Konvensi Masyarakat Hukum Adat 1989

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Konvensi Masyarakat Hukum Adat 1989 merupakan sebuah konvensi yang yang dilaksanakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional(ILO). Konvensi ini membahas revisi Konvensi Masyarakat Hukum Adat 1957(ILO 107) yang dinilai tidak lagi relevan oleh ILO karena perkembangan hukum internasional. Konvensi ini ditetapkan pada tanggal 27 Juni 1989 dan mulai berlaku pada tanggal 5 September 1991.[1]

Asal Usul[sunting | sunting sumber]

Pada dekade 1980-an, kritik bahwa Konvensi Masyarakat Hukum Adat 1957 dinilai terlalu menekankan kepada upaya integrasi dan asimilasi ke dalam negara yang menjadi lokasi tempat tinggal mereka tanpa memperhatikan hak menentukan nasib sendiri milik masyarakat hukum adat mulai berkembang.[2] Keinginan untuk menerapkan hak menentukan nasib sendiri ini terus semakin diperkuat ketika Kelompok Kerja PBB untuk Masyarakat Adat mulai dibentuk pada tahun 1982 sebagai bentuk partisipasi masyarakat hukum adat sekaligus media penyampaian aspirasi dan kontribusi para masyarakat hukum adat dalam agenda PBB.[3]

Kritik terus berlanjut hingga puncaknya pada tahun 1985, kelompok masyarakat adat, pemimpin dan para pakar bertemu dan mempertanyakan relevansi pendekatan integrasi dan asimilasi konvensi ILO 107. Pertemuan ini mendapatkan respons dari ILO dan segera mengadakan Komite Para Ahli untuk merevisi ILO 107.[4] Komite berlangsung selama 10 hari dari tanggal 1- 10 September 1986 di Jenewa.[5] Komite menghasilkan kesepakatan dengan menyatakan " Pendekatan integrasi konvensi tersebut usang dan penerapannya menyebabkan kerusakan terhadap dunia modern".[6] Laporan hasil komite diikuti dengan pengiriman angket ke pemerintah-pemerintah negara yang menjadi anggota dari ILO. Angket ini harus dibalas sebelum bulan September 1987 yang bersamaan dengan penulisan laporan kedua. Negara yang membalas angket tersebut berjumlah 53 negara anggota.[7] Laporan kedua diterbitkan pada musim panas 1988 dan menjadi materi yang akan dibahas pada Konferensi Buruh Internasional 1988. Revisi konvensi kembali dilakukan hingga sampai konferensi yang menetapkan konvensi ini pada bulan Juni 1989.[8] Pada akhirnya, konvensi resmi ditetapkan pada tanggal 27 Juni 1989 di Jenewa oleh Badan Pimpinan Kantor Perburuhan Internasional dalam pertemuan di Jenewa saat sidang ke 76 pada tanggal 7 Juni 1989. Konvensi resmi berlaku pada tanggal 5 September 1991.[1]

Ketentuan-ketentuan inti[sunting | sunting sumber]

Kriteria masyarakat hukum adat[sunting | sunting sumber]

Isi pembukaan konvensi menegaskan penghapusan pelaksanaan nilai asimilasi yang terkandung di dalam ILO 107 dengan merujuk Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik serta perkembangan hukum internasional sejak tahun 1957 dan instrumen lain tentang penghapusan diskriminasi. Pandangan ini disepakati dengan mengumpulkan aspirasi para masyarakat adat untuk memiliki hak menentukan nasib sendiri untuk mengatur institusi, gaya hidup, identitas, agama dan perkembangan ekonomi di dalam negara tempat mereka tinggal, tetapi tetap mendapatkan hak-hak asasi manusia dasar yang setara dengan warga negara lain yang selama ini tidak mereka rasakan di beberapa negara setelah penetapan Konvensi ILO 107. Berdasarkan ketentuan yang telah tertulis yang juga merupakan hasil kerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB) , Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB, Organisasi Kesehatan Dunia dan Institut Suku Indian Antar Amerika, maka para organisasi diharapkan akan terus konsisten mengenalkan dan menerapkan ketentuan ini. Konvensi ini juga akan merevisi ILO 107 seiring konvensi resmi ditetapkan dan berlaku.[9]

Pasal satu mendefinisikan pengelompokan " masyarakat adat" yang menjadi fokus konvensi menjadi dua:

  • " Masyarakat hukum adat di negara-negara merdeka yang kondisi sosial, budaya dan ekonominya membedakan mereka dari unsur-unsur lain masyarakat nasional, dan yang statusnya diatur secara keseluruhan maupun sebagian oleh adat atau tradisi mereka sendiri atau oleh undang-undang atau peraturan-peraturan khusus;
  • "Masyarakat hukum adat di negara-negara merdeka yang dianggap sebagai pribumi karena mereka adalah keturunan dari penduduk yang mendiami negara yang bersangkutan, atau berdasarkan wilayah geografis tempat negara yang bersangkutan berada, pada waktu penaklukan atau penjajahan atau penetapan batas-batas negara saat ini dan yang, tanpa memandang status hukum mereka, tetap mempertahankan beberapa atau seluruh institusi sosial, ekonomi, budaya dan politik mereka sendiri."

Penentuan identitas diri sebagai masyarakat adat merupakan syarat utama apakah ketentuan konvensi berlaku kepadanya dan istilah "suku" tidak boleh memiliki keterlibatan terhadap hak-hak yang terikat terhadap istilah tersebut di bawah hukum internasional.[1]

Peran pemerintah[sunting | sunting sumber]

Pasal Dua menyatakan kewajiban pemerintah dalam melindungi hak-hak masyarakat adat dengan tetap memperhatikan keutuhan masyarakat adat yang terlibat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:

  • Memastikan kesetaraan hak -hak yang dimiliki masyarakat adat di bawah peraturan dan hukum yang berlaku dengan warga negara yang tinggal di negara tersebut.
  • Mengusahakan pemenuhan hak sosial, ekonomi dan budaya yang dimiliki dengan tetap menghormati identitas sosial, budaya, adat istiadat serta institusi yang telah dimiliki masyarakat adat
  • Memberikan bantuan untuk mengatasi kesenjangan sosial antara masyarakat adat dengan warga negara sekitar, tetapi harus sesuai dengan keinginan dan kebiasaan mereka.

Pasal tiga mengecam bentuk diskriminasi dalam bentuk apa pun dan segala bentuk pemaksaan terhadap masyarakat adat dalam langkah pemenuhan hak-hak dasar mereka.

Pasal empat menyatakan untuk menjamin keselamatan individu dan properti yang dimiliki oleh masyarakat adat tanpa mengkhianati harapan yang mereka miliki.[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d Organisasi Perburuhan Internasional (2007). K169 Konvensi Masyarakat Hukum Adat 1989. Jakarta: Organisasi Perburuhan Internasional. hlm. 4–6. ISBN 978-92-2-019934-3. OCLC 429904878. 
  2. ^ Barsh, Russel L (Maret 1994). "Making the Most of ILO Convention 169". www.culturalsurvival.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 25 Juni 2021. 
  3. ^ "Indigenous Peoples at the United Nations". www.un.org (dalam bahasa Inggris). 5 Juni 2015. Diakses tanggal 25 Juni 2021. 
  4. ^ "ILO Convention 169". indigenousfoundations.arts.ubc.ca. Diakses tanggal 25 Juni 2021. 
  5. ^ Report of the meeting of experts on the revision of the indigenous and tribal populations convention, 1957 (Laporan). November 1986. Diakses tanggal 21 Juli 2021. 
  6. ^ ILO (2013). Understanding the Indigenous and Tribal People Convention, 1989 (No. 169) : Handbook for ILO Tripartite Constituents. Geneva: International Labour Office. hlm. 4. ISBN 978-92-2-126243-5. OCLC 862611983. 
  7. ^ Joona, Tanja (2012). ILO convention no. 169 in a Nordic context with comparative analysis : an interdisciplinary approach (PDF). Rovaniemi: Lapland University Press. hlm. 110. ISBN 978-952-484-517-5. OCLC 792745560. 
  8. ^ Sanders, Douglas (1989). "The UN Working Group on Indigenous Populations". Human Rights Quarterly. 11 (3): 406–433. doi:10.2307/762100. ISSN 0275-0392. 
  9. ^ "Convention C169 - Indigenous and Tribal Peoples Convention, 1989 (No. 169)". www.ilo.org. Diakses tanggal 24 Juli 2021.