Penghuni surga (Islam)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dalam Islam, penghuni surga adalah para manusia yang akan memasuki dan menikmati segala kenikmatan di dalam surga. Kriteria manusia yang layak menghuni surga disebutkan oleh Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 82. Sementara pengisahannya disebutkan dalam Surah Al-A'raf ayat 43. Kenikmatan tertinggi bagi penghuni surga adalah melihat Allah secara langsung.

Kelayakan[sunting | sunting sumber]

Dalam Surah Al-Baqarah ayat 82, Allah menetapkan kriteria penghuni surga. Penghuni surga adalah orang-orang beriman yang mengerjakan kebajikan. Para penghuni surga ini akan kekal di dalam surga.[1]

Pengisahan[sunting | sunting sumber]

Memasuki surga[sunting | sunting sumber]

Ketika penghuni surga memasuki surga untuk pertama kalinya, mereka memuji Allah atas kenikmatan yang diberikan-Nya kepada mereka. Pujian ini disematkan atas nikmat Allah berupa petunjuk-Nya bagi manusia untuk mencapai surga. Kisah pemujian penghuni surga kepada Allah ini disebutkan dalam Surah Al-A'raf ayat 43.[2]

Kenikmatan yang diperoleh[sunting | sunting sumber]

Kemah-kemah[sunting | sunting sumber]

Para penghuni surga akan memperoleh kemahnya masing-masing. Bahan pembuatan kemah ini adalah permata yang berongga. Masing-masing kemah membentang sepanjang 60 mil.[3]

Istri dari bidadari[sunting | sunting sumber]

Bagi laki-laki penghuni surga disediakan istri-istri dari bidadari. Para istri ini tinggal di dalam kemah-kemah. Istri-istri mereka tidak saling melihat satu sama lain sehingga tidak ada keributan di dalam surga antara para istri ini.[3]

Kebun-kebun[sunting | sunting sumber]

Para penghuni surga juga memperoleh kebun yang isinya terbuat dari emas dan perak.[3]

Melihat Allah secara langsung[sunting | sunting sumber]

Melihat Allah secara langsung merupakan kenikmatan yang terbesar yang diterima oleh para penghuni surga. Tingkat kenikmatannya melebihi tingkat kenikmatan apapun yang disediakan di dalam surga. Para penghuni surga akan melihat Allah dengan sangat jelas. Kejelasannya melampaui kejelasan ketika manusia menatap bulan pada saat purnama maupun ketika menatap matahari pada hari yang cerah.[4]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Qamariyah, Ulfa (2015). Usman dan Alfrida, ed. Nama-Nama Surga dan Penghuninya. Semarang: Bengawan Ilmu. hlm. 2. ISBN 978-979-021-573-3. 
  2. ^ Al-Qaradhawi, Yusuf (2019). Artawijaya, ed. Tafsir Juz 'Amma. Diterjemahkan oleh Nurdin, Ali. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 6. ISBN 978-979-592-827-0. 
  3. ^ a b c Hadi 2021, hlm. 99.
  4. ^ Hadi 2021, hlm. 96.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]