Penanaman Modal Dalam Negeri

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Penanaman Modal Dalam Negeri atau (PMDN) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.[1]

Baik perorangan maupun badan usaha bisa menjadi penanam modal dalam negeri tersebut. Seperti pemerintah, badan usaha negeri, dan perorangan (Warga Negara Indonesia), yang melakukan penanaman modal di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Ketentuan mengenai Penanaman Modal diatur di dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Deskripsi[sunting | sunting sumber]

Penanam modal Dalam Negeri dapat dilakukan oleh perseorangan WNI, badan usaha Negeri, dan/atau pemerintah Negeri yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan usaha usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan dan batasan kepemilikan modal Negeri atas bidang usaha perusahaan diatur di dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Pengertian[sunting | sunting sumber]

Lebih lanjut mengenai pengertian, Penanaman Modal Dalam Negeri (selanjutnya disebut sebagai “PMDN”) berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UUPM”), yaitu kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Pengertian dari penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga Negara Indonesia, badan usaha Indonesia, Negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia. Badan usaha Indonesia yang dimaksudkan disini dapat berbentuk perseroan terbatas (“PT”)

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUPM, dijelaskan bahwa PMDN dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum, atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 ayat (3) UUPM lebih lanjut menjelaskan, penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk PT dilakukan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:

  • mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;
  • membeli saham; dan
  • melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Pengesahan dan Perizinan PMDN[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan Pasal 25 ayat (4) UUPM, perusahaan penanam modal, termasuk PMDN, yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan. Izin sebagaimana disebutkan sebelumnya diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu. Pelayananan terpadu satu pintu ini bertujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing sesuai dengan kebutuhan dalam negeri.

Fasilitas Khusus untuk PMDN[sunting | sunting sumber]

Perbedaan mendasar pada perusahaan PMDN dan PT biasa yaitu PMDN mendapatkan fasilitas dari pemerintah Indonesia dalam menjalankan usahanya dimana fasilitas tersebut tidak didapatkan oleh PT biasa. Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) UUPM dijelaskan bahwa fasilitas penanaman modal tersebut dapat diberikan kepada penanaman modal yang:

  • melakukan perluasan usaha; atau
  • melakukan penanaman modal baru.

Lebih lanjut, Pasal 18 ayat (4) UUPM menjelaskan bentuk fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah kepada penanaman modal, termasuk di dalamnya PMDN, dapat berupa:

  • pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
  • pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
  • pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
  • pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatn untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
  • penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
  • keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Pengertian PMDN dan Perbedaan dengan PMA". Dunia Notaris. 2020-05-06. Diakses tanggal 2020-10-31.