Is Google Making Us Stupid?

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Is Google Making Us Stupid? What the Internet Is Doing to Our Brains
Halaman sampul di majalah The Atlantic edisi "Is Google Making Us Stoopid?"
PenulisNicholas G. Carr
KategoriJurnalisme advokasi
Terbitan pertamaDipublikasikan di majalah The Atlantic, 1 Juli 2008.
Situs webCerita sampul

Is Google Making Us Stupid? What Is the Internet Doing to Our Brains (atau juga biasa disebut Is Google Making Us Stoopid?) adalah sebuah artikel di Majalah The Atlantic yang ditulis oleh Nicholas G. Carr, seorang penulis di bidang teknologi. Artikel ini diterbitkan di edisi bulan Juli/Agustus 2018 Majalah The Atlantic dengan total 6 halaman di mana lima halamannya berisi cerita dan 1 halamannya berisi gambar dan judul artikel.[1] Artikel ini telah menjadi kontroversial di dunia maya. Meski judulnya mempertanyakan apakah Google membuat orang menjadi bodoh, namun artikel ini tidak mentarget Google secara spesifik, melainkan internet secara keseluruhan.[2][3]

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Sebelum diterbitkannya artikel Carr ini, banyak kritikus telah mengkhawatirkan jika media elektronik akan menggantikan media fisik.[4] Satu setengah dekade sebelum diterbitkannya artikel Carr, Sven Birkerts telah menulis kritikan untuk melindungi buku yang dianggap lebih unggul namun terancam tergantikan dalam sebuah buku yang berjudul The Gutenberg Elegies: The Fate of Reading in an Electronic Age.[3][5][6] Ia menjadi tertarik menulis buku tersebut setelah pengalaman saat ia mengajar pada tahun 1992 di mana murid-murid yang ia ajar kurang menghargai tugas sastra yang ia berikan yang menurutnya merupakan bukti kekurangan mereka dalam membaca.[7][8][9]

Pada tahun 2007, seorang psikolog perkembangan, Maryanne Wolf, membahas tentang topik yang sama di bukunya Proust and the Squid: The Story and Science of the Reading Brain. Berbeda dengan Birkets yang melakukan pendekatan secara budaya dan sejarah, Wolf melakukan pendekatan secara ilmiah.[6][10][11][12] Dalam esainya yang diterbitkan bersamaan dengan buku tersebut The Boston Globe, Wolf menyebutkan pandangannya bahwa anak-anak yang menggunakan internet tidak akan dapat berkembang karena dunia mereka hanya sebatas internet itu saja.[13]

Sebelum menulis artikel Is Google Making Us Stupid?, pada tahun 2008, Carr telah menerbitkan buku yang berjudul The Big Switch: Rewiring the World, From Edison to Google. Material terakhir dari buku tersebut, iGod, nantinya menjadi dasar dari penulisan Is Google Making Us Stupid?[14]

Ringkasan[sunting | sunting sumber]

Artikel dimulai dari kutipan adegan film 2001: A Space Odyssey. Carr menulis bahwa ia yang biasanya dapat membaca buku atau artikel panjang dengan mudah, kini sudah tidak dapat berkonsentrasi setelah membaca 2 atau 3 halaman. Ia mengatakan hal itu disebabkan karena ia yang terbiasa menggunakan internet. Pencarian informasi yang dahulu harus dilakukan dengan membaca buku kini dapat selesai dalam hitungan menit hanya dengan mengetikan informasi yang diinginkan di internet. Carr menyebutkan bahwa internet memiliki keuntungan sebagai gudang informasi yang kaya. Namun, selagi memberi pasokan informasi, internet juga membentuk proses berpikir kita. Ia mengatakan bahwa internet telah memotong kapasitas konsentrasi dan kontemplasinya. Carr juga menyebutkan bahwa ia bukan satu-satunya yang mengalami hal tersebut karena banyak teman dan kenalannya yang menggunakan internet juga mengalami hal yang sama. Carr menggunakan pengamatan yang dilakukan oleh University College London sebagai contoh, di mana para pengunjung yang menggunakan bacaan elektronik yang disediakan akan melompat dari satu buku ke buku lain tanpa menyelesaikan buku yang sebelumnya dibaca.[15]

Carr mengutip kata-kata Maryanne Wolf yang mengatakan bahwa, "kita bukan hanya apa yang kita baca, namun juga bagaimana kita membaca." Wolf juga mengatakan bahwa dengan membaca online, kita hanya menjadi "dekoder informasi." Kita kehilangan kemampuan kita untuk membaca dalam dan tanpa gangguan. Carr juga menyebutkan bahwa saat membaca di internet akan ada hyperlink, iklan, dan gangguan-gangguan lainnya seperti notifikasi e-mail masuk yang dapat mengganggu konsentrasi. Tidak berhenti disitu, internet juga mempengaruhi media-media lainnya. Karena orang-orang terbiasa membaca artikel ringkas, akhirnya koran-koran, majalah-majalah, dan media lainnya mengubah konten mereka menjadi "ringkasan" mengikuti keinginan konsumen.[15]

Carr juga menyatakan ketidaksetujuannya atas asumsi pencipta google yang beranggapan bahwa "kita akan menjadi lebih baik" jika otak kita digantikan oleh kecerdasan buatan. Ia mengatakan bahwa semua doktrin tersebut hanyalah untuk kepentingan ekonomi mereka untuk membawa kita ke kehancuran.[15]

Di akhir ia mengatakan bahwa adegan di film 2001: A Space Odyssey adalah ramalan dari kenyataan. Disana diceritakan bahwa pada tahun 2001 orang-orang akan menjadi seperti mesin dan sekarang kita seperti yang diramalkan, mengandalkan komputer. Kecerdasan kita diubah menjadi kecerdasan buatan komputer.[15]

Penerimaan[sunting | sunting sumber]

Artikel Carr telah berhasil memperoleh banyak tanggapan. Bill Thompson mengatakan bahwa artikel Carr tersebut, "berhasil memprovokasi perdebatan besar."[10] Damon Darlin dari The New York Times berkomentar bahwa meski banyak orang membicarakan artikel Carr tersebut, namun nyatanya hanya beberapa yang benar-benar telah membaca keseluruhan artikel.[16]

Ada banyak kritikus yang mendiskusikan dampak positif dari artikel Carr ini di forum internet, seperti Britannica Blog dan majalah ilmiah online penerbit John Brockman, Edge.[17][18] Namun penulis dan aktivis Seth Finkelstein mengatakan bahwa argumen Carr tersebut "membawa kekacauan",[19] dan jurnalis David Wolman dari majalah Wired mendiskripsikan asumsi bahwa internet itu "lebih merugikan kita daripada menguntungkan" sebagai sesuatu yang "membosankan."[20]

Analisis[sunting | sunting sumber]

Karena maraknya kemajuan teknologi internet dan komputer, pertanyaan apakah manusia akan dapat mengendalikan kemajuan tersebut mulai muncul. Dalam majalah Edge, salah satu pendiri wikipedia Larry Sanger mengungkapkan bahwa semuanya tergantung oleh individu itu sendiri, dan ilmuan dan penulis Jaron Lanier memberikan pendapat serupa bahwa "arah yang akan dituju oleh proses otonom berbeda-beda setiap individu."[18] Lanier juga berpendapat bahwa terhambatnya teknologi disebabkan pemikiran "bahwa hanya ada satu pilihan" yaitu pro atau kontra.[18] Namun di artikel The Big Switch, Carr berkata bahwa pilihan individu pengaruhnya sangat kecil terhadap perkembangan teknologi. Carr juga berpendapat bahwa perkembangan teknologi bukan hanya berhubungan dengan ilmiah dan mesin, melainkan juga mempengaruhi ekonomi. Teknologi akan membentuk ekonomi dan kemudian membentuk masyarakat.[14][21]

Motif penulisan[sunting | sunting sumber]

Efek teknologi pada sirkuit saraf otak[sunting | sunting sumber]

Model dari Milling-Hansen Writing Ball pada tahun 1878, yang digunakan oleh Nietzsche pada tahun 1882 setelah penglihatannya memburuk dan membuatnya kesulitan menulis dengan tangan.[22][23]

Dalam tulisannya, Carr menyebut Friedrich Nietzsche, seorang filsuf Jerman dan dan ahli ilmu filologi, menggunakan Malling-Hansen Writing Ball karena penglihatannya yang memburuk dan ia kesulitan dalam menulis menggunakan tangan. Setelah ia berhasil menguasai alat tersebut, ia dapat menulis bahkan dengan mata tertutup dan menggunakan ujung jarinya saja. Tetapi seorang teman Nietzsche menyadari perubahan di gaya menulisnya. Tulisannya yang memang sejak awal telah ringkas, menjadi semakin ringkas lagi. Nietzsche membenarkan pernyataan temannya tersebut dan berkata bahwa alat yang digunakan untuk menulis memang mempengaruhi pembentukan pikiran. Orang-orang mengira bahwa neuron di tengkorak kita telah berhenti berkembang saat kita dewasa. Namun ternyata seorang peneliti otak mengatakan bahwa tidak seperti itu. James Olds mengatakan bahwa otak orang dewasa itu "sangat elastis." Sel-sel saraf lama dapat memutus hubungannya dengan sel lama dan membentuk sel-sel baru. Menurut Olds, otak memiliki kemampuan untuk memprogram ulang dirinya dengan cepat dan mengubah cara fungsinya. Hal itu membuat Carr berpendapat bahwa penggunaan teknologi dapat mempengaruhi sirkuit saraf otak.[15]

Tokoh HAL di film 2001: A Space Odyssey[sunting | sunting sumber]

Tokoh HAL di film 2001: A Space Odyssey yang disutradarai oleh Stanley Kubrick adalah sebuah komputer dengan kepribadian manusia. Di dalam film tersebut, diceritakan bahwa pada tahun 2001 semua orang menjadi seperti mesin dan orang yang "paling manusiawi" justru adalah sebuah mesin (HAL). Carr menyebutnya sebagai ramalan Kubrick. Ketika manusia mengandalkan komputer terus menerus dan kecerdasan mereka digantikan dengan kecerdasan buatan.[15]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Nicholas Carr (12 Juni 2008). "Pages and "pages"". Rough Type. Diakses tanggal 1 November 2008. 
  2. ^ Steve Johnson (18 Juni 2008). "Read this if you're easily distracted lately". Chicago Tribune. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-18. Diakses tanggal 10 Februari 2009. 
  3. ^ a b John Naughton (2008-06-22). "I Google, therefore I am losing the ability to think". The Observer. Diakses tanggal 2008-10-20. 
  4. ^ Motoko Rich (27 Juli 2008). "Literacy Debate: Online, R U Really Reading?". The New York Times. Diakses tanggal 1 November 2008. 
  5. ^ Kevin Kelly (25 Juli 2008). "The Fate of the Book (and a Question for Sven Birkerts)". Britannica Blog. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-09. Diakses tanggal 11 Desember 2019. 
  6. ^ a b Bernard Sharratt (1994-12-18). "Are There Books in Our Future". The New York Times. Diakses tanggal 2008-11-01. 
  7. ^ Birkerts 1994, hlm. 17–20
  8. ^ Birkerts 1994, hlm. 146–149
  9. ^ John Walsh dan Kate Burt (2008-09-14). "Can intelligent literature survive in the digital age?". The Independent. Diakses tanggal 20 Oktober 2008. 
  10. ^ a b Bill Thompson (17 Juni 2008). "Changing the way we think". BBC News. [pranala nonaktif permanen]
  11. ^ William Leith (2008-03-28). "We were never meant to read". The Daily Telegraph. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-05-25. Diakses tanggal 2008-11-01. 
  12. ^ Wolf 2007, hlm. 17
  13. ^ Maryanne Wolf (5 September 2007). "Learning to think in a digital world". The Boston Globe. Diakses tanggal 1 November 2008. 
  14. ^ a b Nicholas Carr (7 Agustus 2008). "'Is Google Making Us Stupid?': sources and notes". Rough Type. Diakses tanggal 1 November 2008. 
  15. ^ a b c d e f Nicholas Carr. "Is Google Making Us Stupid?" (dalam bahasa Inggris). The Atlantic. Diakses tanggal 11 Desember 2019. 
  16. ^ Damon Darlin (20 September 2008). "Technology Doesn't Dumb Us Down. It Frees Our Minds". The New York Times. 
  17. ^ "'Is Google Making Us Stupid?' (Britannica Forum: Your Brain Online)". Britannica Blog. 17 Juli 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-09-23. Diakses tanggal 1 November 2008. 
  18. ^ a b c "The Reality Club: On 'Is Google Making Us Stupid' by Nicholas Carr". Edge. 2008-07-10. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-11-07. Diakses tanggal 1 November 2008. 
  19. ^ Seth Finkelstein (9 Juni 2008). "Nick Carr: 'Is Google Making Us Stupid?', and Man vs. Machine". Infothought. 
  20. ^ David Wolman (18 Agustus 2008). "The Critics Need a Reboot. The Internet Hasn't Led Us Into a New Dark Age". Wired. 
  21. ^ Carr 2008, hlm. 22–23
  22. ^ Kwansah-Aidoo 2005, hlm. 100–101
  23. ^ "Friedrich Nietzsche and his typewriter - a Malling-Hansen Writing Ball". The International Rasmus Malling-Hansen Society. Diakses tanggal 26 November 2008. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]