Inner child

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Inner child adalah kepribadian seseorang yang dihasilkan dari pengalaman masa kanak-kanak, dapat disebut juga sisi kekanak-kanakan yang masih ada pada masa dewasa. Hal ini dikarenakan pengalaman masa lalu yang belum terselesaikan. [1] Ibaratnya seorang anak yang dimarahi oleh orang tua ketika menjatuhkan gelas, dan tanpa sengaja pecahan itu melukai kakinya. Luka pada kaki mungkin bisa disembuhkan dalam waktu singkat, namun luka yang diakibatkan oleh bentakan orangtua akan terus membekas pada jiwa anak tersebut dan terbawa hingga masa dewasa. Hal ini menyisakan rasa sedih, marah, gelisah, malu dan perasaan negatif lainnya.[2]

Ada beberapa kasus yang awalnya dianggap keanehan, namun jika memahami dengan baik, sebenarnya semua berawal dari inner child. Misalkan kasus seorang gadis yang dianggap aneh oleh lingkungannya, karena dia cenderung menjauh dari komunitas, menutup diri dan hampir jarang berbicara. Mungkin di awal, kita akan melihat dia sebagai seorang anak yang sangat pendiam. Namun, sesungguhnya pendiam itu sendiri merupakan akibat dari lukanya. Masa kecil yang dipermalukan oleh teman-temannya karena miskin dan menjadi sasaran orangtua ketika berkelahi dan menjadikan dirinya tertekan. Kedua hal tersebut yang menjadikan dia sebagai anak yang pendiam.[3]

Inner child dan tahap perkembangan[sunting | sunting sumber]

Pada masa bayi, inner child terlihat pada saat seorang anak sering ditinggal oleh orangtuanya karena mereka harus kerja. Hal ini membuat sang anak merasa kurang perhatian dari orang tuanya dan ini yang menjadikan sang anak mencari perhatian dari orang lain ketika dewasa.[3] Pada masa kanak-kanak, misalnya seorang anak melihat orangtuanya bertengkar hebat dan akhirnya menjadi sangat ketakutan setiap melihat adanya pertengkaran.[3]

Pada masa kecil, ada beberapa hal yang akan sangat berdampak bagi perkembangan seorang anak, yaitu pelecehan seksual, yang tentunya dampaknya akan jauh lebih berat dan penanganan serius. Selain itu, ada kematian atau perceraian orangtua, kurangnya perhatian / didikan / kasih dari orangtua, perkataan dan perbuatan yang kasar. Hal-hal tersebut akan membentuk anak menjadi seorang yang egosentris, tidak terlalu menghargai hubungan yang mendalam, keinginan yang menyakiti orang lain dan juga bertindak kasar.[3]

Masa remaja merupakan awal dari tumbuh kembangnya manusia, dimana rasa ingin tahu kita menjadi tinggi. Keinginan untuk bebas dan menggali kemampuan diri juga yang sangat besar. Namun banyak yang kerap terjadi di episode ini, misalnya pelecehan seksual, pengkhianatan teman, putus cinta atau teman yang tidak setia.[3] Pada masa dewasa kebanyakan kejadian yang menimbulkan trauma adalah perselingkuhan yang dilakukan pasangan.[3]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Surianti, Surianti (2022-09-30). "Inner Child: Memahami dan Mengatasi Luka MasaKecil". Jurnal Mimbar: Media Intelektual Muslim dan Bimbingan Rohani. 8 (2): 10–18. doi:10.47435/mimbar.v8i2.1239. ISSN 2716-3806. 
  2. ^ Media, Kompas Cyber (2008-10-19). "Memahami Luka Batin Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2022-12-09. 
  3. ^ a b c d e f Tampubolon, Tiawan. "Luka Batin".