Museum Maritim Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Museum Maritim adalah museum yang menjadikan aspek kemaritiman sebagai tema utamanya. Di dalam museum maritim, dipamerkan berbagai benda bersejarah seperti kapal, lukisan, senjata angkatan laut, atau benda-benda lain yang berhubungan dengan dunia maritim. Kurator museum maritim akan mengatur sedimikian rupa agar benda-benda tersebut menjadi ‘hidup’ dan memiliki alur cerita yang baik sehingga dapat memengaruhi perspektif dan pola pikir pengunjung. Di Indonesia ada empat museum maritim tersebar di Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Magelang, dan Surabaya. Keempat museum tersebut memiliki tema khusus yang berbeda; ada yang khusus mengangkat tema militer dan angkatan laut, ada pula yang mengangkat tentang sejarah maritim.

Latar Belakang[sunting | sunting sumber]

Sejak abad ke-9 Masehi, nenek moyang kita telah berlayar jauh dengan kapal bercadik. Ke Utara mengarungi laut Tiongkok, ke Barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar, ke Timur hingga Pulau Paskah. Kondisi itu membuat bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa penjelajah samudera. Kenyataan akan kejayaan maritim Indonesia di masa lampau memang bukan sekadar mitos yang dilebih-lebihkan catatan sejarah. Sejak dahulu, bangsa Indonesia telah menjadikan laut sebagai bagian penting dari kehidupan keseharianya. Sebelum kedatangan bangsa penjajah, laut Indonesia juga telah digunakan sebagai “titik temu” berbagai suku bangsa yang saling berinteraksi dalam hal ekonomi, percaturan politik, hingga pertukaran bahasa dan budaya. Di seluruh penjuru Nusantara telah tersebar berbagai bandar dagang dan pelabuhan-pelabuhan besar. Sejarah pun telah menyebutkan bahwa bersatunya Nusantara adalah karena kebesaran armada maritimnya.

Cerita tentang kejayaan maritim Nusantara juga tercermin dalam kisah Kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya merupakan negara maritim yang kuat, sehingga dapat menguasai seluruh Sumatra dan mengirimkan ekspedisinya ke Jawa serta menguasai Selat Malaka hingga Tanah genting Kra.[1] Di puncak kejayaannya, Sriwijaya menjadi tuan atas Selat Malaka dan menguasai rute perdagangan yang melalui selat ini. Pada tahun 1178, seorang penulis Tiongkok, Chou K’u-fei, melaporkan bahwa beberapa kapal asing yang lewat akan diserang jika tidak masuk pelabuhan Sriwijaya atau membayar tol. Kapal-kapal Sriwijaya melakukan pelayaran sendiri antara Tiongkok dan India. Ia juga mengirimkan utusan ke Tiongkok dan diakui sebagai negara penguasa di Asia Tenggara.[1]

Setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh pada abad ke-14, kekuatan maritim Nusantara digantikan oleh Kerajaan Majapahit. Segala kemegahan kekuatan maritim Majapahit diceritakan Pramoedya Ananta Toer dalam Novel Arus Balik: di zaman Majapahit, Arus Balik peradaban berlangsung dari wilayah Bawah Angin di Selatan ke Atas Angin di Utara. Majapahit memang dikenal memiliki kehebatan sebagai kerajaan besar penguasa Arus Selatan hingga mampu menerjang penguasa kerajaan Utara. Majapahit menjadi kekuatan maritim terbesar pada abad itu (1350-1389 M) dan mengusai hampir seluruh wilayah Indonesia saat ini, hingga Singapura (Tumasik), Malaysia (Malaka), dan beberapa negara ASEAN lainnya.[2]

Namun, masih menurut Pramoedya, kini arus telah berubah ke arah sebaliknya: dari Utara ke Selatan. Arus zaman telah membalik, segalanya berubah: kekuasaan laut menjadi mengkerut ke pedalaman, kemuliaan menukik dalam kemerosotan, kejayaan berubah ke kekalahan, kecemerlangan cendekia menjadi kedunguan penalaran, persatuan berubah menjadi perpecahan yang memandulkan segala kegiatan. Penjajahan kolonial adalah penyebab malapetaka ini. Mindset masyarakat Indonesia yang semula berorientasi pada laut dialihkan perlahan-lahan ke darat. Bangsa Indonesia pun hidup semakin jauh dari jati diri azalinya sebagai bangsa maritim. Indonesia kini diatur oleh paham kontinental dengan watak khasnya yang bukan saja tak kenal, tetapi juga meminggirkan budaya maritim. Hal itu terus mengakar kuat hingga sekarang.

Pentingnya Museum Maritim[sunting | sunting sumber]

Kehadiran museum bertema maritim di tengah persoalan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia –pudarnya budaya dan pola pikir maritim– sangat relevan. Budaya maritim yang begitu kaya membutuhkan ruang untuk terus lestari dan berkembang. Kekayaan dan keberagaman budaya maritim akan hilang apabila tidak dikomunikasikan kepada khalayak dan diberi ruang untuk terus hidup. Terlebih lagi, di tengah dinamika sosial dan budaya yang berkembang begitu cepat, museum bertema maritim dapat menjadi media alternatif pendidikan non-formal yang berfungsi untuk merekonstruksi pola pikir maritim dan wawasan Nusantara. Hal itu ditegaskan oleh Sutan Takdir Alisjahbana dalam tulisannya yang mengatakan bahwa museum sebagai alat pendidikan zaman modern akan senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan dunia modern itu sendiri.[3] Sama seperti museum-museum pada umumnya, museum bertema maritim di Indonesia juga memiliki tanggung jawab dan fungsi untuk melestarikan, membina, sekaligus mengembangkan budaya maritim baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Melalui pesan-pesan yang dirangkai lewat display dan ruang pameran, museum bertemakan maritim di Indonesia berfungsi sebagai sarana komunikasi dan jembatan penghubung yang dapat memicu kesadaran dan pengetahuan bagi masyarakat.

Keberadaan museum bertema maritim di Indonesia menjadi sangat penting mengingat museum tidak hanya memiliki fungsi sebagai pelindung benda cagar budaya, melainkan juga sebagai tempat pembentukan ideologi, disiplin, dan pengembangan pengetahuan bagi publik. Hal itu juga ditegaskan dalam kode etik ICOM, “Museum memiliki tugas penting untuk mengembangkan peran pendidikan dan menarik pengunjung lebih luas dari kalangan masyarakat, lokalitas, atau kelompok yang dilayaninya. Interaksi dengan masyarakat pendukung dan pembinaan serta promosi warisan yang diampunya merupakan bagian integral dari pendidikan yang harus dilaksanakan oleh museum.[4]

Menilai Kualitas Museum Maritim[sunting | sunting sumber]

Untuk menganalisis kualitas yang ada pada museum bertema maritim tersebut, dapat dilihat pada unsur dan model komunikasi yang diterapkan. Unsur dan model komunikasi dapat menjadi indikator seberapa efektif museum bertema maritim menjalankan fungsi dan perannya. Hal itu disebabkan karena unsur dan model komunikasi menjadi penghubung antara museum dengan publik secara langsung. Dalam bahasa sederhana, unsur dan model komunikasi museum menjadi ujung tombak keberhasilan museum dalam merekonstruksi pola pikir dan budaya masyarakat. Hal itu juga dibuktikan dalam sejarah perkembangan museum mengenai peran penting komunikasi museum dalam menciptakan daya tarik serta mempermudah pemahaman pesan yang disampaikan kepada publik.[3] Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai kualitas museum maritim terutama dalam hal kosmunikasi adalah sebagai berikut:

Unsur Komunikasi Deskripsi
Sumber (Source) Dalam komunikasi museum, sumber (source) diartikan sebagai personel atau keseluruhan sumber daya manusia yang ada di dalam museum, seperti director, kurator, kelompok kerja, dan lain-lain.
Pesan Pesan diartikan sebagai simbol verbal maupun nonverbal yang berisi nilai, gagasan, atau informasi lain yang dikomunikasikan oleh unsur sumber kepada penerima.
Media Media disebut juga sebagai saluran atau alat atau wahana yang digunakan unsur sumber untuk menyampaikan pesan kepada penerima.
Pengunjung Pengunjung diartikan sebagai penerima pesan (receiver), yaitu mereka yang datang ke museum dan menafsirkan sendiri pesan-pesan yang disampaikan oleh unsur sumber menjadi gagasan atau informasi baru yang dia pahami.
Gangguan Gangguan atau disebut dengan hambatan diartikan sebagai rangsangan tambahan, baik berupa fisik maupun psikologis, yang tidak dikehendaki dan mengganggu pesan yang disampaikan oleh unsur sumber.
Efek Efek atau dampak diartikan sebagai sesuatu yang terjadi pada pengunjung setelah menerima pesan dari unsur sumber. Hal itu dapat dicontohkan seperti adanya perubahan mindest, pengetahuan, insirasi dan pola pikir

Museum Kapal Selam Senopati[sunting | sunting sumber]

Museum Kapal Selam Pasopati[5] berada di Surabaya, tepatnya di Jalan Pemuda, Embong Kaliasin, Genteng. Museum ini didirikan pada tahun 1995 atas inisiasi Gubernur Jawa Timur pada masa itu, Basofi Soedirman, dan pihak TNI Angkatan Laut. Di dalam Museum Kapal Selam Pasopati terdapat kapal selam asli bernomor lambung Pasopati 410 di bawah Korps Hiu Kencana TNI-AL. Pengelolaannya sendiri berada di bawah PUSKOPAL (Pusat Koperasi Angkatan Laut) yang merupakan bagian dari usaha Angkatan laut dalam mengelola aset-asetnya. Adapun pendirian Museum Kapal Selam Pasopati selain sebagai Objek wisata edukasi juga sebagai upaya untuk mengenang jasa Kapal Selam Pasopati pada masa baktinya.

Berikut ini penjabaran unsur-unsur komunikasi pada Museum Kapal Selam Pasopati:

No. Unsur Komunikasi Deskripsi
1. Sumber (Source) Dalam komunikasi museum, sumber (source) diartikan sebagai personel atau keseluruhan sumber daya manusia yang ada di dalam museum, seperti director, kurator, kelompok kerja, dan lain-lain.
2. Pesan Pesan diartikan sebagai simbol verbal maupun nonverbal yang berisi nilai, gagasan, atau informasi lain yang dikomunikasikan oleh unsur sumber kepada penerima.
3. Media Media disebut juga sebagai saluran atau alat atau wahana yang digunakan unsur sumber untuk menyampaikan pesan kepada penerima.
4. Pengunjung Pengunjung diartikan sebagai penerima pesan (receiver), yaitu mereka yang datang ke museum dan menafsirkan sendiri pesan-pesan yang disampaikan oleh unsur sumber menjadi gagasan atau informasi baru yang dia pahami.
5. Gangguan Gangguan atau disebut dengan hambatan diartikan sebagai rangsangan tambahan, baik berupa fisik maupun psikologis, yang tidak dikehendaki dan mengganggu pesan yang disampaikan oleh unsur sumber.
6. Efek Efek atau dampak diartikan sebagai sesuatu yang terjadi pada pengunjung setelah menerima pesan dari unsur sumber. Hal itu dapat dicontohkan seperti adanya perubahan mindest, pengetahuan, insirasi dan pola pikir

Berikut ini dijabarkan analisis kualitas unsur-unsu Museum Kapal Selam Pasopati Surabaya:[3]

1.Sumber

Sumber daya manusia dalam Museum Kapal Selam Pasopati Surabaya berperan sebagai pelaksana dan pengelola museum. Berdasarkan sumber penelitian sebelumnya, sumber daya manusia yang mengelola dan menjalankan fungsi di Museum Kapal Selam Pasopati termasuk dalam kategori kurang memadai. Hal itu disebabkan oleh banyaknya ketidaksesuaian antara peran yang diampu dengan latar belakang pendidikan. Sebagai contoh, di Museum Kapal Selam Senopati Surabaya, peran kurator, tata pameran, dan konservasi tidak memiliki background pendidikan formal. Padahal, standar minimal untuk menjadi kurator adalah S1 Permuseuman atau bidang lain yang sejenis; standar minimal untuk tata pameran adalah D3 seni rupa; sedangkan standar minimal untuk konservasi adalah SMA jurusan IPA.

2. Pesan

Secara garis besar, pesan yang dikomunikasikan dalam museum tergolong belum dikonsep dengan baik. Hal itu dapat dilihat pada banyaknya pengunjung yang merasa kebingungan, tidak terinspirasi, dan tidak mendapat pengetahuan baru yang signifikan. Salah satu pesan yang disampaikan berupa film dokumenter terkesan tidak sesuai dengan tema besar yang dingkat Museum Kapal Selam Pasopati. Museum ini tidak mengangkat pesan mengenai Kapal Selam Pasopati secara spesifik, tetapi kebanyakan mengangkat tentang sejarah Tni AL. Sementara itu, hal-hal penting seperti misi Kapal Selam Pasopati berikut sejarah dan pembuatannya justru tidak banyak diangkat.[5]

3. Media

Media utama yang digunakan dalam Museum Kapal Selam Pasopati adalah Kapal Selam Pasopati itu sendiri. Kapal selam tersebut berpotensi menjadi media komunikasi pesan yang baik karena keunikan dan kelangkaannya. Bahkan, Kapal Selam Pasopati disebut-sebut sebagai satu-satunya di Indonesia dan Asia Tenggara.[6] Oleh karena itu, media utama komunikasi Museum Kapal Selam Pasopati dapat digolongkan sebagai media komunikasi yang unik.

4. Pengunjung

Berdasarkan hasil penelitian yang ada, 98% dari pengunjung museum menginginkan adanya pengetahuan baru mengenai perkembangan maritim dari museum. Pengunjung juga menginginkan adanya koleksi unik dan bernilai penting seperti kapal selam asli dan pelayaran yang maksimal. Di samping itu, pengunjung juga menginginkan penggunaan teknologi dalam komunikasi museum seperti audiovisual dan smart tablet.

5. Efek

Secara garis besar, efek atau dampak buruk masih banyak bermunculan sebagai akibat dari sumber daya manusia museum yang kurang kompeten, pesan museum yang tidak dirancang dengan baik, serta adanya potensi gangguan yang cukup tinggi. Hal-hal itu menyebabkan munculnya kebingungan pengunjung, tidak terinspirasi, dan pengunjung merasa tidak memperoleh tambahan pengetahuan yang signifikan.

6. Gangguan

Secara umum, masih banyak terdapat gangguan dalam unsur komunikasi Museum Kapal Selam pasopati. Gangguan itu dibagi menjadi gangguan fisik dan psikologis. Gangguan fisik terjadi akibat ukuran ruang kapal yang sempit, penuh, sesak, dan membuat pengunjung merasa tidak nyaman. Selain itu, panggung hiburan dan kolam renang yang berada di sekitar kapal selam juga menyebabkan ketidaknyamanan. Sementara gangguan psikologis muncul akibat adanya kebingungan pengunjung karena storyline yang ada tidak dikonsep dengan baik dan unsur sumber komunikasi museum tidak kompeten sehingga menimbulkan kebingungan pada pengunjung.

Museum Kapal Samudraraksa[sunting | sunting sumber]

Museum Kapal Samudraraksa[7] berada di dalam Komplek Taman Wisata Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Museum ini baru dibangun pada tahun 2004 dan diresmikan pada tahun 2005 oleh Menkokesra dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sementara itu, pengelolaan Museum Kapal Samudraraksa dibawahi langsung oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur. Sedangkan tema utama yang diangkat dalam museum tersebut adalah pelayaran Kapal Samudraraksa ke Afrika dalam rangka ekspedisi kebudayaan maritim sekaligus rekonstruksi pelayaran dan perniagaan pada masa lampau.

Berikut ini penjabaran unsur-unsur pada Museum Kapal Samudraraksa:[3]

No. Unsur Komunikasi Museum Deskripsi
1. Sumber Staff museum teridiri dari penanggung jawab museum, juru penerang, resepsionis, perawatan, dan penjual souvenir.
2. Pesan Secara umum, Museum Kapal Samudraraksa mengangkat tema pelayaran kapal Borobudur dan kaitannya dengan sejarah maritim Nusantara.
3. Media Perahu asli Samudraraksa, peralatan kapal dan awak kapal, keramik China, label informasi, lemari kaca, gambar, poster, replika relief Candi Borobudur, lukisan dinding goa, dan diorama jalur perdagangan.
4. Pengunjung Mayoritas pengunjung adalah pelajar, kemudian mahasiswa, dan terakhir masyarakat umum.
5. Gangguan Gangguan fisik muncul sebagai akibat kerusakan pada bagian media pendukung museum, seperti LCD, diorama, informasi audiovisual. Sementara gangguan psikologis muncul akibat sumber (SDM) yang kurang komunikatif.
6. Efek Efek yang muncul adalah adanya suatu kebingungan yang memunculkan keraguan, tidak terinspirasi: penambahan pengetahuan tidak signifikan.

Berdasarkan data unsur-unsur komunikasi Museum Kapal Samudraraksa di atas, berikut ini analisis kualitas museum yang ada:[3]

1.Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang ada dalam Museum Samudra Raksa terdiri dari direktur, Kurator, dan perencana pameran. Menurut data mengenai latar belakang pendidikan dan tugas fungsional di Museum Kapal Samudraraksa, dapat disimpulkan bahwa kualitas sumber daya manusia yang ada masih kurang memadai. Sebagai contoh adalah peran fungsional Kurator, pustakawan, tata pameran, dan koleksi yang tidak memiliki basic pendidikan formal. Padahal, posisi fungsional tersebut memerlukan standar minimal kualifikasi pendidikan S1 bidang permuseuman atau bidang lain yang sejenis.

2. Pesan

Menurut evaluasi dan hasil penelitian yang ada, pesan yang dikomunikasikan dalam Museum Kapal Samudraraksa tergolong cukup baik. Hal itu dapat dilihat pada tingginya tingkat pemahaman pengunjung pada pesan yang dikomunikasikan oleh unsur sumber, besarnya prosentase pengunjung untuk kembali lagi mengunjungi museum, dan cukup tingginya prosentase pengunjung yang merasa terinspirasi serta memperoleh pengetahuan baru setelah mengunjungi Museum Kapal Samudraraksa.

3. Media

Media komunikasi utama yang digunakan oleh Museum Kapal Samudraraksa adalah Kapal Samudraraksa itu sendiri. Sementara media pendukungnya adalah poster, gambar, dan informasi koleksi. Menurut hasil penelitian yang ada, media komunikasi museum yang diterapkan tergolong cukup baik. Hal itu dapat dilihat pada warna-warni poster dan gambar yang edukatif serta penjelasan pada informasi koleksi yang jelas. Namun demikian, dalam media komunikasi tersebut masih terdapat beberapa kerusakan sehingga mengakibatkan pola komunikasi yang diterapkan kurang komunikatif

4. Pengunjung

Pengunjung Museum Kapal Samudraraksa didominasi oleh pelajar (SMP dan SMA), mahasiswa, kalangan umum (guru dan orang tua). Berdasarkan hasil penelitian yang ada, 95% pengunjung menginginkan sebuah pengetahuan baru, misalnya pengetahuan tentang perkembangan maritim di Indonesia. Pengunjung juga menginginkan adanya pelayanan yang maksimal dari pegawai museum, salah satunya melalui partisipasi aktif pengunjung dan pemanfaatan teknologi informasi. Selain itu, pengunjung juga menyukai koleksi museum yang unik dan langka.

5. Efek

Dalam hal efek, hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak pengunjung yang mengalami keragu-raguan apakah pesan yang disampaikan museum cukup menginspirasi atau tidak. Selain itu, pengunjung kategori pelajar (SMP dan SMA) sebagian besar merasa tidak memperoleh tambahan pengetahuan yang signifikan setelah mengunjungi museum.

6. Gangguan

Gangguan fisik pada Museum Kapal Samudraraksa diakibatkan oleh penempatan lokasi museum pada jalur keluar Candi Borobudur yang mengakibatkan rendahnya minat pengunjung. Gangguan fisik juga disebabkan oleh beberapa media pendukung yang mengalami kerusakan sehingga menghambat proses komunikasi museum. Sementara itu, gangguan psikologis Museum Kapal Samudraraksa diakibatkan oleh kurang komunikatif-nya staff museum dalam mengkomunikasikan pesan-pesan museum dan perasaan lelah pengunjung setelah mengunjungi Candi Borobudur yang menyebabkan rasa malas mengunjungi museum.

Museum Bahari Yogyakarta[sunting | sunting sumber]

Museum Bahari Yogyakarta berada di Jalan R.E. Martadinata, Kota Yogyakarta dan baru diresmikan pada tahun 2005 atas prakarsa Paguyubaban Tri Sekar Lestari yang dibentuk dan dibina oleh Laksamana Madya (Purn) Didik Heru Purnomo. Ada pun tujuan utama dibangunnya Museum Bahari Yogyakarta adalah untuk membangkitkan cita-cita maritim Indonesia khususnya masyarakat Yogyakarta. Selain itu, Museum Bahari Yogyakarta memiliki desain bangunan yang terbilang unik: menampilkan anjungan kapal perang yang lengkap dengan meriam berkaliber 85 milimeter. Desain bangunan tersebut membuat kesan kuat pada citra angkatan laut dan kapal perang.

Berikut ini penjabaran unsur-unsur komunikasi pada Museum Bahari Yogyakarta:

No. Unsur Komunikasi Deskripsi
1. Sumber/SDM Sumber museum terdiri dari pembina, koordinator museum, dan anggota.
2. Pesan Secara umum, tema besar yang ingin diangkat Museum Bahari Yogyakarta adalah perjalanan karier Laksamana Didik Heru Purnomo dalam TNI AL
3. Media Media dalam Museum Bahari Yogyakarta antara lain cinderamata; buku dan peta laut; peralatan TNI AL; replika kapal; dan foto pribadi
4. Pengunjung Mayroitas adalah romongan TK (Taman Kanak-kanak), kategori umum, kategori pelajar dan mahasiswa.
5. Gangguan Terdapat gangguan fisik yang diakibatkan penataan ruang yang kurang sesuai dan gangguan psikologis akibat kesan militer yang cukup kuat sehingga pengunjung merasa kurang nyaman.
6. Efek Adanya kebingungan yang memunculkan keraguan, tidak terinspirasi, kebosanan, serta tidak adanya penambahan unsur pengetahuan yang signifikan.

Berikut ini dijabarkan analisis kualitas tiap-tiap unsur Museum Bahari Yogyakarta:[3]

1. Sumber

Sumber daya museum yang terlibat dalam Museum Bahari Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari pembina, administrasi, dan staff museum. Berdasarkan hasil penelitian yang sama, keterkaitan antara latar belakang pendidikan dengan tugas fungsional museum masih tergolong kurang memadai. Selain itu, masih adanya jabatan fungsional yang belum dimiliki oleh Museum Bahari Yogyakarta, seperti kurator, perancang pameran, bidang komunikasi dan edukasi.

2. Pesan

Pada dasarnya, pesan yang dikonsep oleh Museum Bahari Yogyakarta belum sesuai dengan tema besar yang ingin diangkat. Visi utama Museum Bahari Yogyakarta adalah menanamkan semangat kemaritiman khususnya pada masyarakat Yogyakarta, sementara pesan yang disampaikan sebagian besar mengutip biografi tokoh Laksda (purn) Didik Heru Purnomo. Selain itu, konsep pesan yang ditampilkan tersebut juga tidak terarah sehingga bagi pengunjung yang awam merasa bahwa pesan tidak tersampaikan dengan baik.

3. Media

Media utama dalam Museum Bahari Yogyakarta adalah cinderamata, alat navigasi amunisi, dan seragam Militer. Sementara media pendukungnya adalah gambar, poster, replika, patung peraga, ruang videorama, dan ruang simulasi anjungan kapal. Secara kesuluruhan, media-media komunikasi tersebut tergolong kurang baik. Hal itu disebabkan karena banyak media komunikasi utama yang tidak disertai dengan label informasi sehingga menyebabkan berkurang nilai kemanfaatannya.

4. Pengunjung

Pengunjung utama Museum Bahari Yogyakarta adalah anak-anak (PAUD, TK, SD), mahasiswa, dan masyarakat umum (orang tua dan guru). Hasil penelitian yang sama mengungkapkan bahwa ruang-ruang museum banyak yang tidak sesuai dengan kategori pengunjung yang didominasi oleh anak-anak dan pelajar. Selain itu, seluruh pengunjung juga menginginkan adanya media komunikasi yang menggunakan teknologi informasi seperti Audio visual dan smart tablet serta menginginkan ditampilkannya pengetahuan-pengetahuan baru tentang kemaritiman. Namun demikian, ruang videorama dan anjungan kapal cukup diminati oleh pengunjung dan sesuai dengan minat pengunjung.

5. Efek

Efek yang diberikan museum kepada pengunjung masih dikategorikan kurang baik. Hal itu didasari oleh hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa 97% kunjungan hanya bersifat satu kali kunjungan, 47% pengunjung masih ragu-ragu, dan tidak ada penambahan pengetahuan baru yang signifikan pada pengunjung.

Museum Bahari Jakarta[sunting | sunting sumber]

Museum Bahari Jakarta terletak di Jalan Pasar Ikan, Kota Administrasi Jakarta Barat dan menempati sebuah gedung tua berukuran sangat luas. Gedung tua tersebut adalah hasil dari pembangunan yang dilakukan Belanda sejak tahun 1965 sampai 1759. Gedung tersebut semula digunakan untuk menyimpan rempah-rempah oleh VOCdan kini digunakan oleh Museum Bahari Jakarta untuk menyimpan berbagai koleksi benda laut dan kemaritiman. Museum Bahari Jakarta secara resmi dibuka oleh Gubernur Jakarta saat itu, Ali Sadikin, pada tahun 1977 dan berada di bawah Unit Pelaksanaan Teknis atau UPT Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi D K I Jakarta. Sebagai salah satu institusi resmi pemerintah Provinsi D K I Jakarta, Museum Bahari Jakarta memiliki tugas untuk melayani masyarakat, merawat, menyimpan, meneliti, dan memperagakan koleksi museum untuk kepentingan sejarah, pendidikan, sosial, dan rekreasi.

Berikut ini adalah unsur-unsur yang ada di dalam Museum Bahari Jakarta:

No. Unsur Komunikasi Deskripsi
1. Sumber/SDM Staff museum terdiri dari kepala museum, KASI koleksi, administrasi, edukasi dan pameran, staff umum, pemandu, dan preparasi.
2. Pesan Secara umum, pesan yang disampaikan mengangkat kebaharian Indonesia dari masa ke masa yang sesuai dengan visi museum, yaitu mengangkat tema kemaritiman.
3. Media Perahu asli, alat navigasi, replika, lemari kaca, standing banner, poster, gambar, label informasi, patung peraga, dan pemandu museum.
4. Pengunjung Mayoritas pengunjung adalah pelajar, lalu mahasiswa, dan terakhir masyarakat umum.
5. Gangguan Terdapat gangguan secara fisik yang diakibatkan oleh ruang-ruang museum, maupun konsep tata pamer, sedangkan gangguan psikologis diakibatkan oleh staff museum.
6. Efek Pada umumnya, efek adalah suatu kebingungan yang memunculkan keraguan. Efek lain berupa rasa bosan yang kemudian mengakibatkan sikap tidak tertarik pada bidang kemaritiman serta penambahan pengetahuan yang bersifat statis.

Berikut ini diuraikan analisis kualitas pada tiap-tiap unsur Museum Bahari Jakarta.[3]

1.Sumber

Sumber daya manusia yang terlibat dalam pengelolaan Museum Bahari Jakarta adalah kepala museum, koleksi, administrasi, pustakawan, dan lain-lain. Ditinjau dari latar belakang pendidikannya, SDM dalam Museum Bahari Jakarta sangat beragam: SMA, D3, Keguruan, S1, dan S2. Namun, apabila ditinjau dari tugas fungsionalnya, latar belakang SDM Museum Bahari Jakarta masih banyak yang tidak sesuai. Sebagai contoh, Museum Bahari Jakarta tidak memiliki kurator, konservasi, dan bidang komunikasi museum. Dengan demikian, SDM yang ada pada Museum Bahari Jakarta masih tergolong kurang memadai.

2. Pesan

Secara umum, masih terdapat ketidaksesuaian dan ketidakseimbangan pesan antara tema besar yang diangkat dengan isi serta perbandingan antara objek dengan informasi. Sebagai contoh, tema museum tentang kebaharian Indonesia yang seharusnya mengangkat sejarah kemaritiman kerajaan-kerajaan Nusantara justru malah mengangkat kejayaan VOC. Selain itu, pesan museum yang akan lebih sesuai jika mengangkat kemaritiman pada abad pra-sejarah justru mengangkat pelayaran VOC dan pelayaran Kapal Phinisi ke Kanada. Selain contoh tersebut, masih ada beberapa contoh mengenai ketidaksesuaian pesan museum dengan tema utama yang disampaikan Museum Bahari Jakarta.

3. Media

Media utama yang digunakan dalam Museum Bahari Jakarta adalah koleksi asli, sementara media pendukungnya adalah gambar, poster, replika, dan pemandu museum. Secara garis besar, koleksi asli yang ada di Museum Bahari Jakarta tergolong belum sesuai dengan prosedur yang dikeluarkan Dirjen Permuseuman. Ada beberapa koleksi yang memiliki nilai penting, tetapi tidak disertai label informasi pendukung sehingga membuat koleksi tersebut tidak bernilai penting.

4. Pengunjung

Pengunjung Museum Bahari Jakarta didominasi oleh pelajar (SD, SMP, SMA), mahasiswa, dan umum. Penelitian lapangan yang dilakukan oleh Sadzali (2014)[1] menunjukkan bahwa 96% pengunjung menginginkan suatu pengetahuan baru, seperti perkembangan maritim dari masa ke masa. Pengunjung juga menginginkan adanya komunikasi menggunakan teknologi seperti audiovisual, pelayanan maksimal dari staff museum, dan adanya koleksi unik dan langka.

5. Gangguan

Gangguan fisik pada Museum Bahari Jakarta disebabkan oleh banyaknya ruang kosong, adanya genangan air di pintu masuk ketika musim penghujan, minimnya koleksi asli yang menyebabkan kebosanan pengunjung, dan minimnya label informasi pada replika koleksi. Sementara gangguan psikologis disebabkan karena adanya proses komunikasi yang tidak dikonsep dengan baik oleh unsur komunikasi (sumber, pesan, media), munculnya ketakutan pada pengunjung akibat minimnya pencahayaan, dan storyline yang tidak dikonsep dengan baik sehingga menimbulkan kebosanan dan kebingungan.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Yuliati. 2014. Kejayaan Indonesia sebagai Negara Maritim (Jalesveva Jayamahe). Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Universitas Negeri Malang melalui journal.um.ac.id
  2. ^ Toer, Pramoedya Ananta. 2002. Arus Balik: Sebuah Epos Pasca Kejayaan Nusantara di Awal Abad 16. Jakarta: Hasta Mitra
  3. ^ a b c d e f g Sadzali, Asyhadi Mufsi. 2014. Museum untuk Kebangkitan Maritim Indonesia Kajian Kritis Komunikasi Museum Bertema Maritim di Indonesia. Tesis Sarjana S-2 Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.
  4. ^ Rusdi, Fitriana Uli. 2013. Museum Transportasi Maritim Mengembalikan Kejayaan Maritim Indonesia di Masa Mendatang. Skripsi Sarjana S-1 Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Lihat: S1-2013-285153-chapter1.pdf
  5. ^ a b Adiakurnia, Muhammad Irzal. Asdhiana, I Made, ed. "Monumen Kapal Selam Surabaya, Bukti Kejayaan Maritim Indonesia". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-10-17. 
  6. ^ Kaya, Indonesia. "Menyelami Kejayaan KRI Pasopati di Monumen Kapal Selam | IndonesiaKaya.com - Eksplorasi Budaya di Zamrud Khatulistiwa". IndonesiaKaya. Diakses tanggal 2017-10-17. 
  7. ^ Liputan6.com. "Museum Kapal di Candi Borobudur". Liputan6.com. Diakses tanggal 2017-10-16.