Perang api

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Perang api atau Perang bobok [1] adalah sebuah ritual yang dilaksanakan oleh umat Hindu Lombok sebelum perayaan Nyepi.[2] Tradisi ini berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat.[2] Tradisi Perang Api dilaksanakan oleh dua kubu (kelompok) pemuda usai arakan pawai ogoh-ogoh.[3] Kedua kubu (kelompok) yang berperang adalah Negara Sakah dengan Sweta. Meskipun berlangsung riuh dengan menggunakan senjata api yang bisa menimbulkan luka, tapi kedua kubu pemuda tampak semangat menjalankan tradisi turun temurun ini. Tidak ada rasa dendam atau bermusuhan setelah perayaan acara tersebut.[4]

Makna tradisi[sunting | sunting sumber]

Tradisi perang api merupakan tradisi dalam rangka menyambut hari raya Nyepi yang dilaksanakan setiap tahun di Lombok. Warisan leluhur ini, dilakukakan dipersimpangan Tugu Tani, seputaran Jalan Selaparang, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh dua kubu (kelompok) pemuda dari Negara Sakah dan Sweta. Tanda dari mulainya perang ini adalah ketika bobok (senjata dari daun kelapa) mulai dibakar. Makna dari dilakukannya perang api adalah untuk mengusir wabah penyakit yang dibawa oleh Butha kala atau roh-roh jahat yang bersemayam di muka bumi dan menggangu kehidupan manusia,[2] Selain itu. makna dari tradisi ini dapat berarti pembersihan diri dari unsur-unsur jahat dan malapetaka sebelum melaksanakan tapa brata penyepian.[5] Tapa brata penyepian adalah larangan-laranga dalam agama Hindu ketika melakukan Nyepi. Larangan ini dikenal dengan nama Catur Brata Penyepian yaitu empat larangan saat Nyepi. Larangan tersebut yaitu amati geni (tidak boleh menghidupkan api atau lampu dan semacamnya), amati karya (tidak boleh melakukan pekerjaan), amati lelungan (tidak boleh bepergian kemanapun, tetap diam dirumah), amati lelanguan (tidak boleh bersenang-senang). Tradisi perang api merupakan tradisi turun temurun umat Hindu di Lombok yang selalu dilakukan warga setelah arak-arakan ogoh-ogoh [6] Pelaksanaan dari tradisi ini sendiri dilaksanakan ketika waktu sudah sore ketika dua kelompok pemuda saling berhadapan dan memulai "perang" menggunakan alat yang dinamakan bobok (daun kelapa yang dikeringkan).[2] Walaupun menimbulkan luka ketika perang berlangsung, tapi kedua kubu pemuda tidak pernah bermusuhan dan langsung berbaikan saat itu juga.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ SCTV, Tim Liputan 6. Nuramdani, Muhamad, ed. "Tradisi Perang Api Penolak Bala di Lombok". Liputan6.com. 
  2. ^ a b c d Rachmawati, Fitri. Galih, Bayu, ed. "Perang Api, Tradisi Menyambut Nyepi di Lombok". Kompas.com. 
  3. ^ Kurniawan, Agus. "Mengenal Tradisi Perang Api di Lombok". detikcom. Diakses tanggal 2020-03-17. 
  4. ^ antaranews.com (1970-01-01). "Tradisi Perang Api umat Hindu Lombok". ANTARA News. Diakses tanggal 2020-03-26. 
  5. ^ "Tradisi Perang Api umat Hindu Lombok". ANTARA News. 
  6. ^ Septia, Karnia. Prodjo, Wahyu Adityo, ed. "Perang Api, Tradisi Turun-Temurun Umat Hindu Lombok Sambut Nyepi". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-03-26.