Pemerintahan ramping

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pemerintahan ramping (Inggris: lean goverment), yang mempunyai dua suku kata Lean artinya yaitu ramping dan Goverment yang berarti pemerintahan. Kata ramping memilki makna ideal, jadi lean govermen adalah pemerintahan yang ideal. Dengan konsep yang sudah mendukung paradigma New Public Service (NPS) dan telah memfokuskan diri pada hal yang paling penting dari sekadar kuantitas, yaitu kualitas akan terpenuhinya kebutuhan publik atau Citizens.

Secara sederhana penjelasan dalam filosofi Lean dapat disamakan seperti suatu pola perilaku seorang atlit dalam menjaga berat badannya. Pada proses bagaimana seorang dapat berusaha menjaga berat badannya yang tidak teralalu mempunyai banyak lemak dan tidak juga terlalu kurus. Dengan begitu tujuan dari menjaga berat badan agar bisa beraktifitas secara optimal juga bisa memenangkan setiap kompetisi yang akan diikuti. Cara dalam menempuhnya tentu tidak bisa lewat proses yang instan seperti sedot lemak atau konsumsi obat-obatan yang akan membantu proses membakar lemak dalam tubuh dengan hitungan minggu, namun butuh usaha mempraktikan pola hidup sehat, yaitu mengonsumsi makanan sehat, olah raga rutin dan istirahat yang cukup. Tidak lupa pula pantangan seorang altit yaitu menghindari makanan yang tidak sehat, tidak latihan sesuai jadwal bahkan intensitas latihan yang menurun.

Demikian pula sama halnya dengan Organisasi Pemerintah, yang mana birokrasi saat ini terlalu banyak menghasilkan lemak, terlalu banyak aktifitas yang tidak lagi dibutuhkan masyarakat, terlalu lamban dalam menjawab tantangan kebutuhan masyarakat, atau bahkan melakukan hal-hal yang berlawanan pada prinsip pelayanan publik. Kemudian, konsep lean goverment ini ada untuk memperbaiki pola perilaku yang tidak sehat dengan cara mengurangi pemborosan atau di sebut juga waste.[1]

Jenis-Jenis Pemborosan/Waste[sunting | sunting sumber]

Penggagas model lean goverment adalah James Creelman, Menurutnya terdapat empat macam pemborosan utama dalam organisasi publik, diantaranya yaitu:

  1. Strategic Waste yang merupakan kegiatan yang dilakukan tidak ada orientasinya pada kebutuhan publik atau kegiatan yang dilakukan tidak mengarah pada pencapaian visi dari Pemerintah.
  2. Human Energy Waste adalah membuang-buang energi manusia tehadap hal yang tidak diperlukan. pemerataan beban kerja yang belum maksimal. Padahal dalam bekerja tentu membutuhkan teamwork yang pada pembagian tugasnya sudah diketahui secara jelas sejak awal, sehingganya pegawai dapat bekerja sesuai dengan tupoksinya masing-masing.
  3. Waiting Waste adalah pemborosan dikarenakan menunggu. Hal ini merupakan pemborosan yang mengacu pada upaya Pemerintah untuk mempersingkat waktu merespon dalam setiap pelayanan publik. Penundaan yang dinamakan respon time itu dibutuhkan untuk menanggapi dan menyelesaikan suatu masalah yang terjadi.
  4. Information Waste adalah pemborosan yang disebabkan karena informasi yang tidak bermanfaat. Laporan atau data yang ada pada pemerintah. format laporan yang standar harusnya telah dimiliki seluruh instansui agar lebih mudah dalam menyediakan data yang akurat dan sesuai kebutuhan.[1]

Perampingan Kelembagaan[sunting | sunting sumber]

Diantaranya adalah:

  • Pangan, Perkebunan, Perikanan, Peternakan, Kehutanan.
  • Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Investasi.
  • Pendapatan Daerah dan Keuangan
  • Pertambangan dan Energy
  • Tenaga Kerja, Kependudukan, Transmigrasi, Catatan Sipil, Keluarga Berencana
  • Pekerjaan Umum dan Perhubungan
  • Pendidikan, Olah raga, Kebudayaan dan Pariwisata
  • Kesehatan dan Badan sosial[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Tamimi, Zindar (2015-12-22). "Inovasi Manajemen Pelayanan Publik Tim Emergency Service Kabupaten Bantaeng". Politika: Jurnal Ilmu Politik (dalam bahasa Inggris). 6 (1): 141–158. ISSN 2502-776X. 
  2. ^ Zulkarnaini (4 Desember 2013). "Reinventing Kelembagaan Pemerintah Daerah yang Ramping dan Efisien" (PDF). Media Neliti. Diakses tanggal 12-09-2023.