Danau di Indonesia
Danau di Indonesia terdiri dari danau alami dan danau buatan. Jumlahnya sebanyak 521 danau dengan ukuran besar dan kecil. Danau di Indonesia bertipe tektonik, kaldera, dan vulkanik. Danau terluas di Indonesia adalah Danau Toba, sedangkan danau terdalamnya adalah Danau Matano. Di Indonesia terdapat 15 danau yang mengalami kondisi kritis akibat sedimentasi dan kegiatan ekonomi.
Jumlah
[sunting | sunting sumber]Di seluruh wilayah Indonesia terdapat sebanyak 521 danau berukuran besar dan kecil. Luas lahan yang ditempati oleh danau-danau di Indonesia adalah 2,1 juta ha.[1]
Jenis
[sunting | sunting sumber]Danau di Indonesia terbagi menjadi dua jenis, yaitu danau alami dan danau buatan. Luas danau alami di Indonesia diperkirakan 1,8 juta ha. Sedangkan danau buatan di Indonesia seluas 0,05 juta ha.[2]
Tipe
[sunting | sunting sumber]Di Indonesia terdapat danau tipe tektonik, tipe kaldera, dan tipe vulkanik.[3] Sebagian besar danau di Indonesia merupakan danau vulkanik. Pembentukan danau vulkanik ini disebabkan oleh letusan gunung berapi.[4] Ada pula danau di Indonesia yang terbentuk dari kawah, tanah longsor, pelarutan dan gletser.[5]
Luas dan kedalaman
[sunting | sunting sumber]Danau yang terluas di Indonesia adalah Danau Toba. Luas Danau Toba adalah 1.130 km2. Danau Toba merupakan danau tipe kaldera yang terbesar di dunia. Sedangkan danau yang paling dalam di Indonesia adalah Danau Matano di Pulau Sulawesi. Danau Matano merupakan danau terdalam ke-7 di dunia.[6]
Kondisi kritis
[sunting | sunting sumber]Berdasarkan kajian dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, terdapat 15 danau di Indonesia yang dalam kondisi kritis. Danau-danau ini mengalami penurunan kualitas air dan penurunan volume air. Secara umum, penurunan volume air di danau-danau tersebut diakibatkan oleh sedimentasi. Sedangkan penurunan kualitas air di danau-danau ini disebabkan oleh adanya daerah tangkapan air dan adanya kegiatan ekonomi di dalamnya.[1] Kelima belas danau tersebut dimasukkan dalam kategori danau prioritas pemulihan kerusakan danau. Salah satu di antaranya adalah Danau Rawa Pening.[7]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Hasim (2017). Model Pengelolaan Danau: Sebuah Kajian Transdisipliner (PDF). Gorontalo: Ideas Publishing. hlm. 4.
- ^ Nontji 2016, hlm. 4.
- ^ Badan Penelitian Perikanan Perairan Umum (2013). Karakteristik dan Pengelolaan Perikanan Danau di Indonesia (PDF). Tunas Gemilang Press. hlm. 3. ISBN 978-602-8816-84-7.
- ^ Kasnowihardjo, Gunadi (2017). Atmosudiro, Sumijati, ed. Manusia dan Ranu: Kajian Arkeologi Permukiman (PDF). Yogyakarta: Penerbit Kepel Press. hlm. 149. ISBN 978-602-356-150-6.
- ^ Adhar, Saiful (2011). Budi, S., dan Erniati, ed. Ekosistem Danau Laut Tawar: Karakteristik dan Permasalahan (PDF). Lhoukseumawe: Unimal Press. hlm. 16. ISBN 979-137-269-1.
- ^ Nontji 2016, hlm. 5.
- ^ Piranti, Agatha Sih (2019). Pengendalian Eutrofikasi Danau Rawapening (PDF). Universitas Jenderal Soedirman. hlm. 7. ISBN 978-623-7144-34-2.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Nontji, Anugerah (2016). Danau-Danau Alami Nusantara (PDF).