Kerusuhan Papua Nugini 2024

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kerusuhan Papua Nugini 2024
Tanggal10 Januari 2024–sekarang
LokasiPort Moresby dan Lae, Papua Nugini
9°28′S 147°08′E / 9.467°S 147.133°E / -9.467; 147.133Koordinat: 9°28′S 147°08′E / 9.467°S 147.133°E / -9.467; 147.133
Jumlah korban
Korban jiwa16+[2]
Terluka31+[1]
TertawanTidak diketahui

Kerusuhan Papua Nugini di awal tahun 2024 berawal pada hari Rabu tanggal 10 Januari 2024 di Ibukota dari Papua Nugini yaitu Port Moresby yang kemudian menyebar ke Kota Lae, kerusuhan ini disebabkan oleh kebijakan dari Perdana Menteri Papua Nugini James Marape yang mengumumkan pengurangan pajak yang kemudian dibatalkan. Hal ini menyulut kerusuhan dengan pembakaran, penjarahan dan berbagai aksi massa. Diperkirakan lebih dari 16 orang dilaporkan tewas. Hal ini kemudian membuat James Marape menyatakan keadaan darurat nasional selama 14 hari, dia juga memberhentikan pimpinan kepolisian nasional dan juga pimpinan dari Kementerian Keuangan Papua Nugini.

Latar Belakang[sunting | sunting sumber]

Pemerintahan Perdana Menteri James Marape mengumumkan akan melakukan pengurangan pajak dengan cara melakukan pemotongan gaji dan upah dari pegawai negeri sipil termasuk didalamnya jajaran tentara dan kepolisian.

Pada hari Rabu pagi tanggal 10 Januari 2024, para pegawai negeri, tentara dan aparat kepolisian melakukan unjuk rasa didepan Kantor Parlemen Papua Nugini di Papua Nugini karena upah yang biasa mereka terima tiba-tiba dipotong tanpa penjelasan.

Pada sore hingga menjelang malam hari, unjuk rasa yang awalnya dimulai kemudian memanas dan berubah menjadi kerusuhan massal yang menyebar ke seluruh penjuru Kota Port Moresby[3].

Peristiwa[sunting | sunting sumber]

  • 10 Januari 2024 pagi: Pegawai negeri sipil, pihak keamanan dan aparat kepolisian melakukan unjuk rasa damai di Ungi Oval depan Kantor Parlemen Papua Nugini di Port Moresby.
  • 10 Januari 2024 sore: Kerusuhan merebak di seluruh penjuru Kota Port Moresby dan kemudian menyebar juga di Kota Lae.
  • 10 Januari 2024 malam: Papua New Guinea Defence Force diturunkan di jalanan Port Moresby untuk mengembalikan ketertiban dan menjaga keamanan.

Akibat kerusuhan ini, setidaknya 16 orang dilaporkan meninggal dunia, 9 orang di Port Moresby dan 7 orang di Lae.[2] Setidaknya 31 orang terluka, dengan 25 diantaranya mengalami luka tembak dan 6 lainnya mengalami tikaman. Setidaknya 2 Warga Negara Tiongkok menjadi korban luka.

Akibat[sunting | sunting sumber]

Perdana Menteri James Menteri menerapkan Keadaan Darurat Nasional selama 14 hari dan mengumumkan bahwa pihaknya menerjunkan 1000 tentara untuk berjaga dan melakukan penangkapan apabila diperlukan. Dia juga memecat Kepala Kepolisian Papua Nugini dan beberapa pimpinan tinggi dari Kementerian Keuangan Papua Nugini[4].

Pada tanggal 11 Januari 2024, enam orang anggota parlemen mengundurkan diri dari jabatan mereka pada Pemerintahan James Marape, mereka mengatakan sudah tidak percaya lagi pada kepemimpinan James Marape terkait kerusuhan tersebut. James Nomane juga meminta James Marape untuk mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri dan menyalahkannya dan juga Kementerian Keuangan dan pihak kepolisian terkait krisis yang menjadi kerusuhan tersebut.

Reaksi[sunting | sunting sumber]

Domestik[sunting | sunting sumber]

Gubernur Distrik Ibukota Nasional Powes Parkop menyatakan bahwa kerusuhan massa di Port Moresby described the unrest in Port Moresby belum pernah terjadi sebelumnya[5], sementara itu Papua New Guinea Post-Courier menyatakan hari ini merupakan hari terkelam dalam sejarah Port Moresby.[1]

Pemimpin Oposisi Joseph Lelang menyatakan bahwa kerusuhan merupakan satu-satunya cara bagi banyak warga yang frustasi untuk menyatakan kekesalan mereka dan meminta Pemerintahan James Marape untuk meredakan situasi[6].

Internasional[sunting | sunting sumber]

  • Tiongkok: Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok mengajukan komplen resmi kepada Pemerintah Papua Nugini setelah beberapa warganya yang sedang berada di Papua Nugini diserang dan terluka pasca para perusuh menargetkan tempat bisnis warga Tiongkok[7].
  • Australia: Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyatakan bahwa Australia sedang mengamati kondisi terkini dari kerusuhan ini.
  • Indonesia: Kedutaan Besar Republik Indonesia di Port Moresby telah meminta perlindungan bagi Warga Negara Indonesia di seluruh Papua Nugini kepada pemerintah dan kepolisian Papua Nugini, KBRI juga meminta seluruh warga negara Indonesia di Papua Nugini untuk tetap berada di rumah dan menyediakan nomor telepon hotline untuk bantuan darurat[8].

Referensi[sunting | sunting sumber]