Beksan Golek Pucung Kethoprak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Golek pucung kethoprak merupakan tarian yang diciptakan oleh KGPAA.

Istilah "golek pucung kethoprak" terdiri dari beberapa kata yaitu: "Golek" berarti jenis tarian tradisonal jawa(beksan) putri; "pucong", nama gending utama untuk mengiringinya;dan "Kethoprak",adalah aksen rasa gerak tari yang biasa dibawakan pemain seni kethoprak tradisi.

Menurut RM.Dino Satomo (2010), golek pucong kethoprak hadir sebagai penanda relasi antara seni kerakyatan dan seni istana. para penarinya harus seorang sinden,sehingga berkaitan dua hal yaitu;

1) Asumsi bahwa para sinden telah memiliki penguasaan daya rasa gending lebih daripadapenari yang bukan pesinden atau pengrawit,sehingga rasa gending segera didapatkan dari tariannya;

2) Adanya motivasi memperkaya sumber penari dari kalangan pelaku seni karawitan, tidak saja karena kebutuhan rasa gending, melainkan sebagai bagian dari siasat kebudayaan yang terkait dengan perluasan partisipasi masyarakat yang meluas,sehingga dapat memperkuat jatidiri kebangsaan yang pada zaman KGPAA. Mangkubumi adalah masa pergerakan nasional.

"Golek" dalam arti kosakata jawa artinya mencari,atau mencari makna maupun jajaran kebaikan yang dapat dipetik dari suatu karya seni pertunjukkan. Awalnya, golek yang dimainkan di daerah kedu mengispirasi Hamengkubuwono IX untuk menciptakan tarian golek menak (bangsawan/terhormat) pada tahun 1944. Tari ini belum selesai diperbaharui sampai Hamengkubuwono IX wafat sekitar tahun 1988.

Golek memerankan dirinya sebagai salah satu pembawa perubahan yang cukup bermakna. Golek pucong kethoprak pada awalnya tarian yang berkesan tregel,kenes,cenderung nakal,bahkan erotik telah diperhalus dengan pendekatan estetika klasik sehingga berubah menjadi tarian tanpa kesan erotik namunterkesan mbranyak dan riang gembira menyenangkan.

Golek pucong kethoprak dapat menjadi populer karena tidak memerlukan persyaratan teknis yang terlalu berat. Golek pucong kethoprak berpegang pada kemampuan wiraga, wirama, dan wirasa.[1]

  1. ^ Dwiari Ratnawati, Lien (2018). Beksan Golek Pucung Kethoprak. Jakarta: Direktorat Jendral Kebudayaan.