Kabupaten Kraksaan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kraksaan, di era Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, sebelumnya adalah wilayah Afdeeling yang dipimpin oleh seorang patih, dibawah Kabupaten Probolinggo. Di tahun 1928, pemerintah membuat reformasi besar-besaran di Jawa Timur. Salah satu kebijakan itu berdampak pada wilayah Kraksaan. Afdeeling Kraksaan ditingkatkan statusnya menjadi kabupaten (regentschap), yang dipimpin oleh seorang bupati, menjadi Kabupaten Kraksaan, berlaku secara resmi sejak 1 januari 1929. Kabupaten baru ini merupakan pecahan dari Kabupaten Probolinggo. Kabupaten Kraksaan kemudian dibubarkan dan digabungkan lagi dengan Kabupaten Probolinggo, yang berlaku secara resmi per 1 Januari 1935.


Geografi[sunting | sunting sumber]

Kraksaan, disebut juga Kraksan atau Kareksan. Terletak di sebelah timur kota Probolinggo (luas 917,76 km²), terbagi menjadi empat distrik, yaitu distrik Kraksaan, Paiton dan Gënding dan Gading. Sebelah Utara berbatasan dengan selat Madura, Sebelah Timur dengan Karesidenan Besuki, Sebelah Selatan dengan Lumajang dan sebelah Barat dengan Kabupaten Probolinggo. Bagian utara terdiri dari dataran yang dibatasi dengan laut, di sebelah selatan oleh pegunungan Lamongan dan Yang; garis pantai sebagian besar berawa dan karenanya tidak sehat; kolam ikan air tawar besar (tambak) ditemukan di sana. Bagian selatan wilayah ini bergunung-gunung dan ditutupi oleh pegunungan dan kaki bukit Jang dan Lamongan, gunung berapi yang terakhir muncul di perbatasan Lumajang. Pada wilayah ini 7 pabrik gula ditemukan dan 3 perusahaan bibit tebu dan 3 lahan sewa. Candi Jabung adalah peninggalan arkeologi penting di antara barang antik Hindu di bagian tersebut. Pemimpin pemerintahan pribumi bukanlah seorang bupati, melainkan seorang patih, bawahan bupati Probolinggo. Pada akhir tahun 1905 bagian ini berpenduduk 244.000 jiwa, termasuk 300 orang Eropa, 660 orang Tionghoa, dan 80 orang Arab.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Reformasi secara besar-besaran yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda, khususnya di wilayah Jawa Timur, dilaksanakan pada tahun 1928. Sesuai dengan keputusan resmi pemerintah Hindia Belanda, dengan Staatsblad 1925 No. 622, tentang Organisasi Administrasi (bestuursorganisatie). Dengan merujuk staatsblad itu, pada tanggal 25 Mei 1928, pemerintah mengeluarkan Staatsblad 1928 No. 145, tentang Reformasi Administrasi Pemerintahan di Jawa Timur (Bestuurshervorming. Oost Java), yang berlaku sejak 1 Juli 1928. Isi pokok dari Staatsblad ini, adalah pembagian atau pemecahan wilayah karesidenan dan kabupaten di Jawa Timur, serta tindakan-tindakan terkait lainnya, antara lain :

- Kabupaten Probolinggo dibagi menjadi 3 kabupaten, terdiri dari :

1. Kabupaten Probolinggo, yang terdiri dari distrik Probolinggo, Tongas, Dringu dan Tengger.

2. Kabupaten Kraksaan, yang meliputi distrik Kraksaan, Paiton, Gending dan Gading.

3. Kabupaten Lumajang, meliputi distrik Lumajang, Ranulamongan, Tempeh dan Kandangan; -

- Kabupaten Bondowoso dibagi 2 kabupaten, terdiri dari :

1. Kabupaten Bondowoso, yang terdiri dari distrik Bondowoso, Tamanan, Wonosari dan Prajegan.

2. Kabupaten Jember, meliputi distrik Jember, Kalisat, Mayang, Rambipuji, Tanggul, Puger dan Wuluhan.

- Tiga orang bupati baru, akan diangkat untuk pertama kalinya masing-masing untuk kabupaten Krakasaan, Lumajang dan Jember.

Dengan mengacu pada staatsblad ini, maka kemudian lahirlah 3 kabupaten dan 3 bupati baru di Jawa Timur, yang belum pernah dibentuk sebelumnya, terdiri dari kabupaten, bupati pertama, dan tanggal pengangkatan :

1. Kabupaten Kraksaan, Raden Tumenggung Djojodiprodjo, 1 Juli 1928.

2. Kabupaten Lumajang, Raden Tumenggung Kartoadiredjo, 1 Juli 1928.

3. Kabupaten Jember, Raden Tumenggung Wirjodinoto, 17 September 1928.


Bupati Kraksaan

Bupati Kraksaan yang pertama adalah "Mas Djojodiprodjo" yang lahir 17 April 1871, mulai berkarir sebagai seorang pegawai di Kantor Residen di Probolinggo sejak bulan September 1891. Pada bulan Maret 1898 diangkat menjadi wakil jaksa di Kraksaan, sedangkan pada bulan Oktober 1902 diangkat sebagai jaksa di Probolinggo. Pada bulan Januari 1909 diangkat menjadi asisten wedono Pasru Jambé (di Lumajang), setelah itu diangkat menjadi patih pada bulan Januari 1915, juga bertindak sebagai wedana dari kota Probolinggo. Pada bulan Januari 1916 ia menjadi penjabat Bupati Probolinggo, pada bulan Mei 1920 ia menjadi patih di Kraksaan.

Dengan Staatsblad No. 318 tahun 1928, status Kraksaan ditingkatkan menjadi "regentschap" atau "kabupaten" yang mandiri. Dengan Keputusan Pemerintah tanggal 18 Juni 1928, Mas Djojodiprodjo diangkat menjadi Bupati Kraksaan. Sejak 1 Juli 1928 ia menjadi “bupati yang pertama” di Kraksaan, dan dilantik secara resmi oleh Gubernur Jawa Timur "W. Ch. Hardeman" pada hari Rabu, 3 Oktober 1928. Sejak diangkat ini, ia dianugerahi gelar bangsawan “Raden” dan gelar resmi “Tumenggung”, menjadi “Raden Tumenggung Djojodiprodjo”.

Pemerintah telah mengakui jasa penting pegawai negeri ini dengan menganugerahkan kepadanya bintang jasa emas kecil pada 22 Agustus 1922, sementara ia diangkat sebagai Perwira Ordo Oranye Nassau dengan Keputusan Kerajaan tanggal 29 Juli 1927. Dengan Keputusan Pemerintah 24 Agustus 1931, ia dianugerahi gelar “Ario”, menjadi "Raden Tumenggung Ario Djojodiprodjo".

Beliau berhasil melakukan banyak pekerjaan dalam waktu singkat kepemimpinannya, dalam memajukan kemakmuran daerah dengan cara yang lebih dari biasanya. Diantaranya pembangunan sistem jalan khusus di dalam dan sekitar Kraksaan, untuk memperbaiki posisi kota Kraksaan yang memanjang secara khas. Juga ada pembangunan sebuah fasilitas renang yang indah dan modern, yang dibuka di Jabung tepat di luar kota, sementara pasar baru juga harus disebutkan secara khusus.

Dalam usia 61 tahun, Bupati Kraksaan Raden Tumenggung Ario Djojodiprodjo meninggal dunia pada hari Sabtu, 3 September 1932. Sore harinya pukul setengah dua prosesi pemakaman berangkat dari rumah kematian di Bago ke Kabupaten di Kraksaan, di mana beberapa pejabat dari kabupaten telah berkumpul untuk memberikan penghormatan terakhir.

Setelah upacara secara Islam yang biasa di kabupaten, prosesi pemakaman berangkat sekitar pukul 3 menuju pemakaman di Sumberkareng dekat Probolinggo, di mana banyak pejabat tinggi baik Eropa maupun pribumi yang hadir. Mobil jenazah diikuti oleh barisan panjang mobil dan karangan bunga yang tak terhitung jumlahnya menutupi usungan jenazah.

Setelah wafatnya ini tidak ada penerus dari keluarga almarhum bupati, yang dianggap cocok oleh pemerintah untuk menjabat sebagai Bupati yang baru.

Dalam keaadaan resesi ekonomi (malaise) di tahun 1930-an, turunnya harga gula dan ditutupnya pabrik gula di Kraksaan, menunda pelantikan bupati baru. Keadaan ini diperparah dengan berturut-turutnya gagal panen padi akibat wabah "walang sangit" di tahun-tahun berikutnya.

Hubungan kuno Probolinggo dan Kraksaan yang berasal dari ras yang sama, adat istiadat dan sarana penghidupan mereka yang hanya berbeda sedikit satu sama lain. Tidak adanya penerus dari keluarga bupati lama yang cocok serta gagal panen padi secara berturut-turut, dan tentunya penghematan anggaran, adalah faktor utama keberadaan Kabupatan Kraksaan tidak dapat dipertahankan. Pemerintah kemudian menghapus Kabupaten Kraksaan dan menggabungkannya dengan Kabupaten Probolinggo. Pemerintah melantik bupati baru penggabungan wilayah Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Kraksaan di tahun 1935, yaitu R. A. A. Poedjo.

Dengan demikian Raden Tumenggung Ario Djojodiprodjo, adalah "bupati pertama" sekaligus "bupati terakhir", yang pernah menjabat di Kabupaten Kraksaan selama lebih dari 4 tahun. Karesidenan Probolinggo yang sejak 1928 dipisahkan dari Karesidenan Pasuruan, dihapus dan digabungkan dengan Karesidenan Malang. Demikian juga halnya dengan Karesidenan Pasuruan, dihapus dan digabungkan dengan Karesidenan Malang, dengan pusat karesidenan di Malang.


Penghapusan Kabupaten Kraksaan

Penghapusan atau pembubaran Kabupaten Kraksaan, secara resmi dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1934, sesuai dengan Staatsblad 1934 No. 708, tentang pembubaran kabupaten (regentschap) Kraksaan dan penggabungan lagi dengan kabupaten Probolinggo (Opheffing van het regentschap Kraksaan en de voeging van het gebied daarvan bij het regentschap Probolinggo) Pembubaran ini berlaku secara resmi sejak 1 Januari 1935.


Makam Bupati Kraksaan Lokasi makam beliau ini terletak di Jl. Brantas, Kel. Pilang, Kec. Kademangan, Kota Probolinggo. Dalam komplek makam inilah, ada makam khusus keluarga dengan prasasti di depan yang tertulis : "Pesarean Agung, K. R. T. Adipati Ario Djojodiprodjo, Bupati Kraksaan Pertama, Th. 1927-1933 (Wafat Th. 1933)". Link location : https://goo.gl/maps/jtdWLdW5P8Ny8WUZ7

Mas Djojodiprodjo sudah menjabat sebagai "patih" mandiri di wilayah (afdeeling) Kraksaan, sejak 10 Mei 1920. Setelah ditingkatkan status wilayah Kraksaan menjadi "Regentschap" (Kabupaten) di tahun 1928, Mas Djojodiprodjo diangkat menjadi regent (bupati) yang pertama di Kraksaan, yaitu sejak 1 Juli 1928. Secara resmi dilantik pada 3 Oktober 1928. Dianugerahi gelar bangsawan “Raden” dan gelar resmi “Tumenggung” menjadi “Raden Tumenggung Djojodiprodjo”. Tahun 1931 ia dianugerahi gelar “Ario” menjadi "Raden Tumenggung Ario Djojodiprodjo".

Dalam usia 61 tahun, bupati Kraksaan Raden Tumenggung Ario Djojodiprodjo, meninggal dunia pada hari Sabtu 3 September 1932. Sejak itu tidak ada bupati baru yang dilantik, Kabupaten Kraksaan dihapus, dan digabungkan lagi dengan Kabupaten Probolinggo. Pimpinan tertinggi pribumi di Afdeeling Kraksaan, kemudian dijabat lagi oleh seorang patih.

Postingan ini sekaligus mengoreksi tulisan di prasasti, yang tertulis menjabat tahun 1927-1933, seharusnya tahun "1928-1932". Wafat di tahun 1933, seharusnya tahun "1932", tepatnya hari Sabtu, 3 September 1932. Jabatan atau gelar "Adipati", tidak ditemukan hingga ketika beliau wafat, mungkin hanya gelar kehormatan atau anumerta. Postingan ini juga sekaligus meluruskan rumor dan menepis hoax, yang beredar di kalangan masyarakat Probolinggo, lewat beberapa video di channnel Youtube, bahwa :

- Konon masih ada masyarakat Probolinggo yang bingung, karena ada yang menyebut R. T. A. Djojodiprodjo pernah menjadi Bupati Probolinggo, tetapi namanya tidak tercantum dalam daftar yang beredar (misalnya di Wikipedia). Rumor sebagai Bupati Probolinggo ini tidak salah, tetapi beliau hanya sebagai "Penjabat Sementara" atau "Pelaksana Tugas" Bupati Probolinggo, sewaktu bupati Probolinggo resmi belum ada yang ditetapkan, yaitu ketika beliau masih menjabat sebagai Wedono Kota dan Patih Probolinggo di tahun 1916. Beliau juga salah satu tokoh penting di kota Probolinggo, karena termasuk anggota "Dewan Kota" yang pertama, yang dibentuk tahun 1918. Jabatan resmi terakhir beliau adalah sebagai Bupati Kraksaan (benar sesuai yang tertulis di prasasti).

- Ada yang menyebut R. T. A. Djojodiprodjo, hidup dimasa atau sejaman dengan bupati pertama Probolinggo, Kyai Djojolelono (menjabat 1746-1768). Ini jelas hoax dan tidak berdasar sama sekali, yang benar adalah R. T. A. Djojodiprodjo, lahir pada tahun 1871, dan wafat tahun 1932.

- Juga ada yang menyebut sebagai bupati yang diangkat oleh kerajaan Mataram. Ini juga hoax dan jelas ngawur, yang benar adalah di angkat dan dilantik oleh Pemerintah Hindia Belanda, yaitu pada tahun 1928.