Kekuasaan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Triana Agustin (bicara | kontrib)
menambahkan konsep kekuasaan
Triana Agustin (bicara | kontrib)
Menjelaskan perpektif kekuasaan dari sudut pandang politik
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 2: Baris 2:


Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. [[Manusia]] berlaku sebagau subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya [[Presiden]], ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada [[Undang-Undang]] (objek dari kekuasaan).
Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. [[Manusia]] berlaku sebagau subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya [[Presiden]], ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada [[Undang-Undang]] (objek dari kekuasaan).

Menurut pandangan ini, yang dimaksud politik adalah cara -cara untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan. Dalam pandangan ini perspektif politik merupakan sesuatu yang kotor, karena usaha untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan dilakukan dengan cara-cara yang tidak legal dan amoral. Misalnya, dengan memanipulasi, atau kalau perlu menendanglawan dan menghilangkan nyawa lawan politik.<ref>Surbakti, R. 1992. ''Memahami Ilmu Politik''. Jakarta: PT Grasindo</ref>


== Sudut pandang kekuasaan ==
== Sudut pandang kekuasaan ==

Revisi per 17 Oktober 2017 17.23

Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh[1] [2] atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).

Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. Manusia berlaku sebagau subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada Undang-Undang (objek dari kekuasaan).

Menurut pandangan ini, yang dimaksud politik adalah cara -cara untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan. Dalam pandangan ini perspektif politik merupakan sesuatu yang kotor, karena usaha untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan dilakukan dengan cara-cara yang tidak legal dan amoral. Misalnya, dengan memanipulasi, atau kalau perlu menendanglawan dan menghilangkan nyawa lawan politik.[3]

Sudut pandang kekuasaan

Kekuasaan bersifat positif

merupakan Kemampuan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada individu sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang dapat mempengaruhi dan mengubah pemikiran orang lain atau kelompok untuk melakukan suatu -tindakan yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan dengan sungguh-sungguh dan atau bukan karena paksaan baik secara fisik maupun mental. Namun di dalam kekuasaan tidak semuah yang berkuasa memiliki kewenangan, karena kewenangan bersifat khusus

Kekuasaan bersifat Negatif

Merupakan sifat atau watak dari seseorang yang bernuansa arogan, egois, serta apatis dalam memengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan tindakan yang diinginkan oleh pemegang kuasa dengan cara paksaan atau tekanan baik secara fisik maupun mental. Biasanya pemegang kekuasaan yang bersifat negatif ini tidak memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang baik,mereka hanya berfikir pendek dalam mengambil keputusan tanpa melakukan pemikiran yang tajam dalam mengambil suatu tindakan, bahkan mereka sendiri kadang-kadang tidak dapat menjalankan segala perintah yang mereka perintahkan kepada orang atau kelompok yang berada di bawah kekuasannya karena keterbatasan daya pikir tadi. dan biasanya kekuasaan dengan karakter negatif tersebut hanya mencari keuntungan pribadi atau golongan di atas kekuasannya itu. karena mereka tidak memiliki kemampuan atau modal apapun selain kekuasaan untuk menghasilkan apapun, dan para pemegang kekuasaan bersifat negatif tersbut biasanya tidak akan berlangsung lama karena tidak akan mendapatkan dukungan sepenuhnya oleh rakyatnya.

Di negara demokrasi, dimana kekuasaan adalah ditangan rakyat, maka jalan menuju kekuasaan selain melalui jalur birokrasi biasanya ditempuh melalui jalur partai politik. Partai partai politik berusaha untuk merebut konstituen dalam masa pemilu. Partai politik selanjutnya mengirimkan calon anggota untuk mewakili partainya dalam lembaga legislatif. Dalam pemilihan umum legislatif secara langsung seperti yang terjadi di Indonesia dalam Pemilu 2004 maka calon anggota legislatif dipilih langsung oleh rakyat.

Konsep-konsep kekuasaan[4]

1. pengaruh / influence, yakni kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar mengubah sikap dan perilakunya secara sukarela.

2. persuasi / persuasion, yakni kemampuan meyakinkan/mengajak orang lain dengan argumentasi untuk melakukan sesuatu.

3. manipulasi, yakni kemampuan meyakinkan orang lain untuk melakukan sesuatu tanpa disadari oleh orang yang diyakinkan

4. coercion, yaitu ancaman, paksaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok pemilik kekuasaan terhadap pihak yang ingin dipengaruhi.

5. force, yakni penggunaan kekerasan fisik , seperti pembatasan kebebasan, menimbulkan rasa sakit, atau membatasi pemenuhan kebutuhan biologi pihak yang ingin dipengaruhi, agar mau melakukan hal yang diinginkan pemilik kekuasaan.

Kekuasaan merupakan konsep yang berkaitan dengan perilaku, yang berarti ada hubungan timbal balik, dimana suatu pihak dikatakan memiliki kekuasaan hanya apabila ada pihak lain yang dipengaruhinya untuk melakukan hal yang dikehendaki pemilik kekuasaan, dan hal tersebut bisa jadi bukan hal yang dikehendaki pihak yang dipengaruhi. dari hal tersebut disimpulkan, bahwa dalam setiap hubungan kekuasaan harus ada unsur:

1. ada tindakan yang dilaksanakan oleh pihak yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi

2. ada kontak komunikasi antara kedua pihak (yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi),  baik langsung maupun tidak langsung.

Legitimasi kekuasaan

Dalam pemerintahan mempunya makna yang berbeda: "kekuasaan" didefinisikan sebagai "kemampuan untuk memengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu yang bila tidak dilakukan", akan tetapi "kewenangan" ini akan mengacu pada klaim legitimasi, pembenaran dan hak untuk melakukan kekuasaan. Sebagai contoh masyarakat boleh jadi memiliki kekuatan untuk menghukum para kriminal dengan hukuman mati tanpa sebuah peradilan sedangkan orang-orang yang beradab percaya pada aturan hukum dan perundangan-undangan dan menganggap bahwa hanya dalam suatu pengadilan yang menurut ketenttuan hukum yang dapat memiliki kewenangan untuk memerintahkan sebuah hukuman mati.

Dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial, kekuasaan telah dijadikan subjek penelitian dalam berbagai empiris pengaturaneluarga (kewenangan orangtua), kelompok-kelompok kecil (kewenangan kepemimpinan informal), dalam organisasi seperti sekolah, tentara, industri dan birokrat (birokrasi dalam organisasi pemerintah) dan masyarakat luas atau organisasi inklusif, mulai dari masyarakat yang paling primitif sampai dengan negara, bangsa-bangsa modern atau organisasi (kewenangan politik).

Sifat kekuasaan

Kekuasaan cenderung membawa kehancuran adalah ungkapan yang sering kita dengar, atau dalam bahasa Inggrisnya adalah Power tends to corrupct. Kekuasaan dapat dikatakan melekat pada jabatan ataupun pada diri orang tersebut, penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Position Power, kekuasaan yang melekat pada posisi seseorang dalam sebuah organisasi. 2. Personal Power, kekuasaan yang berada pada pribadi orang tersebut sebagai hubungan sosialnya.

French & Raven mengatakan bahwa ada lima jenis kekuasaan: 1. Kekuasaan memberi penghargaan. 2. Kekuasaan yang memaksa 3. Kekuasaan yang sah. 4. Kekuasaan memberi referensi. 5. Kekuasaan ahli Sumber kekuasaan bila dikaitkan dg kegunaan, maka sbb: 1.Militer & Polisi  utk mengendalikan kekerasan dan kriminal 2.Ekonomi  utk mengendalikan tanah, buruh, kekayaan & produksi 3.Politik  utk pengambilan keputusan 4.Hukum  utk mempertahankan, mengubah, & melancarkan interaksi 5.Tradisi  utk mempertahankan sistem kepercayaan / nilai-nilai

Sumber – sumber kekuasaan meliputi:

1.Sarana Paksaan Fisik

2. Keahlian

3. Hukum normatif

4. Status sosial

5. Harta kekayaan

6. Popularitas

7. Jabatan

8. Massa yg terorganisir

Referensi

  1. ^ Stanley Milgram, Obedience to authority: an experimental view, Taylor & Francis (1974)ISBN 0-422-74580-4 ISBN 978-0-422-74580-2
  2. ^ R. Baine Harris, Authority: a philosophical analysis, University of California (1976) ISBN 0-8173-6620-2 ISBN 978-0-8173-6620-9
  3. ^ Surbakti, R. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasindo
  4. ^ Surbakti, R. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasindo

Pranala luar