Doe v. Exxon Mobil Corp.

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

John Doe VII v. Exxon Mobil Corp (09–7125) adalah gugatan hukum yang diajukan di Amerika Serikat oleh 15 warga desa Aceh, Indonesia, melawan Exxon Mobil Corporation. Kasus ini berdampak besar bagi perusahaan-perusahaan multinasional yang beroperasi di seluruh dunia. Perkara ini mungkin diteruskan ke Mahkamah Agung karena pengadilan distrik federal bolak-balik mempersoalkan kewajiban perusahaan AS yang beroperasi di luar AS. Lima belas warga desa Aceh mengaku aparat militer yang dibayar ExxonMobil melakukan penindasan brutal saat mengamankan kilang gas pada tahun 2000 sampai 2001. Tanggal 8 Juli 2011, Pengadilan Banding Amerika Serikat wilayah Distrik Columbia dengan suara 2 banding 1 menolak sebagian putusan pengadilan distrik federal yang menyetujui kembali gugatan ini. Sidang memutuskan Alien Tort Statute tahun 1789 membolehkan perusahaan di negara asing "dijerat atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawainya."[1][2]

Tuduhan[sunting | sunting sumber]

Kelima belas warga desa Aceh menyatakan dalam gugatannya bahwa anggota keluarga mereka "dipukuli, dibakar, disetrum, ditendang, dan mengalami tindakan brutal dan keji lainnya" di provinsi Aceh pada tahun 1999 sampai 2001 di tengah kerusuhan masyarakat. Exxon Mobil mempekerjakan aparat militer Indonesia untuk mengamankan kilang gas di Aceh, padahal Exxon Mobil menyadari rekam jejak pelanggaran HAM yang dilakukan militer Indonesia.[2] Pihak penggugat mendaftarkan gugatannya di Pengadilan Distrik Amerika Serikat untuk Distrik Columbia.[3]

Penolakan pertama[sunting | sunting sumber]

Pada Juli 2002, Penasihat Hukum Departemen Luar Negeri, William Howard Taft IV, menyurati pengadilan distrik dan memperingatkan bahwa gugatan hukum ini "berpotensi mengganggu hubungan [Amerika Serikat] dengan Indonesia" apabila dilanjutkan.[3] Bulan Oktober 2005, Hakim Pengadilan Distrik Louis F. Oberdorfer menolak klaim gugatan di bawah Alien Tort Statute dan Torture Victim Protection Act. Alasannya, klaim tersebut berupa persoalan politik sehingga tidak memenuhi asas keteradilan.[4] Klaim pidananya masih bisa diteruskan.[3]

Bulan Januari 2007, Pengadilan Banding Amerika Serikat untuk Sirkuit Distrik Columbia menyetujui putusan tersebut.[5] Hakim David B. Sentelle dan Hakim Senior Harry T. Edwards berpendapat upaya Exxon dalam mengajukan banding sela tidak memiliki dasar hukum saat proses gugatan masih dini.[3] Hakim Brett Kavanaugh berpendapat lain: banding sepatutnya dipandang sebagai petitum mandamus dan pengadilan federal seharusnya menolak gugatan karena tidak bisa diadili (nonjudiciable) apabila cabang eksekutif beralasan kuat bahwa gugatan tersebut mengancam kepentingan kebijakan luar negeri Amerika Serikat.[3]

Penolakan kedua[sunting | sunting sumber]

Pada September 2009, Hakim Pengadilan Distrik Royce Lamberth memutuskan penggugat lainnya tidak memiliki dasar untuk mengajukan gugatan.[6]

Bulan Juli 2011, Pengadilan Sirkuit Distrik Columbia menolak putusan tersebut.[7] Hakim Judith W. Rogers dan Hakim David S. Tatel berpendapat perusahaan tidak kebal dari hukum internasional di bawah ATS. Keduanya secara eksplisit menolak putusan penolakan Pengadilan Banding Amerika Serikat untuk Sirkuit Kedua dalam perkara Kiobel v. Royal Dutch Petroleum Co.[8] Hakim Kavanaugh berpendapat lain: putusan penolakan Pengadilan Sirkuit Distrik Columbia sudah benar.[8]

Perkembangan[sunting | sunting sumber]

Pada April 2013, Mahkamah Agung memperkuat putusan Pengadilan Sirkuit Kedua dalam perkara Kiobel. Namun, pada Juli 2015, Hakim Pengadilan Distrik Lamberth menyatakan kasus Exxon Mobil masih bisa diteruskan ke Mahkamah Agung.[9][10] Pada tahun yang sama, Rex Tillerson menjual saham Exxon Mobil di ladang minyak Aceh ke pemerintah Indonesia.[11]

Catatan[sunting | sunting sumber]