Pemikiran ekonomi kuno

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pemikiran ekonomi kuno adalah pemikiran atau gagasan mengenai ekonomi yang mengemuka pada zaman kuno hingga abad pertengahan.[1] Selama periode tersebut ekonomi tidak memiliki identitas terpisah dari pemikiran/ilmu sosial umum dan didefinisikan menurut analisis modern sebagai sebuah faktor dalam etika dan politik, sebab pada masa itu belum ditemukan objek interpretasi yang dapat secara khusus mewakili pusat utama studi. Pemikiran ekonomi kuno mempunyai pengaruh besar terhadap pemikiran ekonomi modern awal.[2] Mempelajari pemikiran ekonomi kuno merupakan cara alternatif untuk menjelaskan fungsi proses ekonomi dan cara untuk mengetahui faktor yang menjadi penyebab adanya perbedaan dalam perspektif ekonomi.

Proses ekonomi yang berkembang di dalam suatu masyarakat merupakan matriks kompleks dari individu, organisasi, hukum, dan hubungan yang terjalin di antaranya, sedangkan matriks itu sendiri merupakan hasil gabungan antara persepsi, nilai, kepercayaan, pengetahuan, dan teknologi. Proses ekonomi yang melekat pada masyarakat mempunyai kaitan dengan segala aspek yang berkaitan dengan kebudayaan. Oleh sebab itu, pemahaman mengenai sistem ekonomi dan teori ekonomi mengisyaratkan adanya kesadaran tentang konteks sosial, sejarah, dan filosofi di tempat sistem dan teori ekonomi itu berkembang. Sejak era ekonomi modern dipandang bermula dengan terbitnya publikasi Adam Smith yang berjudul An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (Penyelidikan terhadap sifat alam dan penyebab kekayaan bangsa-bangsa) pada tahun 1776, peninjauan dan penyelidikan terhadap pemikiran ekonomi pra-Smithian membutuhkan beberapa justifikasi yang harus dapat memberi dukungan dalam aspek sejarah dan metodologi terhadap kontribusinya bagi studi sejarah ekonomi modern. Sejarah pemikiran ekonomi yang berakar dari filosofi dan hukum itu harus dapat dianalisis menggunakan prinsip-prinsip umum yang penerapannya berlaku sama, baik untuk pemikiran ekonomi kuno maupun pemikiran ekonomi modern.[3]

Ekonomi mulai menjadi objek studi dalam disiplin yang terpisah pada abad ke-19 ketika bidang ini mampu mengidentifikasi proses pengaturan diri sendiri (self-regulating) pada pasar. Meski demikian, benih analisis terhadap ilmu ini sejatinya telah lama ditabur sejak masa peradaban kuno, yang di antaranya dapat ditemukan di beberapa peradaban berikut.

Yunani[sunting | sunting sumber]

Tulisan dari zaman Yunani kuno yang dalam bahasa inggris berjudul Works and Days memuat gagasan mengenai pemikiran ekonomi. Tulisan yang merupakan karya pertama Hesiod (830 – 750 SM) itu menyebutkan kelangkaan sebagai salah satu di antara banyaknya masalah yang ada, yang terjadi akibat interaksi antara dewa-dewa dan manusia. Eksistensi persaingan juga telah diperkenalkan, 2000 tahun sebelum hal tersebut dipandang oleh Adam Smith sebagai suatu hal yang produktif, dalam ide mengenai dua basis perjuangan manusia- basis penghancuran yang dicapai melalui perang, serta basis produktif melalui jalan kompetisi ekonomi. Keduanya diterangkan menggunakan istilah strife. Strife berarti anak-anak dari dewa yang berkedudukan rendah. Jenis strife itu ada yang menjunjung perbuatan jahat, tetapi ada pula yang memilih bersikap ramah kepada manusia. Bekerja dianggap sebagai hal yang baik dan produktif, meski oleh sebagian orang pada saat itu dipandang sebagai bentuk kutukan dewa, sementara kemiskinan dan perilaku duduk berpangku tangan/tidak bekerja dinilai sebagai kondisi memalukan yang dikritiknya. Beberapa ratus tahun kemudian pemikiran ekonomi semakin berkembang, diketahui dengan ditemukannya karya yang lebih formal berjudul Oeconomicus yang secara harfiah berarti pengelolaan kepemilikan. Tulisan karya Xenophon (430 – 354 SM) tersebut utamanya ditulis berkaitan dengan praktik peningkatan efisiensi pertanian, tetapi terdapat pula sejumlah konsep fundamental ekonomi seperti kekayaan, kemiskinan, dan spesialisasi/kekhususan di dalamnya. Tujuan seseorang mengumpulkan kekayaan, apakah itu dilakukan agar dapat mengendalikan kekayaan milik orang lain, merupakan bahan diskusi yang menjadi pembuka tulisan. Sesuatu hal hanya dapat bernilai kekayaan bagi seseorang yang dapat memanfaatkannya. Namun bagi seseorang yang tidak dapat mengambil manfaat dari sesuatu hal, maka sesuatu hal itu tidak dapat dikatakan sebagai kekayaan baginya. Meskipun demikian, sesuatu hal tetap dapat menjadi kekayaan bagi seseorang, walau ia tidak tahu cara menggunakannya, selama ia tahu cara menjualnya. Berdasarkan pijakan ini, pandangan mengenai konsep uang pun muncul.[4]

Kekayaan dan kemiskinan hanya merupakan konsep relatif untuk menunjukkan kebutuhan dan kecukupan, menurut Democritus (460? – 370? SM), seorang filsuf lain yang hidup sezaman dengan Xenophon. Tidaklah kaya seseorang yang berkebutuhan dan tidaklah miskin seseorang yang dirinya merasa cukup. Demikianlah hidup yang sederhana dianjurkan oleh sebagian besar filsuf Yunani, termasuk Xenophon dan Democritus. Etika kecukupan dan kepuasan ini memang terdengar lebih normatif dibandingkan dengan norma akumulasi. Namun argumentasi bahwa kehidupan yang sederhana merupakan kehidupan yang lebih bahagia itu mempunyai implikasi positif terhadap sisi ekonomi. Keinginan mengumpulkan harta melebihi batas kecukupan menghasilkan efek yang merugikan bagi individu dan masyarakat, serta menurunkan tingkat kesejahteraan sosial total. Tergerakkan oleh praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, Plato (427 – 347 SM) mendirikan sebuah akademi filosofi yang bertujuan mendapatkan cara yang terbaik untuk menjalani kehidupan. Dalam tulisan yang setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris berjudul The Republic, Plato mengidentifikasi kebutuhan dasar ekonomi yang terdiri dari makanan, tempat berlindung, dll.; menganjurkan pemaksimalan kualitas dan kuantitas produksi yang harus dilakukan sesuai spesialisasi; hingga menilai pentingnya perdagangan internasional terhadap ekonomi. Dalam tulisannya yang lain, Laws, dijelaskan mengenai masyarakat ideal dan perangkat aturan yang ditetapkan agar dapat mengendalikan masyarakat tersebut. Bentuk pemerintahan yang pertama dan paling tinggi ialah yang menganut persamaan dalam semua hal (“Friends have all things in common”). Gagasan yang menjadi cikal-bakal komunisme ini berangkat dari suatu pemikiran bahwa tidak akan ada keangkaraan atau sikap sombong serta ketidakadilan di dalam komunitas yang tidak memiliki kemiskinan dan kekayaan, tidak juga kecemburuan dan pertikaian di dalam komunitas yang dipandang paling mulia itu. Menyadari hal tersebut tidak bersifat nyata dan bisa diterapkan, diajukan gagasan lain mengenai keadaan terbaik setelahnya (“second best state”) yang mencakup beragam lini kehidupan, termasuk ekonomi. Perdagangan bebas dibatasi hanya pada impor barang yang dibutuhkan dan ekspor barang yang berlebih. Ada alasan untuk setiap pembatasan perdagangan, tetapi hal itu utamanya dilakukan untuk melindungi moral orang-orang Athena dari pengaruh merusak.

Murid Plato yang paling terkenal, Aristoteles (384 – 322 SM), juga membawa pemikirannya mengenai ekonomi dalam diskusinya tentang mendapatkan kekayaan (wealth-getting). Nilai yang digunakan (value in use”) dibedakan dari nilai yang dipertukarkan (value in exchange). Mendapatkan kekayaan untuk tujuan dipergunakan adalah alamiah, tetapi menjadi tidak alamiah apabila kekayaan itu didapatkan untuk tujuan dipertukarkan. Kebutuhan akan uang agar suatu perdagangan dapat berlangsung dalam skala besar telah disadari dan dikenali propertinya, yaitu sebagai alat tukar, satuan ukur, dan penyimpan nilai, dimana nilai pada uang tersebut tidak seharusnya berubah dan senantiasa stabil. Gagasan penciptaan uang mendorong timbulnya keinginan untuk mendapatkan serta mengakumulasi uang. Sebagaimana perdagangan untuk mendapat keuntungan tidak disukai para filsuf Yunani, demikian pula dengan praktik riba. Kedua hal itu dianggap sebagai hal yang tidak alami karena menguntungkan sebagian orang atas penderitaan sebagian lainnya, terutama riba, yang secara khusus mengaburkan tujuan dan kepatutan penggunaan uang sebagai alat tukar dan satuan ukur. Meskipun perdagangan untuk memperoleh keuntungan tidak disukai, strategi untuk mencapai hal itu telah dapat dipahami. Dalam sejarah Thales dari Miletus (Thales of Miletus), Aristoteles mengubah usaha mengandung risiko yang belum sempurna menjadi teori kompetisi dan monopoli dan keuangan publik. Aristoteles tidak setuju dengan bentuk-bentuk dalam komunisme ("common property", "shared possessions") seperti yang dianjurkan gurunya dalam The Republic, walaupun diakuinya ada pula beberapa properti bersama ("common property") yang dibutuhan. Lebih lanjut penjelasan mengapa properti bersama ("common property") dinilai kurang efektif dibandingkan properti swasta ("private property") terdapat di dalam tulisan Thales of Miletus tersebut.[5]

Tiongkok[sunting | sunting sumber]

Tiongkok merupakan salah satu pusat peradaban tertua di dunia. Kebijakan ekonomi yang ideal dan efektif telah lama menjadi isu populer di Tiongkok sejak zaman kuno. Namun karena letak geografis serta faktor kendala budaya dan bahasa, sejarah intelektual Tiongkok kurang dapat dimasuki pihak asing. Chang (Sejarah Pemikiran Ekonomi Tiongkok) menyimpan pemikiran ekonomi Tiongkok kuno yang berasal terutama selama kepemerintahan Dinasti Chou di bagian timur (771 – 249 SM), yaitu dalam periode yang sebagiannya terjadi bersamaan waktu dengan catatan pemikiran ekonomi dari zaman Yunani kuno. Seperti halnya tokoh filsuf Yunani kuno yang hidup sezaman dengannya, Konfusius (551 – 479 SM) memusatkan pemikirannya pada permasalahan moral. Fenomena alam dan sosial, semuanya diatur berdasarkan sistem etika. Dalam sistem masyarakat yang menganut ajaran Konfusius, hubungan antar-perseorangan/interpersonal, serta kewajiban yang ditimbulkannya bersifat dua arah atau berlaku hukum timbal-balik. Seorang penguasa ditentukan berdasar atas perilaku dan kecakapannya, bukan berdasarkan keturunan. Setiap orang mempunyai peran masing-masing dalam sistem masyarakat berhirarki itu, dimana kondisi sosial yang harmonis hanya akan tercapai bila setiap orang menyadari dan menjalankan perannya masing-masing tersebut. Pengajaran Konfusius ini kemudian meluas dan mengakar ke dalam pemikiran ekonomi ratusan tahun berikutnya. Beberapa di antara peraturan Konfusius yang utama ialah:

  1. Pajak harus dikenakan kepada orang yang mempunyai kemampuan produktif dan dibatasi jumlahnya sebesar sepersepuluh penghasilan daerahnya.
  2. Pengeluaran pemerintah, termasuk belanja istana, harus disesuaikan dengan pendapatan pemerintah, dan bukan berlaku sebaliknya.
  3. Standar kehidupan harus memenuhi status sosial masing-masing individu, tanpa bersifat ekstrim- terlalu royal ataupun terlalu kikir.
  4. Kewajiban pemerintah yang utama adalah menyejahterakan kehidupan rakyatnya.
  5. Pemerintah harus menjaga sikap umum yang bersifat tidak ikut campur tangan (non-interference), tetapi tetap memberi bantuan untuk menciptakan dan menjaga agar penyaluran pendapatan dapat berlangsung secara wajar, bila diperlukan.

Setelah kematian Konfusius, ketidakjelasan maksud pada peraturan, terutama pada poin nomer lima, menyebabkan keadaan menjadi semakin terganggu hingga menyulut pertengkaran di antara pengikutnya mengenai intisari manusia dan peran tepat pemerintah dalam ekonomi. Murid Konfusius, Mensius (372 – 287 SM), percaya bahwa sifat dasar setiap individu adalah baik, dan merupakan tugas pemerintah untuk memajukan kesejahteraan publik dengan menerapkan sikap ‘tidak ikut campur tangan’. Sebaliknya, Hsun-tzu (300 – 237 SM), murid Konfusius yang lain, berpegang pada pandangan bahwa manusia didominasi oleh gerakan jahat, sehingga pemerintahan yang otoriter lebih sesuai dan lebih mampu dalam mengatur manusia.[6]

Gerakan pembaruan/perbaikan sistem ekonomi Tiongkok yang terbesar salah satunya dilakukan oleh kaisar Qin Shi Huang (260 – 210 SM), yang memerintah antara 221 – 210 SM. Mata uang koin telah distandardisasi di seantero wilayah Warring yang dipersatukan di bawah satu pusat birokrasi yang kuat. Standardisasi pada pembuatan uang logam juga telah dilakukan, di samping diperkenalkannya jenis koin baru, koin tembaga bulat yang memiliki lubang persegi di tengahnya. Pertanian dan perniagaan bernilai sangat penting bagi ekonomi. Tidak kalah penting ialah penyetaraan dalam sistem pengukuran dan berat, dan penyusunan/kodifikasi hukum. Reformasi di bidang ekonomi tersebut juga membawa keuntungan dilihat dari segi pertukaran kebudayaan dengan bangsa lain. Tokoh besar di bidang ekonomi Tiongkok kuno bernama Wang Anshi (1021–1086), hidup pada periode pertengahan Dinasti Song (960 – 1279). Serangkaian pembaruan yang dilakukan faksi politik kelompok kebijakan baru (the New Policies Group) yang menaungi Wang Anshi berpusat pada pembaruan di bidang militer dan birokrasi, selain daripada bidang ekonomi, dan dilakukan sebagai bentuk reaksi perlawanan terhadap kementrian konservatif. Pembaruan utama yang mula-mula dilakukan yaitu penurunan bunga, peringanan kerja buruh, dan penurunan harga pajak tanah di antara pihak saudagar dan para petani kecil yang dianggap sebagai tulang punggung ekonomi Tiongkok dalam hal penghasil barang dan sumber penghasil pajak tanah terbesar.[7]

Romawi[sunting | sunting sumber]

Kekaisaran Romawi secara entitas politik telah berakhir, akan tetapi hukum romawi melalui pengaruhnya masih merupakan sebuah kekuatan dunia. Hukum Romawi berkembang melewati tahap evolusioner selama kurang lebih 13 abad, sejak awal pendirian Roma (753 SM) sampai pada kematian kaisar Justinian dari kekaisaran Romawi Timur (Romawi Bizantium) pada tahun 565. Permulaan hukum Romawi ditandai dengan Daftar Dua-belas (The Twelve Tables) yang disusun pada 450 SM, yang dianggap sebagai landasan bagi semua hukum. Ahli hukum Romawi menciptakan prinsip-prinsip yang tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga memberi keterangan yang bersifat menjelaskan, yang dapat menghasilkan implikasi secara langsung. Ahli hukum Romawi diketahui sangat mengapresiasi uang, sementara orang-orang Romawi pun sadar akan adanya hubungan ketergantungan antara ketersediaan logam mulia atau uang pada satu sisi, serta tingkat harga atau laju bunga pada sisi yang lain. Logika hukum yang berlaku dalam hukum Romawi terbukti dapat diaplikasikan untuk beragam pola sosial yang lebih luas, pada pola sosial yang menerapkan private property dan perniagaan kapitalistik. Berbagai macam istilah juga telah didefinisikan, seperti harga, uang, pembelian dan penjualan, bermacam-macam jenis pinjaman (mutuum, commodatum), dan dua jenis penyimpanan/deposito (regulare, irregulare). Sejumlah konsep ekonomi yang diformulasikan dalam hukum Romawi selanjutnya menjadi dasar analisis bagi sistem ekonomi merkantilis baru di abad pertengahan. Konsep tersebut mempunyai keuntungan yang sangat luar biasa dari segi bebas-nilai dan bebas-praanggapan terhadap usaha mendapatkan kekayaan (wealth-getting), perniagaan, dan investasi.[8]

India[sunting | sunting sumber]

Prinsip ekonomi tertua yang ditemukan di India berasal dari risalah Arthashastra yang artinya Ilmu mengenai kekayaan (sastra berarti ilmu, artha berarti kekayaan dalam bahasa Sanskrit) yang ditulis oleh Chanakya (350 – 283 SM), seorang professor di bidang ilmu politik ekonomi Universitas Takshashila di masa India kuno. Pembahasan di dalam risalah tersebut mengenai pengelolaan ekonomi yang efisien dan berkualitas masih bertahan dan relevan dengan ekonomi modern. Gagasan mengenai kesejahteraan seperti pendistribusian kekayaan selama terjadinya bencana kelaparan dan etika kolektif masyarakat yang mengikat orang-orang di dalamnya secara bersama-sama merupakan fokus penting yang juga merupakan bentuk representasi keluhuran moral. Lingkungan masyarakat yang kondusif diperlukan agar sistem ekonomi dapat bertahan, yang untuk mewujudkan hal itu dibutuhkan hukum dan tata tertib yang harus ditaati. Secara spesifik disebutkan denda dan hukuman untuk menyokong ketatnya penegakan hukum, yang disebut Dandaniti dalam Sanskrit. Arthashastra menganjurkan pihak otokrasi untuk mengelola ekonomi agar menjadi efisien dan berbobot, sebab hal tersebut merupakan kualitas serta disiplin terpenting yang menjadi tugas seorang raja dan sekaligus tolok ukur serta evaluasi atas dharma (tugas hidup) dan karma (hukum sebab akibat) mereka.[9] Ekonomi dalam masyarakat penganut Jainisme di India Barat, yang tumbuh hampir bersamaan dengan Buddhisme di India Tenggara (477 SM), mendapat pengaruh dari prinsip serta filosofi Mahavira. Dalam konteks ekonomi, telah dijelaskan mengenai pentingnya konsep anekanta/ketidakmutlakan, serta telah diketahui adanya dua kutub dalam sistem politik-ekonomi, yaitu komunisme dan kapitalisme. Komunisme bertujuan agar lebih bersifat sosialis, sedangkan kapitalisme bertujuan agar lebih bersifat kapitalis. Namun tidak ada perbedaan yang hakiki di antara keduanya, karena keduanya sama-sama didorong oleh materialisme.[10]

Arab[sunting | sunting sumber]

Sebagaimana kontribusi filsuf Yunani Kuno terhadap analisis ekonomi sering menjadi perdebatan, pengaruh pemikiran Arab di bidang ekonomi juga sering kali terabaikan. Pemikiran ekonomi Arab memandang ekonomi itu sendiri bukan sebagai hasil akhir, tetapi sebagai upaya untuk mencapai suatu akhir, dimana akhir itu adalah keselamatan. Setiap aktivitas ekonomi yang dilakukan merupakan bagian dari usaha/perjuangan di bumi untuk mencapai langit (surga). Suatu gagasan ekonomi tidak dinilai salah atau benar, tetapi diperlakukan sesuai hubungannya dengan prinsip etika dan politik yang diturunkan dari Shari'ah (perwujudan keinginan ilahi). Abu Hamid al-Ghazali (1058–1111) merupakan seorang tokoh yang berpegang pada prinsip tersebut. Fungsi kesejahteraan sosial dibuat berdasarkan pertimbangan kebergunaan (utilities) dan ketidakbergunaan (disutilities). Meskipun keselamatan adalah tujuan akhir dari perbuatan yang dilakukan manusia, aktivitas mengejar ekonomi merupakan suatu bagian yang diperlukan untuk mencapai tujuan akhir tersebut, yang tanpanya perikehidupan manusia akan hancur. Mengadakan efisiensi ekonomi, oleh sebab itu, dipandang sebagai sebuah aspek dalam pemenuhan kewajiban ilahi. Ketika maksud dalam perbuatan ekonomi sejalan dengan keinginan ilahi, maka perbuatan ekonomi itu menjadi bernilai peribadatan terhadap ilahi.

Pasar, dimana mekanisme pertukaran secara sukarela terjadi, berkembang sebagai bagian dari suatu hal yang alami. Kegiatan mengakumulasi kekayaan, meski tidak dipandang sebagai aktivitas yang mulia, tetapi dinilai mempunyai pengaruh penting terhadap fungsi proper dalam perkembangan ekonomi. Pemikiran ekonomi Arab tentang laba dan harga- elastisitas dan kesetimbangan harga- memiliki kesesuaian dengan konsep yang diterapkan di era modern. Pengelompokan kegiatan produksi dibuat berdasarkan kepentingan sosialnya, yang meliputi pertanian sebagai kegiatan produksi primer, manufaktur sebagai kegiatan produksi sekunder, dan pelayanan/servis sebagai kegiatan produksi tersier. Pertimbangan kegiatan produksi primer menempati kegiatan ekonomi terpenting, dan seterusnya sesuai urutan, tetapi ketiganya tetap diperlukan dan harus digiatkan untuk mencapai keseimbangan sosial. Telah ada pemikiran mengenai uang untuk mengatasi kelemahan pada barter- yaitu kurangnya kesesuaian kebutuhan satu sama lain di antara para penjual- serta telah disadari adanya pembedaan antara nilai pakai dan nilai tukar pada uang. Pemikiran tentang emas dan perak yang diragukan mempunyai nilai selain nilai tukar merupakan struktur pagar pemikiran Arab atas argumentasi mengenai riba yang ditentangnya.[6]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ LLC, Revolvy,. ""Ancient economic thought" on Revolvy.com". www.revolvy.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-10-28. 
  2. ^ Perrotta, Cosimo (2003-07-01). "The legacy of the past: ancient economic thought on wealth and development". The European Journal of the History of Economic Thought. 10 (2): 177–229. doi:10.1080/0967256032000066873. ISSN 0967-2567. 
  3. ^ https://www.cambridge.org/core/books/the-cambridge-companion-to-the-roman-economy/roman-economic-thought/F7E549736AFD143CA07463A8FDC966E0
  4. ^ http://philosociology.com/UPLOADS/_PHILOSOCIOLOGY.ir_Ancient%20Economic%20Thought-Routledge%20Studies%20in%20the%20History%20of%20Economics%20.pdf
  5. ^ http://www.cengage.com/resource_uploads/downloads/0324321457_65791.pdf
  6. ^ a b "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-09-19. Diakses tanggal 2020-03-20. 
  7. ^ http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Ancient_economic_thought
  8. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-10-29. Diakses tanggal 2017-10-29. 
  9. ^ "Ancient economic thought – New World Encyclopedia". www.newworldencyclopedia.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-10-28. 
  10. ^ 3 https://www.revolvy.com/main/index.php?s=Ancient%20economic%20thought&item_type=topic