Komunikasi Musik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Komunikasi Musik[sunting | sunting sumber]

Musik merupakan bagian terpenting dari budaya manusia. Dalam situasi apapun musik dapat mengisi kehidupan. Musik telah menjadi bagian dari kebutuhan manusia, musik adalah bagian dari tingkah laku manusia sehingga tidak dapat dilepaskan dari budaya tertentu. Bahkan filsuf Plato, menyatakan musik memberikan jiwa kepada alam semesta, sayap untuk pikiran, penerbangan untuk imajinasi dan kehidupan untuk segala sesuatu. Sebagai “commodity listening” musik dipercaya sebagai bahasa yang universal yang dapat memberikan kehangatan insani dan makanan rohani bagi si pendengar. Aliran musik yang ceria dan enak didengar bisa membuat kita menghentakan kaki, menggerakkan kepala atau bergojet. Musik bukanlah bahasa konvensional seperti bahasa Indonesia, Inggris, Jepang, Cina, dan lain-lain. Namun dapat dikatakan sebagai sebuah sistem nilai yang mewakili suasana, perasaan, bahkan sebuah gagasan. Musik mampu melampaui bahasa konvensional dalam menyampaikan apa yang dikandungnya secara universal. Musik juga dapat dimengerti sebagai hasil karya seni, tidak mungkin dihadirkan oleh penciptanya jika tidak memiliki manfaat bagi masyarakat di mana musik itu diciptakan. Bagi penciptannya sendiri, musik sebagai salah satu karya seni, selain itu bertujuan untuk menghibur, dengan lirik lagu yang dibuat merupakan media komunikasi untuk menyampaikan apa yang ada dalam benak penciptanya.[1] Komunikasi secara terminologis didefinsi adalah proses penyampaian sebuah pesan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini pihak yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan berbagai individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain. Manusia dapat saling berbagi rasa, pikiran, ide dan gagasan berdasarkan pengalaman yang mereka miliki. Pengalaman dalam bentuk musik itu sendiri yang dimiliki oleh komunikator atau si pencipta untuk dibagikan kepada orang lain. Pada tahap selanjutnya musik atau pesan diterjemahkan oleh penerima berdasar kerangka pengalaman yang dimilikinya menurut konvensi budaya yang menjadi latar belakangnya. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan adanya perbedaan budaya sangat dimungkinkan ditemukannya perbedaan makna pesan.[2]

Perbedaan budaya turut menentukan interprestasi dalam musik itu sendiri. Musik sebagai karya seni dapat dimengerti sebagai simbol dalam komunikasi. Musik dan komunikasi secara umum mempunyai kemampuan untuk menentang struktur sosial yang dominan, karena komunikasi dibentuk dari masyarakat. Hubungan antara musik dan masyarakat adalah hubungan timbal balik dalam hubungan tersebut keduanya saling mempengaruhi. Seperti perkembangan musik Punk di Inggris pada era 70-an di picu oleh muaknya kaum masyarakat muda khususnya anak-anak muda terhadap sistem ekonomi liberalisme. Pada perkembangan nya musik juga dapat membuat sebuah identitas kelompok atau golongan dalam suatu masyarakat, tidak cuma hal itu saja musik juga bisa sebagai identitas sebuah wilayah atau etnis tertentu misal musik campursari campusari. Walaupun sering kali dilihat sebagai musik rendahan tetapi coba tanyakan kepada masyarakat beretnis Jawa dari kalangan menengah kebawah mengenai musik apa yang paling mereka sukai. Jawabannya adalah campursari, musik yang berirama dangdut dengan irian full band dengan vocal grup yang biasanya para wanita muda, dengan balutan lirik lagu berbahasa Jawa dengan tema yang akrab dengan keseharian masyarakat. Dalam komunikasi musik beragam kompleksitas visual literal, simbol dan metafora terdapat didalamnya, hal ini mendorong berbagai hal seperti yang telah disebutkan diatas mengenai menentang stukur masyarakat dan juga identitas suatu masyarakat. Salah satu fungsi musik antara lain adalah mengekpresikan kepribadian pendengarnya dalam hal berpakaian atau fashion [1]

Fashion dan Musik[sunting | sunting sumber]

Hubungan antara fashion dan musik sangatlah erat. Meskipun hubungannya tidak selalu sama persis dan cenderung bersifat dinamis, tetapi hal ini sudah menjadi sejarah yang teruji jika gaya berpakaian atau fashion telah diidentifikasi hubungannya dengan genre musik tertentu. Hal ini terlihat secara sederhana, gaya musik memengaruhi gaya berpakaian. Hubungan yang kuat antara fashion dan musik telah terjalin sejak abad pertengahan, Renaissance dan Baroque. Pada zaman tersebut perkembangan tidak hanya pada musik tetapi pada arsitektur, pemikiran dan juga gaya berpakaian. Fashion dan musik dapat digunakan sebagai alat protes masih ingat pada era tahun 60-an dan 70-an oleh anak-anak muda pada zaman itu yang menentang invasi Amerika terhadap Vietman dan juga perang dingin, mereka mengungkapkan kemarahan tersebut melalui aksi demonstrasi, dimana hal itu didorong oleh para musisi seperti Janis Joplin, Bob Dylan atau Jimmy Hendrix yang menyebarkan begitu luas pesan perdamaian dan cinta hingga terbentuk sebuah logo fashion ‘peace’ dan gaya berpakaian para hippies. Bahkan kasus kematian John Lenon, musisi hebat yang juga merupakan personil The Beatles dikaitkan dengan polemik politik, karena Lenon sangat mempengaruhi masyarakat melalui karya musiknya. Pesan yang disampaikan oleh para musisi dunia ini pun bisa menunjuk sebuah t-shirt sebagai medianya Setiap orang dengan gaya berpakaiannya sedang mengkomunikasikan gaya musiknya. Berikut ini beberapa contoh gaya berpakaian berdasarkan genre musik [3].:

  1. Rock Genre. Perkembangan musik rock berawal dari akar musik blues kulit hitam di Amerika Serikat sekitar tahun 30an, musik jenis ini begitu kuat dalam riff gitar dan pada era 60an dan 70an berkembang begitu pesat dengan lahirnya band-band seperti Led Zeppelin, Rolling Stone. Pada masa ini masyarakat sangat di pengaruhi oleh musik tersebut begaya selaknya artis dari band tersebut dari celana cutbrai sampai tatanan rambut gondrong. Musik rock mengalami beberapa metamorfosis menjadi beberapa aliran seperti punk di Inggris dan memicu tren penggunaan kaos oblong dan jaket kulit, band Sex Pistol menjadi icon Fashion kala itu. Lalu ada aliran Heavy Rock yang kemudian menjadi Heavy metal atau trash metal dimana para pendengar setianya berpakaian serba hitam dan menggunakan jeans. Pada awal tahun 90-an terjadi revolusi besar dimana 3 anak muda yang sudah muak pada gaya para rock star yang glamor dan berdandan memutuskan untuk cuek dan tidak memperhatikan penampilan mereka, band itu bernama Nirvana yang mengusung heavy rock. Kesuksesan band ini selain karena musik mereka yang luar biasa adalah tren fashion cuek ala gembel yaitu penggunakan kemeja flannel yang kebesaran dan sepatu converse. Gaya berpakaian ini di tunjukan oleh Kurt Cobain yang memang pada awalnya pesan yang ingin di sampaikan adalah dia cuek dan muak terdapat para pemusik yang terlalu mementingkan sisi visual. Gaya Kurt Cobain cs ini kemudian dikenal dengan istilah grunge [4]
  2. Disko Genre / EDM. Pada Era 60an selain masyarakat di suguhkan musik rock yang merupakan main stream pada saat itu, aliran disko pun mengalami perkembangan nya di dalam club club di kota-kota besar di Amerika, para penikmat musik ini terliat menggunakan kemeja rapi dan celana bahan, untuk para wanitanya menggunakan pakaian yang lebih feminim, seperti vintage looks. Aliran musik ini mendapatkan sambutan yang sangat luar biasa saat band Bee Gee mencapai puncak popularitas, hal ini di tunjang juga oleh visual melalui video musik yang memberikan dampak besar dalam gaya berpakaian maupun gaya berjalan para lelaki pada masa itu. Tidak seperti aliran rock yang keras dan kelam penikmat musik ini sungguhlah untuk berpesta dan biasanya dari strata masyarakat menengah keatas. Pada tahun 2000 musik disko mengalami perubahan yang sangat besar dan pada akhirnya pada era sekarang ini bentuk baru dari musik disko mengambil alih pangsa pasar musik dunia. EDM atau Elektonic Dance Music merupakan wajah baru dari disko 60an yang berevolusi. Para Dj dalam mengkomunikasikan musiknya khususnya dalam sisi visual sangatlah domian, dan masih seperti pada waktu yang lampau penikmat musik ini rata-rata dari kelas menengah ke atas dan gaya berpakaian mereka tergolong classy atau casual. Para penikmat aliran ini akan terlihat sangat rapi dalam berpakaian dan potongan rambut yang mengikutin tren, khususnya wanita yang akan menggunakan gaun dan berbagai macam aksesoris, tren vintage ataupun hippie pun tak pelak di masukkan dalam gaya berpakaian para penyuka jenis ini. Bahkan sebuah t-shirt yang pada mulanya menunjukan tanda pemberontakan, seperti pada subkultur punk dengan bergenre musik yang keras sebagai aksi protes dan anti terhadap kemapanan Liberalisme pada zaman sekarang telkah digunakan oleh para penikmat EDM. Telah terjadi pergeseran budaya, tetapi tetap media t-shirt tetap digunakan dalam menyampaikan pesan yang ingin mereka disampaikan. Berbagai macam pesan berbentuk tulisan ditempel di t-shirt
  3. Pop Genre. Perkembangan musik ini didapat terlepas dari kesuksesan band The Beatless pada era 60an, pengaruh grup musik ini begitu kuat pada kebudayan pada masa itu. Musik pop itu sendiri berkembang setelah perang dunia 1 di Amerika Serikat. Musik pop bersifat easy listening sehingga dapat menjangkau penggemar yang banyak dalam jumlah massal. Dan puncaknya adalah pada era michael jackson, Raja dari musik pop tersebut memberikan impak yang sangat besar yang pada akhirnya memberikan banyak pengaruh pada aliran musik lain khususnya rnb karena gaya visual MJ yang sangat kuat terutama tarian yang di suguhkan. Para penikmat musik ini tidak memiliki gaya pakaian tertentu karena juga memang sifat dari genre musik ini yang easy listening, tidak seperti rock yang identik dengan hitam, jeans yang robek-robek. Pencinta musik pop tidak ada unsur yang begitu melekat pada penggemar musik ini kecuali pada Korean POP. K-POP adalah subculture dari musik pop yang berkembang di korea yang memberikan impact luar bisa pada budaya penikmat musik tersebut. Gaya berpakaian artis K-POP sangat ditiru oleh penikmat aliran ini. Terlihat apda pira dengan potongan rambut panjang rapi dan di cat dan juga pada wanita, tetapi pada wanita variasi jauh lebih banyak dari gaya bulu mata sampai penggunaan warna-warna yang kontras
  4. Hip Hop Genre. Hip Hop adalah sebuah gerakan kebudayaan yang ada sekitar tahun 70an yang diperkembangkan oleh masyarakat Afro-Amerika dan Latin-Amerika. Hip Hop adalah perpaduan yang dinamis antara berbagai elemen-elemen yang terdiri dari MC ing (lebih dikenal rapping), DJing, Breakdance, dan Graffiti. Belakangan ini elemen Hip Hop juga diwarnai oleh beatboxing, fashion, bahasa slang, dan gaya hidup lainnya.Awalnya Hip Hop dimulai dari sebuah daerah bernama The Bronx di kota New York dan terus berkembang pesat hingga keseluruh dunia. Hip hop pertama kali diperkenalkan oleh seorang Afro-Amerika, Grandmaster Flash dan The Furious Five. Lalu pada era 90-an nama seperti Tupac, p daddy dll. Para pengemar musik ini terlihat jelas dari sisi berpakaian akan menggunakan celana yang besar terkesan kedodoran, penggunaan topi dan kaos-kaos tim basket. Pada wanita tidak jauh berbeda tetapi dengan kemasan yang lebih feminim, pengunciran rambut yang rumit penggunaan perhiasan yang berlebihan menghiasi para penggemar genre musik ini

Kesimpulan[sunting | sunting sumber]

Hubungan musik dengan gaya berpakaian atau fashion sudah terjadi dari zaman Renaissance dan Baroque, dan hal ini makin dapat kita liat jelas pada tulisan di atas hubungan tiap genre musik pada gaya pakaian para penikmatnya. Pada zaman sekrang ini di mana era bercampurnya berbagai ideologi dan berbagai hal semakin sulit sebenarnya kita mengidentiknya pakain seseorang dengan gaya musik tertentu kecuali memang ciri khas yang kuat yang mengakar dalam genre tersebut, seperti pada musik rock pemilihan warna hitam dan jeans yang robek-robek sangat kuat sekali ataupun pengunaan celana yang besar dan terkesan kedodoran pada musik hip hop. Dalam komunikasi pemilihan gaya berpakaian pun menentukan tidak hanya selera musik anda tetapi karakter.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Muhaya, Allan, 2003, Musik Dalam Bahasa, Grasindo
  2. ^ Ruben brent, 2005, Communication and Human Behaviour
  3. ^ Moh. Muttaqim Kustap, 2008, Seni Musik Klasik Jilid 1. Jakarta
  4. ^ Roland Barthes, The Fashion System, CA, 1990 University of California Press, USA