Ki Ageng Mangir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ki Ageng Mangir atau Ki Ageng Mangir Wanabaya adalah seorang musuh sekaligus menantu Panembahan Senopati raja Mataram yang pertama.

Asal permusuhan[sunting | sunting sumber]

Pada era pemerintahan Panembahan Senapati, Mataram berselisih dengan Mangir yang dikuasai oleh Ki Ageng Mangir Wanabaya (Ki Ageng Mangir IV). Namun apakah perselisihan itu merupakan fakta sejarah atau fiksi sejarah masih belum dapat ditentukan secara tegas. Mengingat kisah perselisihan tersebut telah bercampur aduk dengan cerita tutur yang berkembang dari mulut ke mulut. Sehingga pengurangan dan penambahan dari kisah aslinya dimungkinkan terjadi.

Sungguhpun demikian,banyak penulis menyampaikan tentang kisah perselisihan antara Panembahan Senapati dan Ki Ageng Mangir berbagai berbagai sumber. Selain itu, penulis juga akan mencoba untuk menganalisis perihal perselihan kedua tokoh tersebut secara gamblang. Namun sebelum menginjak pada bahasan inti, terlebih dahulu kita ketahui tentang silisilah Ki Ageng Mangir Wanabaya.

Silsilah Ki Ageng Mangir

Nama Ki Ageng Mangir IV yang memiliki nama asli Bagus Wanabaya ditemukan dalam Babad Tanah Jawa. Naskah tersebut menyatakan bahwa Ki Ageng Mangir masih trah Prabu Brawijaya V dari Majapahit. Sementara Panembahan Senapati pula merupakan trah Prabu Brawijaya V. Dengan demikian, keduanya masih keturunan raja Majapahit di mana naskah tersebut mengacu pada tokoh Bhre Kertabhumi. Bukan mengacu pada tokoh Girindrawardhana Dyah Ranawijaya yang takluk saat berperang melawan Kesultanan Demak.

Kembali pada Babad Tanah Jawa. Menurut naskah tersebut, silsilah Ki Ageng Mangir IV sebagai berikut: Lembu Peteng (Lembu Amisani) -- Ki Ageng Mangir I (Raden Megatsari) -- Ki Ageng Mangir II—Ki Ageng Mangir III—Bagus Wanabaya. Kemudian dikenal dengan Ki Ageng Mangir Wanbaya, karena ia mewarisi kekuasaan nenek moyangnya di Mangir. Suatu daerah perdikan Majapahit pada era pemerintahan Prabu Brawijaya V yang terletak di dekat Sungai Praga (sekarang di wilayah Bantul).

Sewaktu menjadi penguasa Mangir, Bagus Wanabaya masih lajang. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa sepeninggal Ki Ageng Mangir III, Bagus Wanabaya masih berusia muda. Sungguhpun demikian, Bagus Wanabaya suka memelajari ilmu kasepuhan yang beraliran ajaran Syekh Siti Jenar. Karena suka lelaku, Bagus Wanabaya dapat memiliki tombak Kiai Baru Klinting.

Berkat memelajari ilmu spiritual dan kanuragan, Bagus Wanabaya dikenal sebagai pemuda sakti mandraguna. Karena kesaktian dan tombak Kiai Baru Klinting yang dimilikinya, Penembahan Senapati yang menyerang Mangir beserta pasukannya mengalami kekalahan.

Rantai Emas jebakan[sunting | sunting sumber]

Kegagalan menundukkan Ki Ageng Mangir IV, Penembahan Senapati disarankan oleh Juru Mrentani untuk menggunakan rantai emas. Karena Ki Ageng Mangir masih lajang dan sangat tertarik dengan kesenian Tayub, maka Panembahan Senapati menggunakan Retna Pembayun putrinya sebagai rantai emas.

Atas nasihat Juru Mrentani, Retna Pembayun menyamar sebagai ledhek (penari seni Tayub). Dengan disertai Adipati Martalaya (Dalang Sandiguna), Ki Jayasupanta, Ki Sandisasmita, Ki Suradipa, dan Nyai Adirasa; Retna Pembayun meninggalkan Mataram. Sesudah mandi di Sendang Kasihan (Bantul), Pembayun beserta rombongannya menuju ke wilayah Mangir untuk barang ledhek (ngamen dengan menari tayub). Ketika menjadi ledhek, Retna Pembayun menggunakan nama samaran Lara Kasihan.

Mendengar warta bahwa serombongan kesenian tayub dengan penari berwajah jelita tengah ngamen di wilayahnya, Ki Ageng Mangir berkenan untuk menyaksikan. Maka, Ki Ageng Mangir mengutus bawahannya untuk mengundang kesenian tayub itu pentas di halaman Dalem Mangiran.

Berjubelan penonton memadati halaman Dalem Mangiran yang cukup luas untuk menyaksikan pertunjukan tayub. Banyak penonton lelaki kaya berkenan ngibing dengan Lara Kasihan. Mereka tidak lagi berpikir berapa banyak uang yang akan digunakan untuk nyawer Lara Kasihan. Sementara bagi lagi-laki tak berduit, hanya dapat menatapkan pandangan nanarnya pada wajah dan gerakan tubuh menggoda Lara Kasihan saat menari.

Melihat kemolekan wajah dan gerakan erotis Lara Kasihan, Ki Ageng Mangir terpikat. Arkian, Ki Ageng Mangir berkenan untuk menyunting Rara Kasihan. Karena memiliki rasa cinta pada Ki Ageng Mangir, Rara Kasihan yang melupakan tugasnya sebagai rantai mas itu menerima pinangannya.

Hari-hari dilalui dengan bahagia oleh Ki Ageng Mangir, terlebih saat mengetahui Rara Kasihan telah mengandung benih cintanya. Tetapi kebahagiaan itu sirna ketika Rara Kasihan mengakui sebagai putri Panembahan Senapatri musuhnya. Namun berkat cintanya pada Rara Kasihan, Ki Ageng Mangir bersedia menghadap Panembahan Senapati yang merupakan mertuanya.

Dalam Babad Mangir dikisahkan bahwa rombongan pengantin Ki Ageng Mangir dan Rara Kasihan itu diiringi dengan banyaknya emban pembawa ubarampe dan srah-srahan dengan cara dipikul. Karena terlihat pikulan srah-srahan itu mentul-mentul (memantul-mantul), maka lahirlah nama Bantul. Suatu wilayah yang sekarang di bawah pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Setiba di Mataram, rombongan pengantin dari Mangir tersebut dijamu di Bangsal Pecaosan. Sementara Ki Ageng Mangir menghadap Panembahan Senapati di Penangkilan. Pada saat itulah, terjadi peristiwa berdarah. Ki Ageng Mangir tewas di hadapan Panembahan Senapati dengan kepala berlumuran darah.

Analisis kematian[sunting | sunting sumber]

Perselisihan Panembahan Senapati dengan Ki Ageng Mangir, sungguhpun cenderung bersumber dari cerita tutur ketimbang sejarah, sangat menarik untuk dianalisis. Hal ini agar kita memahami latar belakang dari peristiwa berdarah di istana Mataram yang berkaitan dengan tewasnya Ki Ageng Mangir.

Muncul suatu pendapat bahwa motivasi Panembahan Senapati untuk menundukkan Ki Ageng Mangir IV karena ingin mendapatkan legitimasi sebagai keturunan Prabu Brawijaya V dari Majapahit. Mengingat Panembahan Senapati dan Ki Ageng Mangir merupakan trah Prbabu Brawijaya V.

Motivasi Panembahan Senapati untuk menaklukkan Ki Ageng Mangir ditafsirkan agar Mataram yang berdiri pada paska surutnya Pajang tersebut tidak mau tersaingi dengan Mangir. Suatu tanah perdikan Majapahit yang dikhawatirkan akan menjadi kerajaan merdeka dan kelak menjadi bayang-bayang-bayang kebesaran Mataram.

Perihal kematian Ki Ageng Mangir di hadapan Panembahan Senapati di penangkilan, terdapat empat versi pendapat yang bersumber dari tutur tinular. Adapun ketiga versi pendapat tersebut dapat dikemukaan sebagai berikut:

  • Pendapat pertama menyatakan bahwa kematian Ki Ageng Mangir karena kepalanya dibenturkan oleh Panembahan Senapati pada batu gilang yang merupakan singgasananya. Bila kisah ini benar, maka berdirinya istana Mataram telah dilumuri darah Ki Ageng Mangir. Sesudah tewas, jasad Ki Ageng Mangir dimakamkan separuh di dalam benteng makam dan separuh berada di luar makam Raja-Raja Mataram di Kotagede, Yogyakarta. Sampai sekarang makam ini bisa dilihat ketika berziarah di makam tersebut.
  • Pendapat kedua mengungkapkan bahwa Ki Ageng Mangir tidak dibunuh, melainkan disingkirkan oleh Panembahan Senapati. Kepada Demang Tangkil, Ki Ageng Mangir dititipkan. Maka ketika meninggal, Ki Ageng Mangir dimakamkan di wilayah Tangkilan, Godean, Sleman. Makam Ki Ageng Mangir yang berdektan dengan Sungai Konteng tersebut sampai sekarang masih bisa disaksikan.
  • Pendapat ketiga menyebutkan bahwa Ki Ageng Mangir tidak dibunuh oleh Panembahan Senapati, namun diusir dari wilayah Mataram. Maka dengan dikawal pasukan Panembahan Senapati, Ki Ageng Mangir meninggalkan ibu kota Mataram. Setiba di Desa Banaran, Ki Ageng Mangir dibunuh oleh pasukan Panembahan Senapati. Jasadnya dimakamkan di Tangkilan, Godean, Sleman.
  • Pendapat keempat menyatakan bahwa Ki Ageng Mangir tidak dibunuh oleh Panembahan Senapati, melainkan oleh Raden Rangga. Pendapat ini berpijak pada suatu asumsi bahwa kesaktian Raden Rangga setanding dengan kesaktian Ki Ageng Mangir.

Dari keempat versi pendapat di muka kiranya perlu dikaji lagi. Mengingat semuanya berpijak dari cerita turut yang bisa ditambah dan dikurangi. Selain itu, tidak ada bukti-bukti sejarah yang kuat tentang siapakah pembunuh Ki Ageng Mangir sebenarnya.

Ki Ageng Mangir dalam fiksi[sunting | sunting sumber]

Kisah Ki Ageng Mangir adalah salah satu cerita yang paling sering ditampilkan dalam drama ketoprak Jawa.

Referensi[sunting | sunting sumber]

Sejarah Ki Ageng Mangir|Antara Cinta Dan Kehormatan.

BABAD MANGIR.