Mutiara dalam Lumpur
Mutiara dalam Lumpur | |
---|---|
Sutradara | Wahyu Sihombing |
Produser | Washi Dipa |
Ditulis oleh | Asrul Sani |
Pemeran | W.D. Mochtar Sophan Sophiaan Totty Nasution Sofia WD Rachman Arge Moh Mochtar Farouk Afero Ramiz Parenrengi Masni Hamid Ivone Irani Andi Chela Nurdin |
Tanggal rilis | 1972 |
Durasi | ... menit |
Negara | Indonesia |
Penghargaan |
---|
Festival Film Indonesia 1973 |
|
Mutiara dalam Lumpur adalah film Indonesia yang dirilis pada tahun 1972 yang disutradarai oleh Asrul Sani dan dibintangi oleh W.D. Mochtar dan Sophan Sophiaan.
Film ini meraih penghargaan Festival Film Indonesia 1973 untuk pemeran pendukung wanita terbaik (Sofia WD).
Sinopsis
[sunting | sunting sumber]Khalid kecil, anak sebatang kara, menumpang gerobak Puang Aziz (WD Mochtar), lalu diangkat anak untuk teman putrinya, Fatimah, karena Asikin, kakak Fatimah bersekolah di Makasar. Fatimah ini dijodohkan dengan Hassan, anak Karaeng Bela (Moh Mochtar), saingannya sebagai petani jeruk, hingga kedua keluarga tadi berseteru. Perkawinan dimaksudkan untuk mengakhiri perseteruan itu. Khalid (Sophan Sophiaan) tumbuh dewasa, jadi pekerja tekun dan bersahabat dengan Hassan (Sentot S), bahkan bersumpah saling setia saat belajar silat. Asikin (Farouk Afero), tidak suka pada Khalid. Waktu diketemukan Khalid saling mencinta dengan Fatimah (Totty Nasution), Asikin menyuruh anak buahnya menyiksa dan menyeret Khalid. Khalid menghilang, Fatimah kawin dengan Hassan.
Asikin kemudian menguasai harta ayahnya, yang meninggal dengan menyesal melihat tingkah laku anaknya yang doyan judi dan menghabiskan harta. Dalam keadaan banyak hutang, tiba-tiba Khalid muncul kembali dan sudah jadi orang kaya. Ia mengajak Asikin berjudi habis-habisan. Berita kedatangan Khalid sampai ke Fatimah yang langsung menemuinya di tepi danau, tempat mereka biasa pacaran. Hasan yang merasa tak pernah mendapatkan cinta Fatimah, terpaksa menjaga harga diri dan menantang duel. Kepada anak buahnya ia minta agar Khalid ditembak, bila ia terbunuh. Perintah dipatuhi, padahal Hasan yang kalah itu tak tewas, karena Khalid tak tega. Maka menangislah Hasan. Apalagi Fatimah yang sudah melahirkan satu anak, lalu bunuh diri. Hasan memerintahkan dua mayat itu dikubur bersanding.[1]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Pranala luar
[sunting | sunting sumber]