Ki Ageng Enis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ki Ageng
Enis
ꦲꦺꦤꦶꦱ꧀
LahirBagus Anis
MakamPasarean Laweyan
Tempat tinggalLaweyan
Nama lainKi Ageng Laweyan
ZamanDemak
PendahuluKi Ageng Sela
PenggantiKi Ageng Pamanahan
Suami/istriNyai Ageng Enis
Orang tua

Ki Ageng Enis atau Ki Ageng Laweyan adalah seorang tokoh dari Sela yang hijrah ke Pengging. Ia dikenal dengan sebutan Ki Ageng Laweyan, karena bertempat tinggal di Laweyan. Selama hidup di Laweyan ia pernah menjadi guru spiritual Jaka Tingkir saat belum naik takhta menjadi sultan Pajang atau masih bernama Mas Karebet. Kemudian ia mengabdi kepada Sultan Adiwijaya setelah Kesultanan Pajang berdiri, sebagai sesepuh dan orang penting di Pajang.

Ki Ageng Enis merupakan putra Ki Ageng Sela. Keluarga besarnya berasal dari Sela, Kecamatan Tawangharjo, yang terletak kurang lebih berjarak 13 km sebelah timur dari Kota Purwodadi, Ibukota Kabupaten Grobogan. Wilayah Sela masuk dalam administratif Kabupaten Grobogan.

Asal usul[sunting | sunting sumber]

Ki Ageng Enis adalah putra bungsu Ki Ageng Sela dengan Nyai Bicak (Nyai Ageng Sela) putri Sunan Ngerang. Ia memiliki enam saudara, di mana semua saudaranya adalah perempuan, yaitu: Nyai Ageng Lurung Tengah, Nyai Ageng Saba, Nyai Ageng Bangsri, Nyai Ageng Jati, Nyai Ageng Patanen dan Nyai Ageng Pakisdadu.

Ki Ageng Enis menikah dengan Nyai Ageng Enis, dan berputra Ki Ageng Pamanahan. Putranya itu kemudian menikah dengan Nyai Sabinah (Nyai Ageng Pamanahan). Dari hasil pernikahan mereka, Ki Ageng Enis dikaruniai seorang cucu yang dalam perjalanan kariernya menjadi raja pertama Mataram, bergelar Panembahan Senapati.

Peran awal[sunting | sunting sumber]

Pengging dahulu dikenal sebagai peradaban Hindu, masuknya Islam di tanah Pengging tidak luput dari peran serta Ki Ageng Enis. Laweyan yang saat itu merupakan wilayah kekuasaan Kadipaten Pengging (sebelum Pajang) masyarakat di sekitarnya masih menganut Hinduisme. Ki Ageng Beluk, teman Ki Ageng Enis, dikenal sebagai tokoh yang berpengaruh bagi masyarakat Laweyan. Ki Ageng Beluk seorang penganut agama Hindu, namun karena dakwah yang dilakukan oleh Ki Ageng Enis di Laweyan, membuat Ki Ageng Beluk tertarik memeluk agama Islam. Ki Ageng Beluk kemudian menyarankan bangunan pura Hindu miliknya kepada Ki Ageng Enis untuk dibangun menjadi sebuah masjid. Sejak saat itu Ki Ageng Enis mulai bermukim di desa Laweyan pada tahun 1546, tepatnya di sebelah utara pasar Laweyan (sekarang Kampung Lor Pasar Mati).

Pada akhir hayatnya Ki Ageng Enis meninggal dan dimakamkan di Pasarean Laweyan. Rumah tempat tinggal Ki Ageng Enis kemudian ditempati oleh cucunya yang bernama Danang Sutawijaya. Kemudian Sutawijaya lebih dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Saloring Pasar, Sutawijaya pindah ke hutan Mentaok dan dalam perjalanannya kemudian mendirikan kerajaan Mataram Islam dan menjadi raja pertama dengan gelar Panembahan Senapati.

Kepustakaan[sunting | sunting sumber]

  • Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
  • H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
  • Purwadi. (2007). Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu