Ekowisata virtual

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Definisi[sunting | sunting sumber]

Ekowisata virtual yaitu ekowisata yang dilakukan secara daring (dalam jaringan). Ekowisata virtual dapat digambarkan melalui definisi virtual tour atau wisata virtual. Definisi wisata virtual menurut Daud et al. (2016)[1] merupakan simulasi di lokasi dari rentetan gambar dengan panorama 360. Simulasi ini diatur oleh kumpulan video atau gambar dengan disertai deskripsi teks sesuai gambar, panduan audio atau efek suara menyesuaikan fakta di lapangan (El-Said et al. 2021).[2] Virtual berkaitan dengan teknologi yang menggunakan jaringan internet dalam pelaksanaannya. Virtual akan memberikan pengalaman secara langsung bagi pengguna teknologi virtual terkait objek yang diamati atau dinikmati. Menurut Waraney et al. (2017)[3] wisata virtual merupakan teknologi yang menempatkan diri pengguna teknologi dalam gambar sehingga kesadaran situasional meningkat, disertai peningkatan daya ingat, daya tangkap dan kemampuan analisa data virtual secara signifikan. Definisi lain oleh Osman et al. (2009)[4] tur virtual adalah teknologi imersif yang menempatkan pemirsa dalam gambar sehingga secara signifikan meningkatkan kesadaran situasional dan menyediakan fungsionalitas tingkat tertinggi untuk menonton. Pendapat lainnya, menurut Ngongoloy et al. (2018)[5] tur virtual biasanya digunakan untuk memberi pengalaman pernah berada di suatu tempat dengan hanya melihat layar monitor.

Pengertian-pengertian dari tur virtual dapat menggambarkan ekowisata virtual yang menerapkan teknologi untuk memberikan pengalaman berada di lokasi wisata dengan segala pendukungnya baik gambar atau video di monitor disertai efek suara. Tentu saja wisata virtual dan ekowisata virtual memiliki perbedaan tertentu. Ekowisata memiliki pandangan tentang kebutuhan pelestarian lingkungan secara sistematis dan terorganisir serta yang berada dalam lingkup kegiatan konservasi (Ibrahim et al. 2019).[6] Selain perbedaan gagasan, ekowisata selalu berkaitan dengan alam atau lingkungan, sehingga pelaksanaan kegiatan konservasi umumnya terjadi melalui kegiatan promosi ekowisata. Ekowisata secara virtual atau dalam jaringan membutuhkan perangkat tertentu untuk mengaksesnya, serta karena terlaksana dalam jaringan diperlukan lokasi dengan jaringan yang baik. Ekowisata secara virtual hanya dapat mengakses lokasi-lokasi yang tersedia secara virtual sebelumnya. Biasanya ekowisata virtual ini dapat berupa pengguna menonton video yang dapat diputar 360 derajat sehingga seakan-akan dapat melihat sekeliling seperti berada di lapangan.

Ekowisata virtual di masa pandemi[sunting | sunting sumber]

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia mengganggu hampir seluruh aktivitas manusia. Pemerintah seluruh dunia menerapkan pembatasan seperti pemberhentian penerbangan dan penutupan tempat-tempat umum untuk menghindari penyebaran pandemi. Hal yang paling berpengaruh dari semua pembatasan tersebut adalah industri perjalanan dan pariwisata (El-Said dan Aziz 2021).[2] Menurut Nuruddin et al. (2020),[7] pariwisata merupakan sektor yang terdampak akibat meluasnya Covid-19, banyak karyawan hotel maupun karyawan di destinasi pariwisata tidak bisa bekerja sebagaimana mestinya untuk mencegah meluasnya virus ini.

Pemerintah menetapkan kebijakan untuk membatasi pergerakan masyarakat dengan cara menutup berbagai tempat wisata agar meminimalisir terjadinya penyebaran virus. Adanya kebijakan dari pemerintah tersebut berdampak dengan menurunnya kunjungan wisatawan ke objek dan daya tarik wisata, pemutusan hubungan kerja serta pelaku usaha pariwisata yang gulung tikar terjadi akibat meluasnya virus Covid-19 (Muhammad et al. 2021).[8] Penurunan juga terjadi karena keengganan masyarakat untuk melakukan perjalanan di masa maraknya wabah Covid-19 (Sugihamretha 2020).[9]

Perkembangkan teknologi yang semakin pesat memegang peran penting pada era pandemi saat ini. Menurut Loannides dan Gyimothy (2020),[10] adanya krisis Covid-19 bisa dijadikan peluang untuk mereformasi sektor perjalanan dan pariwisata agar lebih berkelanjutan. Hal ini tentunya bergantung pada penggunaan teknologi misalnya aplikasi robot, teknologi pelacakan mobilitas, perjalanan virtual, kontrol identifikasi digital di bandara dan pemeriksaan mandiri di toko-toko. Dalam hal berwisata tentunya diperlukan sebuah inovasi dimana para wisatawan tetap bisa menikmati keindahan destinasi wisata yang akan dikunjungi dengan tetap memperhatikan kesehatan maupun keselamatan bersama. Salah satu inovasi yang dibuat para pelaku industri pariwisata yaitu ekowisata berbasis virtual. Kegiatan ekowisata berbasis virtual dapat dijadikan solusi untuk menghidupkan kembali sektor pariwisata.

Menurut Waraney et al. (2017)[3] ekowisata virtual (virtual ecotourism) merupakan teknologi yang memungkinkan wisatawan melihat sebuah daya tarik wisata dalam bentuk gambar dan video sehingga bisa membayangkan sebuah destinasi dengan baik. Ekowisata virtual dapat dijadikan sebuah media yang bisa menghadirkan dan menghidupkan imajinasi bagi para penggunanya seolah-olah mengalami dan merasakan keadaan yang sesungguhnya (Suhendar dan Fernando 2016).[11]

Ekowisata berbasis virtual ini juga bisa menjadi salah satu alternatif yang ditujukan kepada masyarakat untuk mengatasi kejenuhan akibat tidak bisa melakukan kegiatan wisata secara langsung (Winata dan Mutiarin 2021).[12] Ekowisata virtual merupakan salah satu bentuk kegiatan berwisata dimana para wisatawan dapat menikmati objek wisata tanpa harus mengunjungi objek wisata tersebut secara langsung. Kegiatan ini juga bisa diterapkan untuk memudahkan para wisatawan berkunjung dan menjelajahi berbagai macam tempat wisata walaupun sedang berada dirumah.

Perkembangan Ekowisata Virtual di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Semenjak maraknya Pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020 di Indonesia, memberikan berbagai dampak negatif di sektor wisata. Salah satunya adalah wisata di Indonesia mengalami penurunan jumlah pengunjung yang cukup signifikan. Hal ini dikarenakan adanya penutupan objek wisata demi membantu Pemerintah dalam meminimalisir terjadinya penyebaran Virus Corona (Handayani et al. 2021).[13] Alternatif untuk memudahkan pengunjung dalam berwisata yaitu dengan Ekowisata Virtual. Selain mudah, tiket yang ditawarkan ekowisata virtual ini juga lebih terjangkau. Seiring berjalannya waktu, teknologi yang digunakan dalam ekowisata virtual juga semakin berkembang. Mulai dari foto, video sampai penggunaan aplikasi untuk berwisata. Hal ini, tentunya mempermudah pengunjung untuk ber ekowisata walaupun dengan jarak yang jauh.

Dalam penelitian Hardianti et al. (2014),[14] pengembangan website wisata menggunakan teknologi foto vr (virtual reality) 360 di Kota Samarinda. Pengambilan foto dilakukan dengan cara pemotretan satu titik dan tidak boleh bergeser karena nantinya foto tersebut akan digabungkan. Untuk menghasilkan satu buah foto vr diperlukan 7-120 atau lebih tergantung dengan luas daerah yang dijadikan objek wisata. Dengan adanya pengembangan website wisata menggunakan teknologi foto vr 360 ini, pengunjung akan mudah berwisata virtual dengan melihat lokasi ekowisata yang ditampilkan melalui foto vr 360.

Ekowisata virtual juga bisa dilakukan melalui video yang ditampilkan pada platform video conference. Terdapat beberapa platform yang bisa digunakan untuk ekowisata virtual. Platform video conference yang digunakan antara lain seperti Skype, Google Hangouts Meet, Cisco Webex, Facetime, FreeConference, Microsoft Teams, Slack, Go To Meeting, Whatsapp, Jitsi dan Zoom Cloud Meeting. Diantara platform tersebut, Zoom merupakan platform yang saat ini paling populer untuk digunakan oleh para penyelenggara wisata virtual (Irwan et al. 2020).[15]

Selain foto dan video dengan seiring perkembangan teknologi, aplikasi pun digunakan untuk ekowisata virtual yaitu aplikasi Virtual Reality dan Virtual Tour. Virtual Reality merupakan teknologi yang digunakan untuk berinteraksi antara wisatawan dengan lingkungan dalam dunia maya yang dapat disimulasikan oleh komputer. Virtual reality bekerja dengan memanipulasi otak manusia sehingga seolah-olah merasakan berbagai hal yang Virtual Reality 218 virtual terasa seperti hal yang nyata (Hartini et al. 2019).[16] Virtual tour merupakan aplikasi yang menampilkan foto atau video 360° untuk memberikan kesan para pengunjung ekowisata hanya dengan melihat layar monitor. Dalam aplikasi ini, pengunjung dapat melihat kondisi ekowisata dibuat dengan teknik immersive photography, sehingga dapat menampilkan informasi visual ekowisata yang interaktif. Dan juga terdapat deskripsi ekowisata, serta dapat melihat panorama ekowisata 360° (Wulur et al. 2015).[17]

Contoh Ekowisata Virtual di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Pandemi covid yang melanda Indonesia telah menyebabkan beberapa sektor perekonomian mengalami kerugian yang sangat besar, termasuk sektor pariwisata. Menurut Sugihamretha (2020)[9] nilai penerimaan pendapatan negara dari sektor pariwisata turun hingga USD 1.3 miliar sejak adanya pandemi covid-19. Penurunan yang drastis ini membuat banyak bisnis wisata yang ada di Indonesia mengalami kerugian hingga kebangkrutan.

Beragam upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki serta mengurangi nilai kerugian yang ditimbulkan karena adanya pandemi covid-19 dari sektor pariwisata. Pambudi et al. (2020)[18] pemerintah telah melakukan beberapa kebijakan guna meningkatkan sektor pariwisata seperti pemberian paket intensif untuk perjalanan, diskon tiket pesawat untuk destinasi wisata, diskon avtur bahan bakar pesawat, hingga memberikan pembebasan pajak hotel dan restoran. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah ini dinilai kurang berhasil karena tidak cukup untuk menaikan jumlah pengunjung yang datang.

Kemajuan internet yang sangat memadai pada saat ini memberikan kepada terobosan baru kepada sektor pariwisata untuk melakukan inovasi terhadap pelayanan yang dapat dilakukan dalam sektor wisata di masa pandemi covid-19. Salah satu inovasi yang dilakukan adalah dengan melakukan wisata virtual. Wisata virtual menurut Muhammad et al. (2021)[8] adalah salah satu bentuk yang dapat dilakukan dalam kegiatan berwisata dimana wisatawan tidak harus mengunjungi objek wisata.

Sebelum adanya pandemi covid yang melanda Indonesia, penggunaan layanan berbasis virtual telah ada di Indonesia. Berbeda setelah adanya pandemi covid-19 pelayanan secara virtual tumbuh subur dibandingkan sebelum adanya pandemi. Hal ini juga berpengaruh kepada peningkatan virtual ekowisata yang ada di Indonesia. Menurut Ilahana (2021)[19] dalam penelitiannya mengenai preferensi masyarakat terkait wisata virtual, wisata alam merupakan jenis wisata yang paling banyak dipilih oleh masyarakat karena dapat menghilangkan kejenuhan selama melakukan karantina.

Sejalan dengan peningkatan preferensi masyarakat terhadap wisata alam berbasis virtual, perkembangan virtual ekowisata di Indonesia turut meningkat. Contoh ekowisata virtual yang sedang diselenggarakan di Indonesia adalah yang telah dilakukan oleh sebumi.id. Sebumi.id menawarkan paket-paket ekowisata virtual yang ada di Indonesia mulai dari mendaki hingga mengenal kehidupan di desa. Jenis wisata virtual yang ditawarkan oleh sebumi.id menggunakan alat bantu VR. Menurut Sinay et al. (2020) penggunaan VR dapat membantu untuk merasakan pengalaman ekowisata. Contoh penawaran virtual ekowisata yang dilakukan oleh sebumi.id adalah Zero Waste Journey to The Highest Peak of Java dan The Mightiest Rinjani: Rise and Fall, Forest Healing Journey To The Land of Orangutan, Virtual Conserving West Bali Coastal And Marine With Local Communities dan yang terakhir adalah Balinese Healing Power Of Nature (Winata dan Mutiarin 2021)[12].

Kelebihan Ekowisata Virtual[sunting | sunting sumber]

Kemajuan teknologi yang semakin pesat mendorong berbagai sektor pariwisata untuk berinovasi dalam mengembangkan program. Teknologi dipercaya menjadi salah satu solusi atas permasalahan di setiap tempat-tempat wisata, terutama dalam hal penurunan jumlah pengunjung. Penurunan pengunjung ini disebabkan oleh pembatasan mobilitas masyarakat demi mencegah penularan virus Covid-19 (Sharma dan Nicolau 2020).[20] Ekowisata berbasis virtual menjadi salah satu terobosan terbaik dalam menjalankan wisata di tengah pandemi. Meskipun pengalaman yang diperoleh dari berwisata secara langsung tidak bisa dirasakan, tetapi terdapat beberapa kelebihan dari ekowisata virtual, di antaranya:

1.Praktis

Teknologi membantu berbagai pekerjaan manusia menjadi lebih mudah, tidak terkecuali dalam kegiatan wisata. Mulai dari pemesanan tiket hingga perjalanan wisata menjadi lebih praktis dengan bantuan teknologi. Pengunjung tidak perlu susah payah mengantri demi mendapatkan tiket seperti kegiatan wisata secara langsung. Semua hal bisa dilakukan di rumah dengan duduk bersantai tanpa perlu mengantri ataupun berdesakan.

2.Paket wisata bervariasi

Meskipun tidak dapat merasakan sensasi serunya berwisata langsung, berbagai paket yang ditawarkan oleh ekowisata virtual sangat unik dan menarik. Terdapat contoh variasi paket wisata oleh Sebumi.id yang dapat dipilih berdasarkan minat wisatawan (Winata dan Mutiarin 2021).[12] Bagi wisatawan yang gemar mendaki, terdapat paket menarik yaitu paket Virtual Experience bertemakan “Zero Waste Journey to The Highest Peak of Java” dan “The Mightiest Rinjani: Rise and Fall”. Terdapat juga paket untuk para pecinta alam dan peminat eksplorasi hutan rawa yaitu paket Forest Healing Journet To The Land of Orangutan. Ada juga paket Virtual Conserving West Bali Coastal And Marine With Local Communities yang cocok bagi penyuka olahraga air yaitu snorkeling. Pilihan lainnya yang dapat menjadi pertimbangan pengunjung yaitu paket Balinese Healing Power of Nature apabila ingin lebih mengenal kehidupan masyarakat pedesaan.

3.Akses mudah dan cepat

Perkembangan teknologi yang sudah cukup merata di Indonesia menambahkan keuntungan bagi ekowisata berbasis virtual. Masyarakat yang sudah tidak asing lagi dengan pemakaian teknologi tentunya dapat dengan mudah mengakses informasi terkait wisata-wisata yang ada di Indonesia (Kawulur et al. 2018).[5] Jika dahulu kita perlu mengeluarkan banyak persiapan dan biaya sebelum berwisata, kini tempat wisata dapat dengan mudahnya diakses melalui berbagai platform yang tersedia. Akses yang mudah juga memungkinkan wisatawan asing untuk berkunjung, sehingga dapat meningkatkan pemasukan sektor pariwisata di Indonesia.

Kelemahan Ekowisata Virtual[sunting | sunting sumber]

Ekowisata virtual adalah solusi dari terpuruknya sektor pariwisata pada kondisi pandemi saat ini. Perubahan dan adaptasi di setiap sektor diperlukan guna mempertahankan keberlanjutan ekonomi di masyarakat. Ekowisata virtual memiliki banyak keuntungan dilihat dari kondisi sekarang. Akan tetapi tidak semua solusi tidak memiliki kelemahan. Tak terkecuali ekowisata virtual. Kelemahan ekowisata virtual di antaranya sebagai berikut :

1.Kendala sinyal

Ekowisata virtual adalah sebuah terobosan terkait pariwisata yang tersedia di dunia maya. Oleh karena itu, wisata virtual ini tentunya menggunakan jaringan internet sebagai pendukung dalam kegiatannya. Menurut Sukaesih (2020)[21] tidak semua orang dapat mengakses wisata virtual dikarenakan perbedaan kekuatan sinyal. Bisa saja bukan hanya kenda jaringan akan tetapi wisata virtual ini tidak dapat menjangkau masyarakat yang memiliki ponsel yang tidak canggih.

2.Keterbatasan informasi yang didapat

Sebagaimana kita tahu ekowisata berbasis virtual ini disajikan secara 2D dan beberapa dengan 3D. Penyampaian informasinya pun juga berbeda-beda. Penyajian secara 2D ini yang menjadi penghambat informasi kepada pengunjung. Menurut Ramadhan et al. (2019)[22] keterbatasan penyajian informasi ini membuat penyampaian informasi menjadi tidak maksimal. Penyampaian informasi yang dimaksud adalah interpretasi. Hal ini berakibat pada menurunnya minat wisatawan

3.Pengalaman yang didapat tidak sama seperti berwisata secara langsung

Menurut Winata dan Mutiarin (2021)[12] ekowisata virtual yang menjadi alternatif tentunya tidak dapat menggantikan pengalaman yang didapat dari kegiatan wisata secara langsung. Pengalaman yang didapat pada konsep wisata virtual tentunya sangat berbeda jika dibandingkan ketika berwisata secara langsung. Kelemahan yang dihadapi dari perjalanan virtual adalah bahwa wisatawan mungkin menganggap pengalaman perjalanan seperti itu kurang memuaskan dibandingkan dengan perjalanan nyata (Kask 2018)[23]. Misalnya saja kita ambil contoh pada wisata pendakian. Hal yang membedakan adalah pengalaman secara langsung yang didapat. Ketika kita melakukan pendakian langsung kita bisa merasakan suasana alam bebas seperti udara sejuk. Hal ini berbanding terbalik dengan wisata virtual yang hanya memberikan pengalaman melihat bentang alam saja.

4.Pelayanan yang ditawarkan berbeda dengan wisata aslinya

Hampir sama dengan pengalaman yang didapat, pelayanan yang didapat ketika wisatawan berwisata dengan konsep virtual. Contohnya saja adalah pelayanan dari pemandu wisata. Wisatawan hanya akan mendapatkan informasi melalui audio visual bukannya interaksi langsung dengan pemandu. Bisa diibaratkan konsep virtual ini menggunakan metode asynchronous sedangkan apabila secara langsung menggunakan metode synchronous.

5.Mengurangi jumlah pengunjung

Pada dasarnya adanya ekowisata berbasis virtual ini disambut dengan baik. Namun apabila berkepanjangan dan semakin baik dan bahkan sampai setelah pandemic ini berakhir tentunya akan berdampak buruk bagi industri pariwisata. Terdapat kemungkinan akan mengurangi jumlah pengunjung yang datang dan berdampak negatif pada ekonomi (Jude 2020).[24] Selain itu, hal ini akan menghambat kemajuan pembangunan kepariwisataan yang ada.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Daud, Fahri R.; Tulenan, Virginia; Najoan, Xaverius B. N. (2016-08-28). "Virtual Tour Panorama 360 Derajat Kampus Universitas Sam Ratulangi Manado". Jurnal Teknik Informatika. 8 (1). doi:10.35793/jti.8.1.2016.13173. ISSN 2301-8364. 
  2. ^ a b El-Said, Osman; Aziz, Heba (2021-03-10). "Virtual Tours a Means to an End: An Analysis of Virtual Tours' Role in Tourism Recovery Post COVID-19". Journal of Travel Research: 004728752199756. doi:10.1177/0047287521997567. ISSN 0047-2875. 
  3. ^ a b Raranta, Rendy F.; Sinsuw, Alicia; A. Sugiarso, Brave (2017-10-26). "Pengenalan Teks pada Objek-Objek Wisata di Sulawesi Utara dengan Teknologi Augmented Reality". Jurnal Teknik Informatika. 12 (1). doi:10.35793/jti.12.1.2017.17851. ISSN 2301-8364. 
  4. ^ Ismail, Mohammad Hafiz Bin; Osman, Aznoora; Wahab, Nadia Abdul (2009). "Evaluation of Location-Aware Travel Guide". 2009 International Conference on Computer Technology and Development. IEEE. doi:10.1109/icctd.2009.203. 
  5. ^ a b Ngongoloy, Bryant R.S.; Rindengan, Yaulie D.Y.; Sompie, Sherwin R.U.A. (2018-08-16). "Virtual Tour Instansi Pemerintahan Kabupaten Minahasa Tenggara". Jurnal Teknik Informatika. 13 (1). doi:10.35793/jti.13.1.2018.20764. ISSN 2301-8364. 
  6. ^ Ibrahim, Ibrahim; Zukhri, Nizwan; Rendy, Rendy (2019-12-31). "From Nature Tourism to Ecotourism: Assessing the Ecotourism Principles Fulfillment of Tourism Natural Areas in Bangka Belitung". Society. 7 (2): 281–302. doi:10.33019/society.v7i2.111. ISSN 2597-4874. 
  7. ^ ., Nuruddin; Wirawan, Putu Eka; Pujiastuti, Sri; Sri Astuti, Ni Nyoman (2020-10-03). "Strategi Bertahan Hotel di Bali Saat Pandemi Covid-19". Jurnal Kajian Bali (Journal of Bali Studies). 10 (2): 579. doi:10.24843/jkb.2020.v10.i02.p11. ISSN 2580-0698. 
  8. ^ a b Muhammad, Rivandy; Mutiarin, Dyah; Damanik, Janianton (2021-04-27). "Virtual Tourism Sebagai Alternatif Wisata Saat Pandemi". Journal of Indonesian Tourism, Hospitality and Recreation. 4 (1): 53–60. doi:10.17509/jithor.v4i1.31250. ISSN 2654-4687. 
  9. ^ a b Sugihamretha, I Dewa Gde (2020-06-08). "Respon Kebijakan: Mitigasi Dampak Wabah Covid-19 Pada Sektor Pariwisata". Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian Journal of Development Planning. 4 (2): 191–206. doi:10.36574/jpp.v4i2.113. ISSN 2598-0807. 
  10. ^ Ioannides, Dimitri; Gyimóthy, Szilvia (2020-05-12). "The COVID-19 crisis as an opportunity for escaping the unsustainable global tourism path". Tourism Geographies. 22 (3): 624–632. doi:10.1080/14616688.2020.1763445. ISSN 1461-6688. 
  11. ^ Sulistyadewi, Ni Putu (2021-08-25). "APLIKASI VIRTUAL TOUR PURA TAMAN AYUN BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKTIF". KERNEL: Jurnal Riset Inovasi Bidang Informatika dan Pendidikan Informatika. 2 (1): 18–25. doi:10.31284/j.kernel.2021.v2i1.1851. ISSN 2774-4345. 
  12. ^ a b c d Winata, Ferry Dwi; Mutiarin, Dyah (2021-04-30). "INOVASI EKOWISATA DIGITAL SAAT PANDEMI COVID-19 STUDI KASUS: VIRTUAL EXPERIENCE OLEH SEBUMI.ID". Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni. 5 (1): 164. doi:10.24912/jmishumsen.v5i1.10637.2021. ISSN 2579-6356. 
  13. ^ Nur Hasanah; Abd Mujahid Hamdan (2021-01-25). "Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Proses Pembelajaran di Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ)". Jurnal Riset dan Pengabdian Masyarakat. 1 (1): 70–88. doi:10.22373/jrpm.v1i1.662. ISSN 2774-9339. 
  14. ^ Armi, Akmal Erfani; Kridalaksana, Awang Harsa; Arifin, Zainal (2019-02-28). "Peramalan Angka Inflasi Kota Samarinda Menggunakan Metode Double Exponential Smoothing (Studi Kasus : Badan Pusat Statistik Kota Samarinda)". Informatika Mulawarman : Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer. 14 (1): 21. doi:10.30872/jim.v14i1.1252. ISSN 2597-4963. 
  15. ^ Yoga Agustin, Dyah Satya (2011-11-02). "PENURUNAN RASA CINTA BUDAYA DAN NASIONALISME GENERASI MUDA AKIBAT GLOBALISASI". Jurnal Sosial Humaniora. 4 (2). doi:10.12962/j24433527.v4i2.632. ISSN 2443-3527. 
  16. ^ Hartini, Sri; Anglelyn, Cathleya; Sukaris, Sukaris (2020-02-11). "Virtual reality: aplikasi teknologi untuk peningkatan kunjungan wisatawan". Journal of Business and Banking. 9 (2): 215. doi:10.14414/jbb.v9i2.2014. ISSN 2303-3460. 
  17. ^ Wulur, Hera Wulanratu; Sentinuwo, Steven; Sugiarso, Brave (2015-11-05). "Aplikasi Virtual tour Tempat Wisata Alam di Sulawesi Utara". Jurnal Teknik Informatika. 6 (1). doi:10.35793/jti.6.1.2015.9953. ISSN 2301-8364. 
  18. ^ Puspaningtyas, Anggraeny (2021-04-24). "Optimalisasi Sektor Unggulan Kota Surabaya dalam Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi Covid-19". Dinamika Governance : Jurnal Ilmu Administrasi Negara. 11 (1). doi:10.33005/jdg.v11i1.2484. ISSN 2656-9949. 
  19. ^ Virianita, Ratri; Soedewo, Tatie; Amanah, Siti; Fatchiya, Anna (2019-04-26). "Farmers' Perception to Government Support in Implementing Sustainable Agriculture System". Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 24 (2): 168–177. doi:10.18343/jipi.24.2.168. ISSN 0853-4217. 
  20. ^ Sharma, Abhinav; Nicolau, Juan Luis (2020-07). "An open market valuation of the effects of COVID-19 on the travel and tourism industry". Annals of Tourism Research. 83: 102990. doi:10.1016/j.annals.2020.102990. ISSN 0160-7383. 
  21. ^ Sarah, Maula Siti; -, Sukaesih -; Rukmana, Evi Nursanti; -, Samson CMS - (2021-07-26). "Keberadaan Perpustakaan Pusat Universitas Padjajaran Selama Masa Pandemi Covid-19". JPUA: Jurnal Perpustakaan Universitas Airlangga: Media Informasi dan Komunikasi Kepustakawanan. 11 (1): 38. doi:10.20473/jpua.v11i1.2021.38-50. ISSN 2723-0554. 
  22. ^ Purwasi, Riyanti Suci; Hendrawan, Faldi; Ramadhan, Ahmad Zakiy (2019-08-03). "Perancangan Video Promosi Objek Wisata Ranudi Kabupaten Probolinggo Jawa Timur". Jurnal Desain Komunikasi Visual Asia. 2 (1): 37. doi:10.32815/jeskovsia.v2i1.380. ISSN 2597-4300. 
  23. ^ Kull, Irene; Kask, Laura (2019). "Electronic Signature Under the eIDAS Regulation in Domestic and Cross-Border Communication: Estonian Example". Journal of the University of Latvia. Law. 12: 21–40. doi:10.22364/jull.12.02. ISSN 1691-7677. 
  24. ^ Walker, Jude; Ngara Manyamba, Vimbiso (2020-06). "Towards an emotion-focused, discomfort-embracing transformative tourism education". Journal of Hospitality, Leisure, Sport & Tourism Education. 26: 100213. doi:10.1016/j.jhlste.2019.100213. ISSN 1473-8376.