negara-negara anggota. Sejauh ini, telah dilakukan negosiasi dengan tujuh negara ASEAN: Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Myanmar.[4] Berdasarkan statistik, nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa berada pada urutan keempat setelah Tiongkok, AS, dan Jepang.[5]

Negosiasi[sunting | sunting sumber]

Negosiasi Uni Eropa ke Indonesia untuk sebuah perjanjian perdagangan bebas secara resmi diluncurkan pada 18 Juli 2016, dan hingga kini sudah menginjak putaran keempat.

Putaran I[sunting | sunting sumber]

Negosiasi secara resmi diluncurkan pada 18 Juli 2016, dan untuk pertama kali dilangsungkan di Brussel pada 20-21 September 2016. Tim negosiasi Uni Eropa dipimpin oleh Helena König, Direktur untuk Asia dan Amerika Latin, sedangkan tim Indonesia dipimpin oleh Iman Pambagyo, Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.[6]

Putaran II[sunting | sunting sumber]

Januari 2017 [7]

Pertemuan Intersesi[sunting | sunting sumber]

Pertemuan intersesi (antara) berlangsung pada 6-9 Juni 2017 di Brussels, Belgia. Pertemuan ini membagi identifikasi masalah yang dihadapi ke dalam dua kategori: (1) masalah teknis atau terkait dengan proses penulisan teks yang dapat diselesaikan pada tingkat kelompok runding masing-masing atau tingkat Ketua Perundingan dan (2) masalah kebijakan yang memerlukan pertimbangan Ketua Perundingan kedua pihak atau bahkan pada tataran menteri.[8]

Putaran III[sunting | sunting sumber]

September 2017 [9]

Putaran IV[sunting | sunting sumber]

Februari 2018 [10]

Rujukan[sunting | sunting sumber]