Nazaruddin Sjamsuddin: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 10: Baris 10:


Pengadilan Tindak Pidana Korupsi lalu menjatuhinya hukuman penjara selama tujuh tahun pada [[14 Desember]] [[2005]]. Ia juga diharuskan membayar denda sebesar Rp 300 juta. Dalam putusannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Nazaruddin terbukti korupsi dalam pengadaan asuransi kecelakaan diri sehingga merugikan keuangan negara Rp 5,03 miliar.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi lalu menjatuhinya hukuman penjara selama tujuh tahun pada [[14 Desember]] [[2005]]. Ia juga diharuskan membayar denda sebesar Rp 300 juta. Dalam putusannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Nazaruddin terbukti korupsi dalam pengadaan asuransi kecelakaan diri sehingga merugikan keuangan negara Rp 5,03 miliar.

Pada 8 Februari 2006, para pengacara Nazaruddin melaporkan Majelis Hakim kepada Komisi Yudisial. Para pengacara tersebut mengatakan bahwa dalam memutus perkara, Majelis Hakim telah melanggar Kode Etik Perilaku Hakim. Antara lain disebutkan bahwa Majelis Hakim telah menyalahi ketentuan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) serta Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 dan KUHP. Laporan tersebut sampai kini (2011) tidak pernah ditanggapi oleh Komisi Yudisial.


Selain didenda, Nazaruddin juga diperintahkan untuk membayar uang pengganti Rp 5,03 miliar secara tanggung renteng dengan Hamdani Amin, Kepala Biro Keuangan KPU.
Selain didenda, Nazaruddin juga diperintahkan untuk membayar uang pengganti Rp 5,03 miliar secara tanggung renteng dengan Hamdani Amin, Kepala Biro Keuangan KPU.

Revisi per 15 April 2011 02.34

Nazaruddin Sjamsuddin (tokohindonesia.com)

Prof. Dr. Nazaruddin Sjamsuddin, MA (lahir 5 November 1944) adalah Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bertugas memantau jalannya Pemilu di Indonesia.

Selain bekerja sebagai Ketua KPU, Nazaruddin juga adalah seorang dosen di Universitas Indonesia. Dia juga pernah menjadi anggota MPR.

Dia mempunyai empat orang anak dari perkawinannya dengan Nurnida.

Kasus korupsi

Pada 20 Mei 2005, Nazaruddin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di KPU. Oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, ia dituntut hukuman penjara selama delapan tahun enam bulan, membayar denda sebesar Rp. 450 juta, serta mengganti uang negara sebesar Rp 14,193 miliar. Jika uang negara tersebut tidak dapat dibayarkan, maka Nazaruddin akan dipenjara tambahan selama empat tahun.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi lalu menjatuhinya hukuman penjara selama tujuh tahun pada 14 Desember 2005. Ia juga diharuskan membayar denda sebesar Rp 300 juta. Dalam putusannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Nazaruddin terbukti korupsi dalam pengadaan asuransi kecelakaan diri sehingga merugikan keuangan negara Rp 5,03 miliar.

Pada 8 Februari 2006, para pengacara Nazaruddin melaporkan Majelis Hakim kepada Komisi Yudisial. Para pengacara tersebut mengatakan bahwa dalam memutus perkara, Majelis Hakim telah melanggar Kode Etik Perilaku Hakim. Antara lain disebutkan bahwa Majelis Hakim telah menyalahi ketentuan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) serta Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 dan KUHP. Laporan tersebut sampai kini (2011) tidak pernah ditanggapi oleh Komisi Yudisial.

Selain didenda, Nazaruddin juga diperintahkan untuk membayar uang pengganti Rp 5,03 miliar secara tanggung renteng dengan Hamdani Amin, Kepala Biro Keuangan KPU.

Pranala luar