Interaktivitas digital

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Interaktivitas digital ada perdebatan di bidang ilmu informasi, komunikasi dan desain industri . Dalam pandangan kontingensi interaktifitas, ada tiga tingkatan:

  • Noniteraktif: Ketika pesan tidak terkait dengan pesan sebelumnya.
  • Reaktif: Ketika sebuah pesan yang terkait hanya untuk satu segera pesan sebelumnya.
  • Interaktif: Ketika pesan yang terkait dengan jumlah pesan yang sebelumnya dan terhadap hubungan antara mereka.

Dalam arti sempit interaksi berarti saling mempengaruhi ( mutual influence ).[1] Pandangan komunikasi sebagai interaksi menyetarakan komunikasi dengan proses sebab-akibat atau aksi-reaksi,yang arahnya bergantian.[1] Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit lebih dinamis daripada komunikasi sebagai tindakan satu arah.[1]

Interaktifitas Teknologi Digital[sunting | sunting sumber]

Komunikasi antara orang-orang secara tatap muka,yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung,baik secara verbal ataupun nonverbal .[2] Kenyataannya komunikasi tatap muka membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya,berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar dan televisi atau lewat teknologi komunikasi tercanggih sekalipun seperti telepon genggam, E-mail,atau telekonferensi,yang membuat manusia merasa terasing.[2]

Komunikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyarakat penyampaian pesan searah dari (atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya,baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media,seperti surat (selebaran),surat kabar,majalah,radio,atau televisi.[2] Jadi,komunikasi dianggap suatu proses linier yang dimulai dengan sumber atau pengirim dan berakhir pada penerima,sasaran atau tujuannya.[2]

Pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatap-muka,namun mungkin tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi publik (pidato) yang tidak melibatkan tanya jawab dan komunikasi massa (cetak dan elektronik).[2] Akan tetapi,komunikasi massa melalui radio dan telivisi pun sekarang ini juga cenderung dua arah (interaktif).[2] Suatu acara di radio,ataupun telivisi,sering mengadakan acara yang melibatkan tanya jawab secara langsung dengan pendengar atau pemirsa.[2]

Perangkat aturan (meskipun tidak tertulis) yang ditetapkan di keluarga mempengaruhi cara berkomunikasi,begitu pun perangkat aturan (tertulis) yang di tetapkan pemerintah.[2] Pemerintah,melalui aturan-aturannya,hingga derajat tertentu menetapkan norma komunikasi warganya,baik komunikasi langsung ataupun komunikasi bermedia,termasuk komunikasi massa.[2] Setiap negara biasanya memiliki suatu sistem komunikasi tertentu.[2]

Peran Interaktifitas Digital dalam Kelompok Politik[sunting | sunting sumber]

Dengan munculnya teknologi komunikasi baru, potensi deliberatif baru sedang dieksplorasi.[3] Interaksi online dapat meningkatkan cakupan musyawarah politik dan tetap memberikan efek keuntungan dalam musyawarah.[3] Studi ini mengkaji teori-teori demokrasi deliberatif dan komunikasi lewat komputer (CMC) dalam upaya untuk memahami kemungkinan deliberatif baru.[3] Penelitian dilakukan untuk membandingkan hasil relatif dari musyawarah dilakukan di muka-muka-dan pengaturan komputer-mediated.[3] Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik online dan tatap muka musyawarah dapat meningkatkan pengetahuan masalah peserta, kemanjuran politik, dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam politik.[3]

Banyak orang mengakui pentingnya dan manfaat dari musyawarah dalam pengaturan tatap muka, mereka kurang yakin tentang efek dari musyawarah yang dilakukan dalam pengaturan CMC.[3] Hal ini sebagian karena sudah ada sedikit penelitian empiris yang menyelidiki efek dari musyawarah online di opini publik.[3] Peningkatan jumlah berurusan studi dengan apa yang disebut e-demokrasi, tetapi mereka tidak langsung musyawarah kepedulian online dan kebanyakan membahas penggunaan internet warga dan pola partisipasi politik dengan menganalisis data survei sekunder.[3] Untuk pengetahuan penulis ini, sangat sedikit studi sejauh membandingkan pengaruh musyawarah online dengan musyawarah tatap muka dalam pengaturan percobaan.[3]

Meningkat pesat teknologi komunikasi telah membawa kultur luar yang adakalanya asing masuk ke rumah kita.Film-film seri impor yang ditayangkan di televisi telah membuat kita mengenal adat kebiasaan dan riwayat bangsa-bangsa lain.Berita-berita dari luar negeri merupakan hal yang lumrah.Setiap malam kita menyaksikan apa yang terjadi di negeri yang jauh melalui televisi.Dan kita dapat melalui telepon, berhubungan langsung ke setiap pelosok dunia.Kita juga setiap hari membaca di media-media tentang ketegangan rasial,pertentangan agama, diskriminasi seks, dan secara umum masalah-masalah yang disebabkan oleh kegagalan komunikasi.

Komunikasi organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi di dalam kelompok formal maupun informal organisasi.Jika organisasi semakin besar dan semakin kompleks,maka demikian juga komunikasinya.Pada organisasi yang beranggotakan tiga orang,komunikasinya relatif sederhana,tetapi organisasi yang beranggotakan seribu orang komunikasinya menjadi sangat kompleks.

Komunikasi organisasi dapat bersifat formal maupun informal.Yang termasuk dalam komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi pada organisasi.Isinya berupa cara-cara kerja di dalam organisasi,produktivitas,dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi:memo,kebijakan,pernyataan,jumpa pers,dan surat-surat resmi.Yang termasuk di dalam komunikasi informal adalah komunikasi yang di setujui secara sosial.

Orientasinya tidak pada organisasinya sendiri,tetapi lebih pada para anggotanya secara individual. Komunikasi organisasi yang terjadi di dalam organisasi,perlu diingat bahwa organisasi telah menyediakan dana,energi, dan waktu dalam memperoleh informasi dari luar dan dalam menyebarkan informasi ke organisasi lain dan kepada masyarakat,walaupun pesan-pesan keluar di dorong secara organisasi.

E-learning Pendorong Interaktifitas Digital[sunting | sunting sumber]

Potensi-potensi teknologi informasi untuk pendidikan melahirkan konsep yang disebut pemelajaran elektronik (e-learning) dalam sebuah lingkungan virtual.[4] Menurut Rosenberg ( 2001 ),e-learning selalu dihubungkan dengan internet,sebagai teknologi yang memungkinkan penyampaian pengetahuan secara meluas,dan didasarkan pada tiga ciri utama teknologi ini;

•Pertama,e-learning memanfaatkan teknologi jaringan yang memungkinkan pemakaian informasi secara bersama dari berbagai tempat terpisah sambil sekaligus melakukan pembaruan (updating), penyimpanan,penemuan,dan penyebaran pengetahuan secara terus menerus. •Kedua,e-learning memungkinkan penggunaan berbagai aplikasi teknologi komunikasi karena kini internet sudah memiliki protokol dan standar yang memungkinkan penggunaan berbagai media digital secara bersama-sama. •Ketiga,berkat potensi teknologi sebagaimana disebut pada butir pertama dan kedua diatas,maka e-learning dapat menjadi paradigma baru yang berdasarkan pandangan luas tentang peran atau pemindahan pengetahuan,tetapi pemelajaran yang holistik dan terus menerus.[4]

Dengan kata lain,e-learning sebenarnya bukan hanya pemanfaatan teknologi internet yang tersebar itu,melainkan juga pengejawantahan dari cara baru dalam memandang peran pendidikan di kehidupan manusia.[4] Garisson dan Anderson ( 2003 ) melihat potensi e-learning sebagai sebuah sistem yang tidak hanya terbuka tetapi juga sekaligus komunikatif dan interaktif.[4] Keterbukaan internet memang sebuah ciri yang paling menawan dari teknologi ini.[4] Namun keterbukaan ini juga menghadirkan kelimpahruahan informasi yang belum tentu positif bagi kegiatan belajar-mengajar.[4]

Memang,dalam perkembangan teknologi komunikasi di dunia pendidikan,sering ada risiko bahwa teknolgi telematika meningkatkan isolasi individu.[4] Penggunaan alat-alat elektronik pribadi(mulai dari komputer pribadi sampai telepon genggam,dan kini iPod) memberikan semacam otonomi kepada pribadi-pribadi,sehingga –jika mau- mereka dapat mengisolasikan diri dari masyarakatnya untuk berkonsentrasi pada apa yang mereka lakukan sendirian.[4]

Dengan kata lain,kelebihan-kelebihan teknologi digital yang bersifat interaktif dan komunikatif harus lebih ditonjolkan daripada kelebihan dalam hal jangkauan dan kecepatan penyebaran informasi.[4] Pada praktiknya,interaksi ini justru menjadi masalah besar.Hubungan pengajar dan mahasiswa secara online amatlah berbeda dibandingkan hubungan yang terjadi di ruang kelas.[4]

Jika pengajar kurang aktif memberi umpan balik (feedback), maka e-learning akan kurang menarik bagi mahasiswa.[4] Komunikasi antara pengajar dan yang belajar juga akan cepat memburuk jika pihak yang belajarlah yang justru menutup jalur komunikasi,misalnya dengan tidak membuka e-mail yang dikirim pengajar atau tidak mau masuk ke forum diskusi yang tersedia baginya.[4] Banyak faktor lain,selain kesengajaan atau keengganan di kedua pihak,yang mempengaruhi komunikasi lewat online dan menghambat interaktifitas sebuah sistem e-learning.[4]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c Mulyanana.Deddy,Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.Pt Remaja.Rosdakarya,Bandung.2009.
  2. ^ a b c d e f g h i j Mulyana.Deddy,Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.PT Remaja.Rosdakarya,Bandung.2009.
  3. ^ a b c d e f g h i "Online vs. Face-to-Face Deliberation: Effects on Civic Engagement". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-07. Diakses tanggal 2011-06-24. 
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m Pendit,Putu Laxman,Perpustakaan Digital dari A sampai Z Cita Karyakarsa Mandiri.Jakarta.2008.