Palmistri

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
The Fortune Teller, karya Caravaggio (1594–95; Kanvas; Louvre), menggambarkan pembacaan garis tangan
The Fortune Teller karya Enrique Simonet (1899)

Palmistri, atau kiromansi (juga disebut keiromansi; dari kata Yunani kheir (χεῖρ, ός; “tangan”) dan manteia (μαντεία, ας; “divinasi”)) adalah klaim dari karakterisasi dan ramalan masa depan dengan cara mempelajari garis tangan, yang juga dikenal sebagai membaca garis tangan atau kirologi. Praktik tersebut ditemukan di seluruh dunia, dengan sejumlah variasi kebudayaan. Orang-orang yang mempraktikan kiromansi umumnya disebut palmis, pembaca garis tangan, pembaca tangan, analis tangan, atau kirolog.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Palmistri kuno[sunting | sunting sumber]

Palmistri adalah sebuah praktik umum di berbagai tempat yang berbeda di wilayah Eurasia;[1] praktik tersebut dipraktikan dalam budaya India, Tibet, Tiongkok, Persia, Sumeria, Israel Kuno dan Babilonia.

Menurut beberapa sumber, praktik tersebut diturunkan dari [2] Astrologi Hindu (dikenal dalam Sanskerta sebagai Jyotish), Yijing (I Ching) Tiongkok, dan peramal Roma (Gipsi).[2] Beberapa ribu tahun yang lalu, sage Hindu Valmiki[3] menulis sebuah buku yang berisi 567 stanza. Adapun judulnya diterjemahkan sebagai "Pengajaran-Pengajaran Valmiki Maharshi tentang Palmistri Laki-Laki".[3][4] Dari India, seni palmistri menyebar ke Tiongkok, Tibet, Mesir, Persia dan negara-negara lainnya di Eropa.[2][5] Dari Tiongkok, palmistri diteruskan ke Yunani oleh Anaksagoras yang mempraktikannya.[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Dwivedi. Wonders of Palmistry pp. 16-20
  2. ^ a b c d Omura.Acupuncture. pp.172 -174. Menurut teori ini, palmistri dikembangkan di India dan kemudian menyebar ke seluruh dunia.
  3. ^ a b Dwivedi. Wonders of Palmistry p. 25-26 Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Dwivedi25" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  4. ^ Sharma. The A-Z of Palmistry. p. 95
  5. ^ Chinn. Technology. p.24...it was not until the mid- to late nineteenth century that palmreading took off in Britain, France and the United States thanks to three major figures: Casimir Stanislas d'Arpentigny, Edward Heron-Allen and ..Cheiro.

Bacaan tambahan[sunting | sunting sumber]