Lompat ke isi

Pembelajaran aktif

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pembelajaran aktif (bahasa Inggris: active learning) yang secara harfiah dapat diartikan sebagai konsep pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif baik fisik, psikis maupun emosinya dalam proses pembelajaran. Keaktifan dan keterampilan siswa dalam proses pembelajaran tidak hanya keterlibatan dalam bentuk fisik seperti duduk melingkar, mengerjakan atau melakukan sesuatu, akan tetapi dapat juga dalam bentuk proses analisis, analogi, komparasi, penghayatan, yang kesemuanya itu keterlibatan siswa dalam hal psikis dan emosi.

Siswa dalam hal ini terlibat dalam proses mengkomparasikan materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dengan pengalaman atau kesan yang sama pada waktu dan tempat yang berbeda. Melalui komparasi siswa membentuk pemahaman atau kebermaknaan terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Jean Piaget, proses pembelajaran adalah proses aktif, hal ini karena pengetahuan terbentuk dalam subyek belajar. Sehingga untuk membantu perkembangan anak, perlunya diciptakan kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya melakukan percobaan, mengajukan pertanyaan, maupun membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.

Kriteria Pendekatan

[sunting | sunting sumber]

Kadar keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat dilihat pada berbagai dimensi pembelajarannya, yaitu meliputi:

1. Dimensi Siswa

[sunting | sunting sumber]

Fokus pembelajaran tidak lagi tertuju pada guru, melainkan pada siswa (berbasis siswa)[1]. Akan terlihat pada diri siswa adanya rasa keberanian untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, keinginan dan kemauannya. Guru hendaknya mampu membina rasa keberanian yang tumbuh pada diri anak, guru jangan sekali-kali mematikan keberanian, keingintahuan siswa yang pada akhirnya siswa tidak berani melakukan sesuatu. Siswa yang memiliki motivasi dan minat belajar yang tinggi biasanya ditandai dengan nilai akademik yang baik, memiliki kebiasaan belajar yang terstruktur, memiliki pemahaman yang baik terhadap setiap bacaan.[2]

Untuk itu, siswa hendaknya merasa aman, nyaman dan kondusif untuk belajar. Dalam dimensi siswa ini nanti pada akhirnya akan tumbuh dan berkembang kemampuan kreativitas siswa. Suasana pembelajaran tampak dinamis, hidup, bersemangat dan berkembang.

2. Dimensi Guru

[sunting | sunting sumber]

Peran guru dalam pembelajaran siswa aktif antara lain, guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang memberi berbagai kemudahan siswa dalam belajar, baik dalam pengorganisasian bahan, pendekatan pembelajaran, maupun dalam pengadaan media pembelajaran.

Dalam dimensi ini guru juga berperan sebagai pembimbing yang mampu mendorong siswa untuk belajar seoptimal mungkin sesuai dengan irama bakat, minat, kemampuan pembawaannya serta sesuai dengan irama dan tempo perkembangan anak. Guru banyak lebih terbuka terhadap perubahan dan perkembangan ilmu dan teknologi.

3. Dimensi Program Pembelajaran

[sunting | sunting sumber]

Program pembelajaran yang banyak melibatkan siswa akan tampak dalam komponen-komponen pembelajarannya. Dari segi tujuan pembelajaran, keaktifan siswa akan tampak dalam rumusan-rumusan tujuan yang dikembangkan oleh guru. Rumusan tujuan akan menggambarkan jenis dan kadar kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa.

Namun jika tujuan yang dirumuskan tidak banyak melibatkan siswa pada kegiatan pembelajaran tingkat tinggi, maka proses pembelajarannyapun akan menunjukan pada keterlibatan yang rendah pada diri siswa. Demikian juga dari segi pendekatan dan metode pembelajaran yang dirancang. Guru hendaknya memilih dan menggunakan pendekatan dan metode pembelajaran yang lebih banyak melibatkan siswa.

Guru harus melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, baik keterlibatan dalam kegiatan fisik, psikis, maupun emosional. Demikian juga kegiatan siswa dalam pembelajaran dapat di lihat dari rancangan media dan cara penilaiannya. Penetapan multi media dalam rancangan pembelajaran akan menunjukan kualitas kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh guru. Dalam hal yang sama juga terjadi pada cara mengevaluasi hasil pembelajaran.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Anitah W, Sri (2014). Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PDF). Jakarta: Universitas Terbuka. hlm. 1.10. ISBN 9790111800. 
  2. ^ Izzul Fiqih, Muhamad (2021-12-16). "PENGGUNAAN METODE MOTIVASI SEBAGAI STRATEGI MENGAJAR BAHASA ARAB DI MADRASAH ALIYAH LABORATORIUM JAMBI". docs.google.com. Diakses tanggal 2024-05-16.