Lompat ke isi

Hari Tarwiyah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Hari Tarwiyah adalah hari kedelapan Zulhijah. Namanya berasal dari dua hal, yaitu kegiatan pengaliran air untuk minum hingga puas, dan mimpi Ibrahim atas penyembelihan putranya. Hari Tarwiyah termasuk dalam 10 hari pertama bulan Zulhijah sehingga termasuk hari istimewa dalam Islam. Sunnah pada hari Tarwiyah ialah berangkat menuju ke Mina bagi jemaah haji dan Puasa Tarwiyah. Dalam sejarah, hari Tarwiyah juga menjadi peristiwa penggantian kiswah pada masa Kekhalifahan Abbasiyah oleh Khalifah Al-Ma'mun.

Tanggal yang disebut sebagai hari Tarwiyah adalah 8 Zulhjjah. Kata tarwiyah sendiri berasal dari kata rawiya. Arti kata ini ada dua. Pertama, berarti minum hingga merasa puas. Kedua, berarti menyediakan atau mengalirkan air.[1] Penamaan Hari Tarwiyah juga dikaitkan dengan kisah Nabi Ibrahim mengenai mimpi penyembelihan putranya. Pagi hari setelah bermimpi, Nabi Ibrahim memastikan kebenaran mimpinya sebagai perintah dari Allah. Maka ia menyebut hari itu sebagai tarwiyah yang berarti memuaskan dengan kepastian. Penjelasan ini berasal dari perkataan Ibnu Qudamah yang dicatat dalam kitab Al-Mughni.[2]

Keutamaan

[sunting | sunting sumber]

Hari Tarwiyah merupakan salah satu hari yang istimewa dalam Islam. Keistimewaannya karena termasuk dalam 10 hari pertama di bulan Zulhijah. Abdullah bin Abbas meriwayatkan sebuah hadis bahwa Allah sangat menyukai segala perbuatan baik yang dilakukan selama sepuluh hari tersebut dibandingkan hari-hari lainnya. Perbuatan baik di kesepuluh hari ini lebih baik dibandingkan dengan jihad, kecuali jihad hingga syahid.[3] Allah memberikan pahala yang besar kepada orang yang berzikir di Hari Tarwiyah.[4]

Pada Hari Tarwiyah, para jamaah haji disunnahkan untuk berangkat ke Mina.[5] Setelah itu disunnahkan untuk menginap di Mina. Hadis yang menyatakan kesunnahan ini dari periwayatan Jabir bin Abdullah. Dalam hadisnya disebutkan bahwa Nabi Muhammad berangkat ke Mina kemudian melakukan ihram haji. Setiba di Mina, Nabi Muhammad melaksanakan Shalat Subuh, Shalat Zuhur, Shalat Ashar, Shalat Magribh, Shalat Isya' dan Shalat Subuh. Nabi Muhammad kemudian diam sejenak sambil menunggu matahari terbit.[6]  

Hari Tarwiyah berarti hari perbekalan. Penamaaan ini karena jamaah haji pada masa Nabi Muhammad mengisi air di Mina pada Hari Tarwiyah sebagai perbekalan untuk melakukan perjalanan ke Arafah.[7] Sejak masa Nabi Muhammad, jamaah haji singgah di Mina pada hari Tarbiyah untuk bermalam. Perjalanan ke Arafah baru dilanjutkan setelah matahari terbit pada Hari Arafah.[8]  

Puasa Tarwiyah

[sunting | sunting sumber]

Puasa Tarwiyah hanya dilakukan pada Hari Tarwiyah.[9] Ada satu redaksi hadis yang berkaitan dengan keutamaan Puasa Tarwiyah. Dalam hadis tersebut, puasa tarwiyah dapat menghapuskan dosa selama setahun.[10] Periwayatan hadis ini melalui jalur Ali al-Muhairi dari at-Thibbi, dari Abu Shaleh dari Abdullah bin Abbas. Status periwayatan hadis ini adalah marfu'.[11] Namun, para ulama di bidang hadis menyatakan bahwa hadis ini tidak memiliki landasan yang kuat untuk digunakan sebagai hujjah. Ada ulama hadis yang menilai hadis tersebut sebagai hadis daif. Ada pula yang menyatakan bahwa hadis tersebut adalah hadis palsu. Pendapat bahwa hadis ini palsu karena di dalam periwayatannya terdapat Muhammad bin Saabi Al-Kalby. Para ahli hadis menganggap Muhammad bin Saabi Al-Kalby adalah pendusta. Alasan lain yang membuat pelaksanaan Puasa Tarwiyah tidak memiliki hujjah ialah tidak adanya hadis lain yang menyatakan secara tegas dan jelas bahwa puasa tarwiyah merupakan sebuah sunnah.[12]

Peristiwa bersejarah

[sunting | sunting sumber]

Penggantian kiswah

[sunting | sunting sumber]

Khalifah Al-Ma'mun pernah mengganti kiswah pada Hari Tarwiyah pada masa Kekhalifahan Abbasiyah. Ia mengganti kiswah berwarna hitam dengan kiswah berwarna merah. Peristiwa bersejarah ini dicatat dalam kitab Tuhfatul Habib 'Ala Syarhil Khatib yang ditulis oleh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairami.[13]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Hashem, O. (Agustus 2008). Berhaji Mengikuti Jalur Para Nabi: Kisah Perjalanan Haji Rasulullah saw. Menurut Kitab-Kitab Sahih. Bandung: PT Mizan Pustaka. hlm. 143. ISBN 978-979-433-385-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-16. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  2. ^ Abu Nashr, Sutomo. Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah. Lentera Islam. hlm. 35–36. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-16. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  3. ^ al-Qurawy, Ali Amrin (2018). al-Musthafa, Jaber, ed. Koleksi Doa Dzikir Sepanjang Masa. Yogyakarta: Laksana. hlm. 139–140. ISBN 978-602-407-435-7. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-16. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  4. ^ Solikhin, Nur (2018). Shalih, Badrus, ed. Buku Pintar Puasa Wajib dan Sunnah. Yogyakarta: Kaktus. hlm. 91. ISBN 978-602-50447-4-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-16. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  5. ^ Sabiq, Sayyid (Januari 2018). Santosa, Muh. Iqbal, ed. Fiqih Sunnah Jilid III. Diterjemahkan oleh Aulia, A., dan Syauqina, A. Jakarta: Republika Penerbit. hlm. 130. ISBN 978-602-0822-52-5. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-16. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  6. ^ Jad, Ahmad (Juli 2009). Abdul Muthalib, M. Yasir, ed. Fikih Sunnah Wanita: Panduan Lengkap Menjadi Muslimah Shalehah [Shahih Fiqih As-Sunnah li An-Nisaa']. Diterjemahkan oleh Irham, Masturi. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 343–344. ISBN 978-979-592-454-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-16. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  7. ^ Arifin, Gus (2021). Arwati, S. T., dan Bestari, D., ed. Peta Perjalanan Haji dan Umrah: Panduan Lengkap dan Praktis Menjalankan Ibadah Haji dan Umrah Sejak dari Rumah hingga Kembali Lagi. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo. hlm. 2. ISBN 978-623-00-1340-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-20. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  8. ^ Bawono, Arba'in Nur (Oktober 2019). Unforgettable Hajj: Pengalaman Ringan Dilupakan Jangan. Yogyakarta: Diandra Kreatif. hlm. 121. ISBN 978-623-240-044-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-16. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  9. ^ Al-Baijury, Abu Aunillah (2015). Rusyd, Raisya Maula Ibnu, ed. Buku Pintar Agama Islam. Yogyakarta: DIVA Press. hlm. 176. ISBN 978-602-0806-24-2. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-16. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  10. ^ Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah KTB (28 Desember 2015). Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan. Daarul Hijrah Technology. hlm. 2296. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-16. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  11. ^ Luthfi, Hanif. Amalan Ibadah Bulan Dzulhijjah. Lentera Islam. hlm. 47. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-16. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  12. ^ Anshary, M. (Februari 2013). Fiqih Kontroversi Jilid 2: Beribadah antara Sunnah dan Bid'ah. Bandung: Tafakur. hlm. 54. ISBN 978-979-778-196-5. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-16. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  13. ^ Chair, Miftahul (2021). Agama Membuat Kaya. Jakarta: Penerbit Bhuana Ilmu Populer. hlm. 106. ISBN 978-623-04-0486-3.