Janin menurut Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Janin menurut Islam adalah sesuatu yang berada di dalam rahim perempuan setelah terjadinya pembuahan. Keberadaan janin merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah yang fase pertumbuhannya dijelaskan di dalam Al-Qur'an. Hak janin dalam Islam telah ada sebelum penciptaannya oleh Allah hingga masa kehamilan. Islam menganggap aborsi dan tindakan yang membahayakan kondisi ibu hamil secara fisik dan psikis sebagai kejahatan yang dikenai hukuman atasnya sesuai syariat Islam.

Hakikat[sunting | sunting sumber]

Ajaran Islam menetapkan pengertian yang luas mengenai janin. Sesuatu yang disebut janin adalah keberadaan baru yang ada setelah masa pembuahan di dalam rahim perempuan.[1] Penjelasan janin di dalam Al-Qur'an pada dasarnya merupakan pembukitan dari Allah bahwa Al-Qur'an berasal dari-Nya. Persoalan janin di dalam Al-Qur'an menjadi salah satu tanda dari kekuasaan Allah. Perkaranya tidak hanya berkaitan dengan kehamilan, tetapi lebih khusus ke embriologi.[2]

Fase pembentukan[sunting | sunting sumber]

Fase pembentukan janin telah dijelaskan dalam ajaran Islam. Penjelasannya ada di dalam Al-Qur'an sebagai wahyu dari Allah kepada Nabi Muhammad. Fase pembentukan ini merupakan bagian dari informasi mengenai penciptaan manusia. Ayat yang menjelaskannya adalah Surah As-Sajdah ayat 7–10.[3] Dalam ajaran Islam, roh telah diberikan kepada tubuh janin setelah berusia 4 bulan. Pada usia ini, bentuk janin telah menjadi manusia.[4] Dtak jantung janin akan dapat didengar menggunakan alat medis ketika usianya telah mencapai 6 bulan.[5]

Hak[sunting | sunting sumber]

Hak pra-penciptaan[sunting | sunting sumber]

Allah telah menetapkan hak kepada janin sebelum janin itu sendiri diciptakan oleh-Nya. Hak ini berupa pendidikan. Isyarat atas hak ini antara lain pada Surah Al-Isra' ayat 32. Pada ayat ini, Allah melarang manusia untuk mendekati zina. Allah juga menyatakan alasannya bahwa zina adalah perbuatan buruk yang keji.[6]  Ayat ini menjelaskan bahwa penciptaan janin harus dari hubungan pasangan yang sah dan bukan melalui perzinaan.[7]

Hak sebagai anak[sunting | sunting sumber]

Janin dalam hukum Islam memiliki hak-hak yang harus dipenuhi karena statusnya sebagai manusia. Hak-hak ini berhak diterimanya tanpa ada batasan meskipun kehidupannya masih bergantung dengan ibunya.[8] Hak pertumbuhan janin merupakan bagian dari perhatian Islam terhadap perlindungan hak anak.[9] Keselamatan janin juga diperhatikan di dalam ajaran Islam. Nafkah kepada para istri yang telah menerima talak ketiga dari suaminya harus tetap diberikan ketika dalam kondisi hamil. Pemberian nafkah ini diberikan khusus kepada janin, karena hak sebagai istri sendiri telah gugur.[10]

Ajaran Islam telah memberikan tindakan yang harus dilakukan untuk memberi stimulasi kepada janin. Ini merupakan bagian dari psikologi Islam. Stimulasi ini diberikan kepada otak bayi. Caranya dengan membacakan Al-Qur'an.[11] Dianjurkan pembacaan Al-Qur'an dilakukan sendiri oleh ibu si janin, karena janin sangat mengenal suara ibunya sehingga terjalin hubungan kedekatan antara ibu dan anak.[12] Janin akan memiliki perasaan tenteram ketika Al-Qur'an dibacakan dan suaranya terdengar olehnya, terutama dari suara orang tuanya.[13]

Kejahatan atas janin[sunting | sunting sumber]

Kejahatan terhadap janin termasuk jenis tindakan kejahatan kepada jiwa yang belum sempurna. Tindakan ini terjadi ketika seseorang memukul bagian tubuh dari wanita yang sedang hamil. Pukulan ini dianggap kejahatan bila dilakukan pada bagian perut, punggung, pinggang, kepala maupun anggota tubuh lainnya dari ibu hamil. Tindakan kejahatan ini juga termasuk tindakan membentak, meneriaki, dan menaku-nakuti ibu hamil dengan ucapan ingin membunuh atau memukulnya. Tindakan-tindakan ini dinyatakan sebagai kejahatan ketika janin di dalam tubuh ibunya mengalami gugur kandungan. Status ini berlaku baik janin itu hidup atau mati setelah gugur kandungan. Tindakan ini memiliki status yang sama dengan aborsi.[14]

Tindakan aborsi memiliki indikasi yang kuat dilarang di dalam Islam. Ini berdasarkan beberapa firman Allah, antara lain Surah Al-Baqarah ayat 228, dan Surah Al-Isra' ayat 31 dan 33.[15] Tindakan aborsi di dalam Islam oleh para fukaha mengalami perbedaan pendapat. Pendapat ini utamanya berbeda pada penetapan hukum aborsi sebelum bayi berusia 40 hari. Perbedaan pendapat terjadi oleh para fukaha dari mazhab Syafi'i, mazhan Hambali, mazhab Hanafi, dan mazhab Maliki.[16]

Pelaku aborsi juga menerima sanksi atas perbuatannya. Pengaturan mengenai aborsi termasuk dalam fikih jinayah. Sanksi yang diberikan atas tindakan aborsi juga ditentukan oleh waktu diadakannya aborsi dan kondisi janin setelah dikeluarkan.[17]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Astutik (Oktober 2020). Aborsi Akibat Perkosaan dalam Perspektif Hukum Kesehatan. Sidoarjo: Zifatama Jawara. hlm. 66. ISBN 978-623-7748-37-3. 
  2. ^ Rozikin, Muhammad Rohma (2021). Sheli R., Fardhila, ed. Islam dan Kebidanan: Pedoman Penting Wanita, Ibu dan Bidan. Malang: CV Pustaka Yazku. hlm. 125. ISBN 978-623-92431-9-7. 
  3. ^ al-Azizi, Abdul Syukur (2018). Yudi, ed. Islam Itu Ilmiah. Yogyakarta: Laksana. hlm. 11. ISBN 978-602-407-245-2. 
  4. ^ Dacholfany, M. I., dan Hasanah, U. (November 2018). Budiyadi, ed. Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam. Jakarta: Amzah. hlm. 18. ISBN 978-602-0875-44-6. 
  5. ^ Hambali, Muh. (2017). Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari: Dari Kandungan hingga Kematian. Yogyakarta: Laksana. hlm. 437. ISBN 978-602-407-185-1. 
  6. ^ Baity, Nur (2015). Mardiah, Himatu, ed. Keajaiban Shalat untuk Kesehatan dan Janin. Jakarta: Sealova Media. hlm. 102. ISBN 978-602-0969-56-5. 
  7. ^ Syuhud, A. Fatih (Juli 2021). Wardi, Imam Syahro, ed. Pendidikan Islam: Cara Mendidik Anak Saleh, Smart, dan Pekerja Keras. Malang: Pustaka Alkhoirot. hlm. 28–29. 
  8. ^ al-i'k, Khalid bin Abdurrahman (2017). Saifuddin, Ahmad, ed. Prophetic Parenting. Yogyakarta: Laksana. hlm. 47. ISBN 978-602-407-148-6. 
  9. ^ Al-Amir, Najib Khalid (1994). Tarbiyah Rasulullah. Diterjemahkan oleh Muhammad, I., dan Nursyam, F. Jakarta: Gema Insani. hlm. 109. ISBN 979-561-266-2. 
  10. ^ Abbas, Ahmad Sudirman (Januari 2009). Mukjizat Doa dan Air Mata Ibu. Jakarta Selatan: Qultummedia. hlm. 34. 
  11. ^ Fathi, Bunda (2011). Noverina, Anjelita, ed. Mendidik Anak dengan Al-Qur'an Sejak Janin. Bandung: Pustaka Oasis. hlm. iv. 
  12. ^ Al-Fatih, Wahyudi (Maret 2021). Serial Parenting Praktis: Sukses Mendidik Anak esuai Tuntunan Islam. Guepedia. hlm. 57. ISBN 978-623-322-152-8. 
  13. ^ Taufiqurrahman dan Musawwamah, S. (Oktober 2017). Afandi, Moh., ed. Pembentukan Karakter Mahasiswa dalam Sistem Pendidikan Tinggi Islam. Pamekasan: Duta Media Publishing. hlm. 92. ISBN 978-602-6546-26-5. 
  14. ^ Rosidin (Agustus 2020). Pendidikan Agama Islam. Malang: CV Media Sutra Atiga. hlm. 520–521. ISBN 978-623-94399-0-3. 
  15. ^ Sjahdeini, Sutan Remy (November 2020). Hukum Kesehatan tentang Hukum Malapraktik Tenaga Medis Jilid 2. Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 161. ISBN 978-623-256-406-0. 
  16. ^ Mardin, N., Kharismawan, A., dan Purwanda, S. (2022). Nur, R., Miqat, N., dan Bakhtiar, H. S., ed. Hak Hidup atas Janin. Makassar: Unhas Press. hlm. 30. ISBN 978-979-530-395-4. 
  17. ^ Irfan, M. Nurul (Januari 2016). Nusroh, N. L., dan Ulmilla, D., ed. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Amzah. hlm. 175. ISBN 978-602-0875-07-1.