Embargo ekonomi pada Konflik Ukraina 2013–2015

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Perang Rusia dan Ukraina merupakan salah satu tragedi internasional yang menjadi beban banyak negara pada saat ini. Tentunya Eropa menjadi salah satu negara yang terdampak. Pasokan energi Eropa hampir separuh lebih berasal dari Rusia, sehingga penyebabnya membuat kawasan Eropa dan sekitarnya menjadi tidak stabil.[1] Tahun 2013–2015 terjadinya konflik domestik yang disebabkan karena keluarnya Ukraina dari Perjanjian Asosiasi Eropa. Hal ini mengakibatkan terjadinya medan konflik antara Rusia dan Uni Eropa. Rusia sebagai pewaris Uni Soviet merasa bahwa sangat perlu untuk melindungi etnis Ukraina dengan menuntut Rusia untuk melakukan campur tangan dalam konflik domestik yang terjadi. Di samping itu, Uni Eropa merasa kepentingan politiknya diganggu oleh Rusia. Hal inilah yang mengakibatkan adanya embargo terhadap Rusia atas campur tangannya. Sementara itu, Uni Eropa memiliki ketergantungan terhadap Rusia dalam hal energi.[2]

Hubungan Uni Eropa dengan Ukraina[sunting | sunting sumber]

Hubungan antara Uni Eropa dan Ukraina mengalami pasang surut karena adanya pergantian rezim yang memerintah. Setelah runtuhnya Uni Soviet dan Pecahnya Ukraina dari Rusia, tercetus perjanjian pertama antara Ukraina dan Uni Eropa yang dinamakan the Partnership and Co-operation Agreement pada tahun 1994 yang membahas mengenai kerja sama teknik dan non-teknis antara UE dengan Ukraina.[2]

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Wilayah timur Ukraina merupakan wilayah yang berbatasan dengan Rusia dan mayoritas penduduknya menggunakan bahasa Rusia. Adapun wilayah Donetsk yang dikuasai oleh separatis memiliki cadangan batu bara yang besar. Akan tetapi, wilayah ini dianggap sebagai salah satu wilayah yang memiliki perkembangan ekonomi yang tergolong lamban di Ukraina.[3]

Krisis domestik di Ukraina berawal adanya pengumuman Ukraina mundur dari Perjanjian Asosiasi Uni Eropa (UE) oleh presiden Ukraina, Viktor Yanukovych pada bulan November 2013. Di samping itu, pemimpin menunda pembicaraan untuk melakukan kerja sama perdagangan bebas dengan Uni Eropa. Viktor Yanukovych beranggapan bahwa apabila Ukraina melakukan kerja sama perdagangan bebas dengan Uni Eropa akan mengancam kerja sama dengan Rusia.[1] Hal ini mengakibatkan munculnya protes dari mahasiswa di Kiev. Protes ini membuat Yanukovych diturunkan dari jabatannya. Pasca jatuhnya presiden Ukraina membuat kekuasaan Ukraina terbagi menjadi dua pengaruh yang berasal dari barat (Uni Eropa dan Amerika Serikat) dan Rusia.[2]

Konflik domestik Ukraina[sunting | sunting sumber]

Turunnya Yanukoych mengakibatkan banyaknya kota-kota di ukraina melakukan referendum untuk melakukan pemisahan diri dari Ukraina, salah satunya adalah Crimea. Krimea merupakan sebuah wilayah yang terletak di semenanjung Laut Hitam. Wilayah ini merupakan salah satu bagian dari Uni Soviet di bawah kepemimpinan Nikita Kruschev yang diberikan kepada Republik Sosialis Soviet Ukraina pada tahun 1954. Pada akhirnya, Crimea memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung ke dalam wilayah Rusia melalui jalur referendum. Krimea berusaha untuk membatalkan perjanjian Asosiasi Eropa sehingga melakukan referendum untuk bergabung dengan Federasi Rusia.[1][2]

Teori Foreign Policy Strategi[sunting | sunting sumber]

Teori strategi untuk menjelaskan bagaimana perilaku UE terhadap Rusia. Maksudnya kerena UE dianalogikan sebagai suatu negara karena struktur UE menyerupai negara dalam proses pengambilan kebijakannya. Adapun strategi yang diterapkan oleh UE dalam bentuk embargo ekonomi adalah bentuk penerapan strategi konfrontasi dimana UE menganggap kapabilitasnya lebih besar dari Rusia dan menganggap Rusia ancaman baginya.[2]

Konsep Energi Security[sunting | sunting sumber]

Menurut International Energi Agency (IEA), bahwa keamanan energi sebagai ketersediaan sumber energi yang tidak terputus meskipun dengan harga yang terjangkau. Pasokan energi berasal dari sumber energi dalam negeri atau hasil impor sumber energi dari negera lain. Hal inilah yang menyebabkan saling ketergantungan antar negara dalam hal ekspor dan impor energi. Oleh karena itu, keadaan seperi inilah yang juga menyebabkan saling ketergantungan di Eropa dan Rusia di tengah terjadinya konflik.[2]

Kebijakan embargo ekonomi Uni Eropa terhadap Rusia[sunting | sunting sumber]

Setelah diadakan referendum di Krimea, Rusia menyatakan bahwa referendum tersebut sah bahwa Krimea merupakan negara merdeka yang tergabung dalam Federasi Rusia. Hal ini dianggap bahwa adanya sebuah pencaplokan wilayah yang tidak sah oleh UE dan Ukraina. Akibatanya UE memberikan sanksi terhadap Rusia berupa sanksi ekonomi seperti pembekuan aset beberapa perusahaan dan individu Rusia. Selain itu, juga diberikan sanksi larangan masuk ke UE terhadap pejabat tinggi Rusia. Terkait sanksi-sanksi yang diberikan tersebut diberlakukan sejak 17 Maret 2014.[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c Hakim, Ahmda Burhan; Sadiyin (2022). "Pengaruh Perang Rusia-Ukraina Terhadap Stabilitas Hubungan Politik Indonesia dan Rusia". Jurnal oof International Realtions (JoS). 2 (1): 14–21. Diarsipkan dari versi asli Periksa nilai |url= (bantuan) tanggal 2013-08-12. Diakses tanggal 2023-01-10. 
  2. ^ a b c d e f g Hanifah, Ummu Ro’iyatu Nahdliyati Millati (2017). "Embargo Ekonomi sebagai Strategi Konfrontasi Uni Eropa terhadap Rusia pada Masa Konflik Ukraina 2013-2015". Jurnal Sospol. 3 (2): 169–195. 
  3. ^ Yegórov, Oleg; RBTH (2017-02-22). "Perang Ukraina: Apa dan Kenapa?". Russia Beyond. Diakses tanggal 2023-01-10.