Bali Nine: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Abdur rokib (bicara | kontrib)
→‎Vonis: Saat ini vonis hukuman mati sedang mendapat tantangan dari beberapa kalangan, diantaranya dari aktivis HAM, dengan alasan hak asasi manusia
kembalikan ke semula, jangan salin tempel dari situs berita
Baris 40: Baris 40:


Pada [[13 Januari]] 2011, diketahui bahwa [[Mahkamah Agung Republik Indonesia|Mahkamah Agung]] menolak upaya hukuman luar biasa PK yang diajukan oleh Stephens, sehingga keputusan dikembalikan kembali ke putusan Pengadilan Negeri Denpasar yaitu hukuman seumur hidup.
Pada [[13 Januari]] 2011, diketahui bahwa [[Mahkamah Agung Republik Indonesia|Mahkamah Agung]] menolak upaya hukuman luar biasa PK yang diajukan oleh Stephens, sehingga keputusan dikembalikan kembali ke putusan Pengadilan Negeri Denpasar yaitu hukuman seumur hidup.

'''Kumpulkan Koin Untuk
"Membeli" Bali Nine'''

'''Setelah '''Indonesia melaksanakan
eksekusi mati gembong narkoba gelombang pertama pada 18 Januari lalu.  Pasca gelombang pertama itu, Presiden Joko
Widodo menjadi sorotan internasional karena sikapnya untuk menolak grasi yang
diajukan terpidana mati kasus narkoba. Pemerintah Indonesia pun telah
mengeksekusi enam terpidana mati, lima di antaranya merupakan warga negara
asing (WNA). Mereka berasal dari Brasil, Belanda, Nigeria, Vietnam, dan Malawi.
Bahkan, Brasil dan Belanda sudah resmi menarik duta besarnya dari Indonesia.

Kini pemerintah membidik “Bali Nine” , dua terpidana kasus
narkoba asal Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Rencana ini mendapat
respon beragam dari  berbagai
kalangan,  tak terkecuali dari PM
Australia sendiri dengan mengaitkannya bantuan Australia untuk Tsunami Aceh. Diantaranya juga dari koordinator
KontraS, Haris Azhar,  Hukuman mati
dinilai tidak menimbulkan efek jera. Apalagi, kata dia, ada pihak yang
menyebutkan Indonesia merupakan jalur utama peredaran narkoba.‎ "Kalau efek jera salah, kalau kurir mati masih ada
1000 kurir yang bisa direkrut," kata Haris di kantornya (KontraS, Jakarta,
Minggu, 1/3/2015)<ref>[http://nasional.kompas.com/read/2015/03/01/20291111/Kontras.Presiden.Tidak.Bisa.Sapu.Bersih.Permohonan.Grasi]</ref>.

Kedua, Sehubungan dengan pernyataan PM
Australia yang mengaitkannya dengan bantuan Australia untuk Tsunami Aceh, massa dari Pemuda Muhammadiyah berunjuk rasa di
depan Kedubes Australia, Jakarta, memprotes pernyataan Perdana Menteri
Australia Tonny Abbot terkait bantuan Australia untuk bencana tusnami di Aceh,
Rabu (25/2/2015), yang dilontarkan Abbot tersebut  terkait eksekusi mati 2 warga Australia yang
menjadi terpidana kasus narkoba di Bali.

Ketiga, Koalisi Pro Indonesia kembali
menggalang pengumpulan koin untuk Perdana Menteri Australia Tony Abbott, di
Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (1/3/2015). Rahmat Himran, koordinator dalam
aksi tersebut mengatakan, pengumpulan koin dilakukan untuk menyatakan bahwa
masyarakat tidak ingin pernyataan seperti yang dikatakan Abbott mengenai
bantuan tsunami, terulang di kemudian hari. "Rakyat sudah kecewa, bantuan
yang diungkit, itu yang ingin kami kembalikan. Kami tidak mau nantinya
diungkit-ungkit lagi kalau ada eksekusi warga Australia, masyarakat tidak
keberatan untuk mengembalikan bantuan pemerintah Australia saat bencana tsunami
pada 2004 silam. Sebagai seorang Perdana Menteri, Abbott tidak pantas
mengaitkan bantuan kemanusiaan dengan eksekusi mati bagi pengedar narkotika.
," ujar Rahmat saat ditemui di Kawasan Bundaran HI<ref>[http://nasional.kompas.com/read/2015/03/01/09434311/Tiga.Karung.Isi.Koin.Bakal.Diserahkan.untuk.Tony.Abbott?utm_campaign=related&utm_medium=bp&utm_source=news&]</ref>.

Keempat, Koordinator Posko Nasional
Gerakan Koin untuk Australia, Romidi karnawan (26) mendesak agar Tony Abbot
meminta maaf secara terbuka terhadap rakyat Indonesia dan menarik ucapannya
perihal memberikan bantuan sebagai upaya menyelamatkan dua terpidana mati
warganya. Pernyataan itu adalah sebuah intervensi terhadap bantuan. Pihaknya
tidak ingin bangsa ini Indonesia diperkecil oleh negara lain. Kami menuntut
Tony menarik ucapannya, Ini tidak boleh dibiarkan kedaulatan negara kita di
tekan," tegasnya kepada Tribunnews.com di lokasi. Romidi dan
rekan-rekannya tergabung dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)
menggelar aksi dengan berorasi berikut mengumpulkan koin di area car free day,
Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (1/3/2015).

Kelima, Nelayan Aceh juga mengumpulkan
uang koin untuk memprotes ucapan Perdana Menteri Australia Tony Abbott yang
meminta Indonesia tidak menghukum mati dua warganya, mengungkit-ungkit bantuan
untuk pemulihan korban tsunami Aceh 2004 silam. Pengumpulan koin berlangsung di
Pelabuhan Samudra Lampulo Banda Aceh, Minggu (1/3/2015). Dalam aksi itu,
terkumpul ribuan keping koin dari nelayan maupun pedagang ikan di pelabuhan
tersebut. Aksi pengumpulan koin tersebut sebagai bentuk kekecewaan nelayan dan
masyarakat korban tsunami terhadap pernyataan Pemerintah Australia yang
mengungkit-ungkit bantuan terhadap korban tsunami. "Koin yang terkumpul
ini akan kami serahkan ke Australia. Koin ini sebagai bentuk kekecewaan kami
kepada Australia yang ternyata tidak ikhlas membantu korban tsunami," kata
Hamdani yang dikenal dengan nama Pawang Abang seperti dikutip <em>Antara.</em> Muhammad, nelayan lainnya
meminta Pemerintah Indonesia jangan lagi mau menerima bantuan Austalia karena
bantuan itu nanti diungkit-ungkit kembali<ref>[http://regional.kompas.com/read/2015/03/01/15024931/Nelayan.Aceh.Australia.seperti.Anak-anak.Minta.Kembali.yang.Mereka.Berikan]</ref>.

Keenam, Anggota DPR dari Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB), Lukman Edy, menginisiasi pembuatan kotak pengumpulan
koin untuk Australia. Hal itu dilakukan juga sebagai bentuk protes pernyataan
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, yang mengungkit bantuan Australia saat
bencana Tsunami pada 2004 silam. "Ini teguran simbolis, semoga anggota DPR
dan masyarakat bisa ikut berpartisipasi mengumpulkan koin untuk
Australia," kata Lukman, di Gedung DPR, Senin (23/2/2015). Wakil Ketua
Komisi II DPR itu mengecam pernyataan Abbott yang mengungkit bantuan Australia
untuk Aceh dan mengaitkannya dengan rencana eksekusi mati dua terpidana
"Bali Nine" yang merupakan warga Australia, Andrew Chan dan
Myuran Sukumaran. Abbott harus meminta maaf pada Indonesia, khususnya
masyarakat Aceh karena ucapannya sangat menyakiti korban bencana Tsunami.
"Kita menunggu perubahan sikap Abbott, harapan kita tidak menghubungkan
Bali Nine dengan hubungan bangsa, dan antar-negara," ujar Lukman<ref>[http://nasional.kompas.com/read/2015/02/23/16254021/Protes.Abbott.Anggota.DPR.Inisiasi.Pengumpulan.Koin.untuk.Australia?utm_campaign=related&utm_medium=bp&utm_source=news&]</ref>.

Ketujuh,  Gubernur DKI Jakarta''',''' Basuki Tjahaja Purnama''','''
tidak setuju dengan penerapan hukuman mati bagi terpidana narkoba. Alasannya,
para terpidana masih memiliki kemungkinan untuk berubah menjadi warga yang
lebih baik<ref>[http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/28/14090441/Ahok.Tak.Setuju.Hukuman.Mati.untuk.Terpidana.Narkoba]</ref>.
Walaupun masih banyak negara yang masih menerapkan hukuman mati, seperti Tiongkok dan negara maju seperti Amerika Serikat. Saat ini vonis hukuman mati sedang mendapat tantangan dari beberapa kalangan, diantaranya dari aktivis HAM, dengan alasan hak asasi manusiaAbdur rokib 13 Maret 2015 13.34 (UTC)


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==

Revisi per 13 Maret 2015 13.43

Andrew Chan
Si Yi Chen
Michael Czugaj
Renae Lawrence
Tan Duc Thanh Nguyen
Matthew Norman
Scott Rush
Martin Stephens
Myuran Sukumaran
Hukuman kriminalLawrence: 20 tahun penjara
Chen, Czugaj, Nguyen, Norman, Rush dan Stephens: Penjara seumur hidup
Chan, Sukumaran: hukuman mati
Status kriminalSemua masih ditahan
AlasanPenyelundupan obat-obatan

Bali Nine adalah sebutan yang diberikan media massa kepada sembilan orang Australia yang ditangkap pada 17 April 2005 di Bali, Indonesia dalam usaha menyelundupkan heroin seberat 8,2 kg dari Indonesia ke Australia

Kesembilan orang tersebut adalah :

  • Andrew Chan - disebut pihak kepolisian sebagai "godfather" kelompok ini
  • Myuran Sukumaran
  • Si Yi Chen
  • Michael Czugaj
  • Renae Lawrence
  • Tach Duc Thanh Nguyen
  • Matthew Norman
  • Scott Rush
  • Martin Stephens

Empat dari sembilan orang tersebut, Czugaj, Rush, Stephens, dan Lawrence ditangkap di Bandara Ngurah Rai saat sedang menaiki pesawat tujuan Australia. Keempatnya ditemukan membawa heroin yang dipasang di tubuh. Andrew Chan ditangkap di sebuah pesawat yang terpisah saat hendak berangkat, namun pada dirinya tidak ditemukan obat terlarang. Empat orang lainnya, Nguyen, Sukumaran, Chen dan Norman ditangkap di Hotel Melasti di Kuta karena menyimpan heroin sejumlah 350g dan barang-barang lainnya yang mengindikasikan keterlibatan mereka dalam usaha penyelundupan tersebut.

Orang tua Rush dan Lawrence kemudian mengkritik pihak kepolisian Australia yang ternyata telah mengetahui rencana penyelundupan ini dan memilih untuk mengabari Polri daripada menangkap mereka di Australia, di mana tidak ada hukuman mati sehingga kesembilan orang tersebut dapat menghindari ancaman tersebut.

Vonis

Pada 13 Februari 2006, Pengadilan Negeri Denpasar memvonis Lawrence dan Rush dengan hukuman penjara seumur hidup. Sehari kemudian, Czugaj dan Stephens menerima vonis yang sama. Sukumaran dan Chan, dua tokoh yang dianggap berperan penting, dihukum mati. Kemudian pada 15 Februari, Nguyen, Chen, dan Norman juga divonis penjara seumur hidup oleh para hakim.

Pada 26 April 2006, hukuman Lawrence, Nguyen, Chen, Czugaj dan Norman dikurangi menjadi 20 tahun penjara melalui banChen, dan Norman menjadi hukuman mati. Chan dan Sukumaran tetap dihukum mati, dan Stephens tetap dihukum seumur hidup.

Pada 13 Januari 2011, diketahui bahwa Mahkamah Agung menolak upaya hukuman luar biasa PK yang diajukan oleh Stephens, sehingga keputusan dikembalikan kembali ke putusan Pengadilan Negeri Denpasar yaitu hukuman seumur hidup.

Lihat pula

Pranala luar